[INDONESIANA : CHAPTER 9]
Orang-orangnya Hoemardani (Dakara)
Usana Sarita menyebut Dakara (dalam hal ini diwakili Mukayat) sebagai "Orang-Orangnya Hoemardani". Dakara sendiri saya modelkan dari Unit yang entah namanya apa, yang pernah ada pada era pemerintahan Presiden Soeharto dan menurut desas-desus dipimpin oleh Mayjen Soedjono Hoemardani. Unit ini entah keberadaannya benar atau tidak namun sempat dibicarakan beberapa orang dekat penulis yang mendalami kebatinan.
Dalam biografi resminya Mayjen Hoemardani lebih dikenal sebagai mantan Asisten Pribadi Soeharto untuk Bidang Ekonomi dan Perdagangan serta pendiri CSIS (Centre for Strategic and International Studies) – Pusat Pengkajian Strategi Internasional. Namun ketertarikan Hoemardani terhadap segala yang gaib dan kengototannya mengusulkan pada MPR bahwa aliran kepercayaan seperti penghayat Kejawen harus mendapat tempat di Indonesia memperkuat kebenaran desas-desus bahwa ia adalah penasehat/guru spiritual bagi Presiden RI kedua tersebut. BTW, Hoemardani juga tercatat sebagai mertua mantan Gubernur DKI : Fauzi Bowo.
Mayjen Soedjono Hoemardani
Angkatan Perang Majang Desa
Dimulai oleh pemberitaan surat kabar Jepang untuk Pulau Kalimantan – Borneo Sinbun – tentang keberhasilan Kaigun (Angkatan Laut Jepang) membongkar gerombolan pendurhaka (pemberontak) yang diprakarsai seorang Belanda bernama Haga beserta para pribumi dan Tionghoa terpelajar di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, para perwita Kaigun di Kalbar merasa mereka harus bisa membongkar rencana pemberontakan serupa guna memperoleh promosi jabatan. Setelah itu sejumlah perwira ambisius menetapkan kuota sejumlah kepala yang harus disetor bawahan-bawahan mereka sebagai 'pemberontak' meski kadang demi setan orang-orang yang disetor sebagai romusha sebelum dipancung ini tidak tahu apa-apa.
Gerakan pemberontakan yang semula tidak ada menjadi ada setelah Jepang sukses memancung 20 ribu kepala pria dewasa di Kalbar dan itu semua diperparah ketika seorang gadis Dayak bernama Linggan ditaksir seorang perwira intel Jepang sekaligus pengusaha kayu bernama Osaki. Ayah si gadis, Ajun Cucu Dolong, menolak dan sebagai hasilnya Ajun diancam akan dibunuh oleh Osaki. Ajun pun melarikan diri bersama beberapa orang Dayak yang sempat ditampar kepalanya karena tidak menghormat dengan benar pada para tentara Jepang.
Ajun dan pengikutnya kemudian menemui tetua Dayak yang lain di Sungai Nanga. Mangkok merah tanda perang pun disebar mulai dari Tayan, Balai Berkuak, Kualan, Sekadau, Durian Sebatang, hingga ke wilayah Raja Ulu Ae di Laman Sangkuan Ketapang. Angkatan Perang Majang Desa pun terbentuk dengan susunan panglima :
o Panglima Utama : Pang Dandan (Tumenggung Mandi)
o Panglima Regu 1 : Pang Suma (Panglima Menera/Bendera bin Dulung)
o Panglima Regu 2 : Pang Linggan (Ajun Cucu Dolong)
o Panglima Regu 3 : Agustinus Timbang
Angkatan Perang Majang Desa sukses membantai banyak prajurit Jepang dan sesudah Jepang menyerah pada sekutu, ganti orang Belanda yang dikejar-kejar oleh Angkatan Majang Desa.
Di antara para panglima Majang Desa, Pang Suma adalah yang paling dikenal karena dia satu-satunya panglima yang tewas akibat dikhianati saudara seperguruannya. Saudara seperguruannya membocorkan titik kelemahan Pang Suma dan sebagai hasilnya Pang Suma tewas dan kemudian dimakamkan di dekat Dermaga Meliau, Kecamatan Meliau, Sanggau. Di dekat sana juga didirikan monumen tugu Pang Suma.
Tugu Pang Suma
Romo Pandita
Agamawan Buddha disebut bhikku / bhiksu.
Pengetahuan ini lazim ditemukan di buku PPKn / Pendidikan Pancasila / Civics / Kewarganegaraan. Dalam beberapa hal ini benar tapi kurang lengkap. Ada satu jabatan kerohanian lagi dalam agama Buddha di Indonesia dan jabatan ini disebut Romo Pandita.
Romo Pandita konon sudah ada di Indonesia sejak zaman Kerajaan Medang atau Mataram Kuno (sekitar abad 8 Masehi). Keberadaan mereka adalah untuk menjaga sanggar puja bakti (sebutan tempat ibadah umat Buddha sementara vihara adalah tempat tinggal para bhiksu) dan memimpin upacara puja bakti terutama jika tidak ada bhiksu di sekitar sana. Dengan sedikitnya jumlah bhiksu di Indonesia (sebagai ilustrasi satu kota sebesar Malang hanya punya dua bhikku Tradisi Theravada dan tiga bhiksu Tradisi Mahayana), keberadaan romo pandita sampai saat ini lazim ditemukan untuk melaksanakan upacara dan ibadah rutin.
Romo pandita sendiri kadang sering salah disangka pemangku Hindu karena pakaian mereka terkadang mirip pandita Hindu dan sebutan mereka agak mirip agamawan Hindu. Romo Pandita boleh menikah dan biasanya memiliki pekerjaan lain untuk menghidupi keluarganya. Profesi mereka beragam ada yang menjadi buruh bangunan, tukang batu akik, supir mobil pickup, dokter, guru, pedagang pasar, sampai jaksa.
Seorang Romo Pandita Tradisi Theravada di Kendal tengah memimpin puja bakti
Para Romo Pandita Di Sumsel Dalam Acara Doa Bersama
Seorang Romo Pandita Tradisi Vajrayana di Yogyakarta Tengah Memimpin Ritual
Macan Dahan Kalimantan
Macan dahan kalimantan (Neofelis diardi) adalah kucing terbesar di Kalimantan, satwa endemik di Kalimantan dan Sumatra. Sifat dan kebiasaan macan dahan agak sulit teramati karena sifatnya yang pemalu dan suka bersembunyi tapi bisa kita pastikan mereka pemakan daging, banyak menghabiskan waktu di pohon dan mampu bergerak lincah dengan tubuh mereka yang ramping. Macan Dahan Kalimantan memegang peran penting di mitologi Dayak Kayatn yang mendaku bahwa matjan daan (macan dahan) adalah perwujudan dari Togukng (roh-roh penjaga hutan). Selain mewujud sebagai matjan daan, Togukng juga bisa mewujud sebagai manusia, owa-owa (sejenis kera berbulu hitam), bekantan, orangutan dan aneka satwa lain. Namun perwujudan paling sering adalah matjan daan.
Japamala
Tasbih umat Hindu dan Buddha (tradisi Mahayana dan Vajrayana). Biasa disebut mala saja di kalangan umat Buddha Mahayana dan Vajrayana serta japamala di kalangan umat Hindu. Japamala terdiri dari biji-biji yang terbuat dari tulang, genitri, kristal, batu alam, kayu wangi, bahkan ada yang dari plastik (meski amat sangat tidak disarankan!). Jumlah biji japamala minimal 18 dan jumlah yang paling ideal adalah 108, yang mana 108 biasanya adalah jumlah minimal sebuah mantra khusus diucapkan. Penjapaan dengan japamala ini kira-kira maksudnya sama dengan orang Katolik yang berdoa Rosario dan umat Muslim yang berzikir dengan tasbih 99 biji.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top