BAB 14.4 : MAYAT
Selat Makassar, 22.00 WITA
Sebuah kapal penangkap ikan modern berukuran sedang tampak tengah menebar jala di kedua sisi badannya. Setelah sekian lama terbenam dalam air, para awak kapal mulai mengangkat jala-jala tersebut menggunakan panel kontrol yang berada di kedua sisi kapal. Namun ada tiga jala yang tidak mau naik meskipun operatornya sudah berkali-kali menginstruksikan supaya jala itu naik. Karena penasaran, ia pun memanggil kapten kapal yang langsung saja menyuruh awak kapal yang lain untuk membantu menarik satu jala yang tak mau naik itu secara manual.
Para awak kapal itu segera beramai-ramai menarik jala dengan aba-aba dari kapten kapal, "Satu ... dua ... tiga ...!"
Yang mereka angkat ternyata mengejutkan mereka semua. Alih-alih mendapatkan tangkapan ikan besar macam pesut atau baronang, mereka dapati jala mereka hanya berisikan seonggok tubuh yang menghitam seperti habis terbakar. Bagian dada dan pinggangnya memakai semacam baju campuran antara lempeng logam dan bahan keras seperti campuran sabut kelapa serta kulit kayu, sementara bagian lainnya ditutupi kain kuning yang anehnya meskipun basah tapi masih utuh.
Para awak kapal merinding, mereka melihat sesuatu yang ganjil di jenazah ini. Jasad yang tewas terbakar biasanya pakaiannya takkan bersisa kecuali secarik kecil. Tapi jenazah ini hitam seperti terbakar, berpakaian lengkap, tapi berada di tengah laut.
"Pak! Kita buang saja kah mayat ini? Kami merasa ada sesuatu yang tidak enak dari mayat ini!" usul seorang awak.
Tapi kapten mereka tak setuju, "Jangan! Bagaimanapun juga dia ini manusia! Kita simpan saja jasad ini di geladak bawah, besok kala kita berlabuh kita serahkan pada polisi atau pihak berwajib!"
"Pak! Pak! Di sisi yang ini juga ada jenazah!" seru para awak kapal yang sudah usai mengangkat jala yang lain.
Jasad yang baru saja diangkat juga memiliki karakteristik serupa dengan jasad pertama, hanya saja pakaiannya berupa kain hijau.
"Jala yang satu lagi! Tarik juga sama-sama!" perintah kapten kapal.
Para awak sebenarnya sudah sangat ketakutan karena penemuan jenazah kedua, tapi mereka terpaksa mematuhi kapten kapal kalau tidak mau kehilangan pekerjaan, dan benar saja, ketika mereka usai mengangkat jala ketiga mereka mendapati sesosok jenazah lagi. Sosok yang ini agak unik karena ia mengenakan ikat kepala dan pakaian berwarna merah tua. Kulitnya tidak hitam terbakar melainkan kelabu gelap, janggutnya yang hitam legam masih tampak rapi meskipun dibasahi air laut.
"Simpan jenazah-jenazah ini di geladak bawah! Juru mudi! Putar balik arah kapal, kita pulang sekarang! Operator radio! Laporkan temuan ini ke otoritas pelabuhan!"
Sementara kapten kapal kembali ke ruang kemudi, para awak yang gelisah akan temuan tiga mayat ganjil tadi tak henti-hentinya melafalkan doa memohon keselamatan.
******
Green Garden Apartment, Tanjung Paser, 23.00 WITA
Sekelompok anak muda yang sedari sore sibuk di lantai teratas apartemen itu merasa puas akan hasil mereka yang dipuji oleh Mr. B199ie. Si klien mereka yang baik tapi misterius itu hanya meminta satu hal sederhana lagi dari mereka yakni memberi instruksi mengantarkan barang berkode Lokapala-06 ke sebuah gudang di pelabuhan Tanjung Paser serta meninggalkan sebuah pesan meledek yang tadi sempat dilihat Samad di layar komputer Unit Lima.
Tiga pemuda dan satu remaja tanggung itu tertawa-tawa sambil menikmati camilan dan minuman soda yang sengaja mereka beli untuk merayakan kesuksesan ini. Rizal dan Faisal bahkan bersulang dengan botol bir yang kebetulan hanya mereka beli untuk berdua saja. Hanya Murti masih sedikit tampak gugup dengan aksi yang mereka lakukan barusan, tapi karena teman-temannya tak mau dengar ia dengan terpaksa pura-pura tertawa dan bersenang-senang.
Empat anak muda itu segera tertidur setelah jarum jam menunjukkan pukul 1 pagi, dan ketika mereka semua bangun di waktu yang hampir bersamaan esok paginya pukul tujuh, Murti sengaja menyalakan televisi untuk mencari hiburan penghilang kantuk. Ternyata bukan hiburan yang mereka dapatkan melainkan sebuah liputan terkini tentang pemadaman mendadak kompleks Badan Riset dan Teknologi Milik TNI yakni Unit Lima atau Unit Palu. Di layar kaca sana, Doktor Samad – yang diakui sebagai wakil kepala Unit Lima – tampak berbicara berapi-api menjelaskan efek padamnya listrik kemarin malam.
"Data-data penelitian Unit Lima 50% hilang dan ada juga beberapa data penting yang belum sempat kami simpan di server cadangan juga turut hilang. Saya tahu ini bukan salah PLN! Ada peretas yang memasuki sistem kelistrikan kota dan mungkin entah iseng atau sok jagoan memadamkan kompleks kami di saat pekerjaan kami sedang puncak-puncaknya! Tapi ingat! Awas saja jika kalian anggap kami diam saja! Kami sudah tahu siapa Anda! Kami akan memburu Anda semua sampai liang kubur Circle Of Friend!" ujar Doktor Samad sambil mengacungkan jari tengah ke kamera.
"Celaka dua belas!" Faisal terhenyak ketika ia tersadar siapa yang mereka bobol servernya kemarin malam, "Pantas saja enkripsinya rumit! Kita kemarin bobol server militer toh?"
"Kubilang juga apa! Perasaanku nggak enak!" keluh Murti yang tertunduk lesu.
"Tunggu! Tunggu! Kalau memang ini memang server militer, kenapa juga ada murid Kumala Santika yang namanya Sitanggang terdaftar sebagai super-user? Nggak mungkin kan mereka angkat anak SMA jadi operator atau staf penting di badan militer kayak gitu?" sanggah Rizal yang mencoba menenangkan teman-temannya.
"Tapi kenapa Doktor wakil kepala Unit Lima bisa tahu nama grup kita? Circle Of Friend! Dari mana dia tahu jika dia bukan korban kita?" sanggah Andi yang mulai takut tentang apa yang akan terjadi pada dirinya nanti.
"Oke! Oke! Kita semua harus berpikir jernih ya!" Rizal berdiri sambil membuat gerakan menurunkan kedua tangannya, "Baiknya sekarang kita temui Mister Biggie dan tanyakan apa maksudnya semua ini. Kalau perlu kita bawa rekaman yang kita sambungkan langsung dengan akun media sosial kita supaya kita punya bukti bahwa kita tidak sepenuhnya salah."
"Tidak sepenuhnya salah!" Murti bangkit dan mendorong Rizal ke tembok seraya mencengkeram kerah kemeja Rizal, "Memangnya siapa yang punya ide gila terima saja tawaran Mister Biggie tanpa cek dulu siapa calon korbannya?"
"Semuanya sudah terlanjur," kata Faisal, "Tapi jujur saja aku setuju dengan Murti! Semua ini salah kalian! Kamu dan sepupumu ini Rizal! Aku dan Murti akan pergi sembunyi! Aku tak mau ditangkap polisi lalu dipenjara bertahun-tahun!"
"Hei! Hei! Santai Bros! Masih ingat janji kita dulukan ? Katanya kita brother sampai akhir hayat kan?"
"Sampai akhir hayat apaan! Aku jamin begitu kita disidang, Om kamu yang kaya itu akan kasih uang panjar ke hakim buat bebasin kamu dan sepupumu itu, tapi bagaimana dengan kami? Kami bakal dipenjara lama dan tidak ada satupun orang yang bakal mau pekerjakan kami selepas kami dari penjara nanti!"
"Kalian bisa kerja sama aku!"
"Bullshit! Gampang kamu ngomong! Kamu punya orang kuat sebagai backing! Kita ini apa Bro? Kita cuma mahasiswa miskin, diharap-harapkan orangtua di kampung supaya lulus, cari kerja, tanggung hidup orangtua di masa senja! Kalau kami dipenjara siapa yang berani nanggung hidup mereka? Kamu kah Bro?!"
"Daeng Faisal, Daeng Murti! Tenang! Mari kita temui Mister Biggie sama-sama lalu ...," kalimat Andi tak sempat usai karena Faisal sudah menampar lalu mendorong kasar anak remaja itu hingga rubuh ke pojok ruangan.
"ANAK KECIL GA USAH BANYAK OMONG!" hardik Faisal.
"Hei! Itu sepupu aku yang kamu pukul, NJING!" sontak Rizal bereaksi memukul Faisal, yang membuat Murti kemudian bereaksi memukul Rizal sehingga yang terjadi berikutnya adalah aksi baku hantam antara Rizal melawan dua temannya.
Tentu saja Rizal kalah karena Faisal dan Murti lebih kuat daripada dirinya. Segera saja Rizal dibuat tersungkur dengan bibir dan hidung berdarah sementara Faisal dan Murti cepat-cepat keluar dari tempat itu.
"Kita harus hancurkan data-data tentang kita!" ujar Andi yang memegangi pipinya yang memar, "Dengan begitu polisi tak punya cukup bukti untuk menahan kita."
"Tapi nanti mereka juga tak punya cukup bukti untuk menahan Mister Biggie!" sergah Faisal, "Sekarang sebaiknya kita segera temui Biggie sialan itu di Atol Ading!"
******
Selat Makassar, 03.00 WITA
Perjalanan pulang kapal penangkap ikan yang mengangkut tiga jasad misterius itu pulang ke pelabuhan asalnya tak berjalan mulus. Badai tiba-tiba muncul dan ombak besar membuat laju kapal terhambat. Kapal itu terombang-ambing namun tetap berusaha maju dan bertahan. Kapten kapal membuat kontak dengan pelabuhan terdekat dan penjaga pantai untuk sewaktu-waktu bersiaga apabila kapalnya membutuhkan bantuan.
Di saat para awak kapal itu bertaruh nyawa menantang badai, jasad-jasad yang tersimpan dalam geladak itu mulai menggeliat, menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Beberapa menit jari tangan mereka mulai bergerak-gerak sebelum akhirnya jasad-jasad itu bangkit tegak lalu mulai bergerak serempak menuju geladak atas. Gerombolan jasad hidup itu kemudian salah satu dari mereka menusuk satu awak kapal dengan sebilah badik yang mereka bawa, namun jeritan si awak sirna tertelan deburan ombak dan badai guntur. Dua yang lain kemudian menyebar, menghabisi awak-awak kapal dengan strategi yang sama dengan yang sudah-sudah. Sampai ketika kapten kapal memergoki ada sesosok anak buahnya yang jatuh di geladak. Ia segera keluar dari ruang jurumudi dan mendapati sesosok mayat hidup yang tadinya merupakan jasad yang ia simpan di geladak bawah. Kapten kapal langsung berlari panik, mengambil sebuah pistol yang ia bawa sebagai perlindungan diri dari ruang jurumudi lalu menodongkannya kepada sosok mayat hidup berbaju merah yang berdiri tegak tanpa goyah di tengah badai itu.
"Jangan bergerak atau aku akan tem-....," belum sempat kapten kapal itu usai bicara, mayat berbaju kuning sudah menggorok tenggorokannya sementara mayat berbaju hijau sudah duluan menggorok leher si jurumudi tanpa jurumudi itu sadari kehadirannya.
Kemudian si mayat berbaju hijau memegang kendali kapal dan meneruskan perjalanan kapal itu, namun kali ini ia membalikkan arah menuju kota Tanjung Paser.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top