BAB 7.4 : MAMON

Mamon (gambar nyomot dari : http://thedurrrrian.deviantart.com/art/my-tacky-gold-monster-is-AU-some-480826282)

Akademi Kumala Santika, 4 jam yang lalu.

Ketika Pusaka datang subuh itu ke basement markas Lokapala, ia bermaksud hanya melakukan inspeksi rutin terhadap kondisi basement tapi siapa nyana yang ia dapati malah sebuah kejutan. Secara iseng dia memeriksa rekaman video yang diambil robot penyadap di rumah wanita bernama Eva Ulina Siagian yang diduga melakukan penipuan. Pusaka hanya melihat sekilas, melakukan skip pada menit-menit awal langsung menuju ke menit ke-20 dan di sana ia melihat peristiwa menakutkan.

Seorang wanita muda datang pada Eva di tengah malam, pakaiannya gaun sutra merah muda, wajahnya dipulas make-up tipis dan bibirnya dipulas lipstik merah menyala. Matanya menyiratkan kemarahan ketika masuk ke ruang tamu Eva. Namun Eva yang entah bagaimana pagi-pagi buta itu masih mengenakan setelan blazer rapi malah menyambutnya dengan senyuman bersama dua pegawainya yang entah bagaimana belum juga pulang ke rumah mereka.

"BU EVA!" wanita muda itu menudingkan jari telunjuknya ke arah Eva, "SAYA MINTA IBU KEMBALIKAN UANG SAYA SEKARANG JUGA!"

"Tenang Mbak, tenang! Mari duduk dulu, kita bicarakan ini dengan kepala dingin," ujar Eva sembari menarik sebuah kursi dan gerakan tangannya mempersilakan sang tamu duduk di sana.

"SAYA TIDAK BUTUH KEPALA DINGIN, BU! SAYA BUTUH UANG SAYA! ENAK SAJA IBU DENGAN ENTENGNYA MENGHILANGKAN 300 JUTA MILIK SAYA! SUAMI SAYA MARAH BESAR! DIA ANCAM AKAN CERAIKAN SAYA KALAU SAYA GAGAL MENGEMBALIKAN UANG ITU MALAM INI JUGA!"wanita muda membalas dengan nada tinggi.

"Oh, jadi Mbaknya hampir diceraikan suami Mbak ya? Aduh saya turut prihatin!"

"Nggak usah sok perhatian Bu! Mana uang saya?! Mana?!"

"Mbaknya duduk dulu, kalau Mbaknya tidak duduk bagaimana kita bisa bicara soal pengembalian uangnya!"

"SETAN! Nggak usah banyak cing-cong, Bu! Kembalikan uang saya malam ini juga atau ... DHANU!"

Seorang pria kekar berotot pejal dengan kepala plontos dan mengenakan kacamata hitam masuk bersama tiga orang pria kekar lainnya. Semuanya mengenakan kaus hitam ketat yang jelas-jelas menunjukkan bagaimana bagusnya otot-otot mereka terbentuk. Wajah mereka tidak ramah, garang dan marah seperti wanita itu.

"Kalau Ibu tidak mau kembalikan uang Nyonya malam ini juga," pria botak yang dipanggil sebagai Dhanu itu menuding Eva, "maka akan saya patahkan semua tulang Ibu dan pegawai-pegawai Ibu!"

Di luar dugaan, Eva sama sekali tidak gentar, dengan senyum terkembang, Eva malah menjawab enteng, "Wah, wah, wah. Mbaknya ternyata tidak datang untuk bicara baik-baik tapi malah main kasar ya? Oke! Saya layani kok kalau mau main kasar."

"SETAN!" wanita itu makin emosi, "Dhanu! Hajar mereka!"

Dhanu maju bersama tiga rekannya. Tiga rekannya mencengkeram kerah baju dua pegawai Eva sementara Dhanu tanpa ba-bi-bu langsung mengarahkan bogem mentah ke wajah Eva. Bogem itu kena telak, tapi segera saja Dhanu tampak meringis dan menarik kepalan tangannya yang kini berdarah-darah sementara wajah Eva jangankan lebam, make-upnya luntur pun tidak.

"Aarrrghh!!" Dhanu mengerang dan menatap Eva dengan benci, "Macam apa ini kepala? Keras!"

"Dhanu dan Mbaknya," Eva menyunggingkan senyum, "Masih ingat kan dengan ayat, 'Ikatlah Persahabatan Dengan Mamon[4]? Mbaknya mengikat persahabatan dengan saya atas dasar Mamon, jadi janganlah Mbaknya mengkhianati saya karena Mamon. Karena sayalah Mamon!" Rupa Eva berubah, perlahan, tidak lagi wanita paruh baya bertubuh subur yang modis, namun kini berubah menjadi sosok yang jelas-jelas bukan manusia.

Sosok itu mirip manusia dengan seluruh tubuh berbalut emas yang tampak cair sekaligus padat dengan diselingi corak-corak berwarna perak. Kepalanya tampak berubah, tertutup topeng yang membentuk huruf 'V' yang melengkung ke kanan dan ke kiri di bagian puncaknya dan juga tampak sejumlah duri-duri emas di atas kepala Eva seolah menjadi mahkota bagi sosok Eva.

Dhanu dan wanita muda itu membelalak, dan mereka juga terkejut ketika tiga pengawal yang lain ternyata sudah rubuh ke lantai dengan posisi kepala terputar pada posisi yang tak lazim. Leher mereka dipatahkan oleh kekuatan cengkeraman di luar kemampuan manusia biasa dan dua pegawai Eva tampak menyeringai sebelum berubah menjadi sosok mirip Eva, manusia emas-perak namun tanpa 'mahkota' dan topeng.

"Apa-apaan?" Dhanu bergidik, ia langsung lari dengan menggamit Nyonyanya keluar dari rumah terkutuk itu. Tapi ternyata mereka kalah cepat.

Dua manusia emas-perak pengawal Eva segera melenting dan mencegat mereka di pintu masuk. Mereka melayangkan bogem mentah secara bersamaan ke arah wajah Dhanu dan Dhanu pun terhuyung mundur. Seketika itu pula Eva mengayunkan tangannya dan emas cair bak air bah mengalir dari tubuh Eva menyelubungi Dhanu dan Nyonyanya sampai seluruh tubuh mereka tertutup emas. Dua orang itu menjerit minta tolong di dalam selubung emas itu namun itu sia-sia, begitu Eva mendekat ke arah selubuh emas itu, selubung itu perlahan tapi pasti menyatu dengan tubuhnya. Dan di tempat bekas dua orang tadi berada kini kembali tampak sebagai lantai keramik yang bersih dan licin, seolah dua orang tamu tadi tidak pernah ada.

"Bagaimana dengan yang tiga ini, Nyonya?" tanya dua manusia-emas-perak yang berjaga di pintu.

"Kalian boleh makan mereka."

"GUSTI BATARA SING DUWE JAGAT – Tuhan Mahatinggi Sang Empunya Jagat!" kontan saja Kapten Pusaka ternganga melihat aksi makhluk itu. Saking ternganganya Kapten Pusaka butuh waktu 20 menit untuk mengontak Unit Lima tentang adanya aktivitas Kroda di EVA'S PROSPERITY.

******

Basement Markas Lokapala, 08.30 WITA

Mau tidak mau, Regina dan Panji juga terperangah melihat aksi Eva 'melalap' kliennya pagi tadi.

"Astaghfirullahaladzim ! Astaghfirullahaladzim!" Panji berkali-kali menyebut kata itu ketika ia menyaksikan aksi biadab Eva.

Regina tidak sereaktif Panji, tapi tetap saja dirinya tidak percaya kalau orang yang semula ia curigai hanya penipu biasa ternyata adalah sesosok Kroda.

"Kita panggil saja Kroda ini Mamon," kata Profesor Denny yang juga hadir di sana, "yang artinya 'harta benda' dalam kitab suci orang Nasrani. Oke, jadi kita punya bukti bahwa seisi rumah itu Kroda, tapi jelas kita tidak bisa langsung main hantam dan musnahkan mereka di lingkungan perumahan ini. Kita harus pancing Eva dan stafnya ke tempat yang sepi baru kalian berdua bisa musnahkan mereka."

"Cuma kita berdua, Prof?" tanya Panji.

"Yang lain belum sembuh benar. Nara kemarin nekat mencoba pakai zirah dan langsung tidak kuat melangkah pasca mengayunkan senjata 10 kali. Sitanggang masih terpincang-pincang, Ignas otot-otot tangannya masih belum pulih benar. Saya tidak mau mengambil resiko membuat mereka cedera lebih parah atau cedera permanen makanya saya tugaskan hanya kalian berdua semata."

"Doktor Samad juga menitipkan usulan," sambung Oka, "andaikan Kroda ini terlalu keras untuk ditangani, pancing mereka masuk ke dalam pabrik kimia binaan Unit Lima di ujung barat kota. Di sana ada persediaan bahan bernama aqua regia cukup banyak. Cairan asam campuran asam nitrit dan asam hidrolorit ini mampu melelehkan emas dan platinum dengan cepat. Ceburkan mereka ke sana dan mereka pasti meleleh."

"Jadi kita harus pancing mereka ke sisi barat kota ya?" ujar Pusaka.

"Saya setuju dengan usulan itu. Lebih cepat kita mulai lebih baik," kata Denny.

"Bagaimana cara memancing mereka?" tanya Regina.

"Begini," kata Denny sembari menekan sederet nomor di ponselnya lalu berbicara dengan orang di seberang sana, "Selamat pagi Ibu, perkenalkan saya Denny Sagita, profesor di Fakultas Rekayasa Teknik divisi riset Bioengineering Universtas Tanjung Paser. Saya di sini hendak minta waktu Ibu untuk menjelaskan mengenai program EVA'S PROSPERITY. Apa saya bisa minta tolong supaya kita bisa bertemu siang ini?"

"Oh bisa, bisa sekali Pak! Di mana?" jawab Eva dari seberang.

"Mohon maaf ya Bu, karena saya sedang meninjau suatu wilayah di barat kota, bisa tidak kita bertemu di Jl. XX nomor YY?"

"Oh bisa, bisa. Tidak masalah kok, Pak. Sampai ketemu!"

"Baik Bu, terima kasih ya?"

Lalu sambungan telepon diputus. Denny tampak melempar senyum kepada semua yang hadir dan entah dari mana Pusaka tiba-tiba nyeletuk, "Bapak bicara seperti orang telemarketer saja."

"Soalnya saya dulu pernah jadi telemarketer."

*****

Tanjung Paser, 13.00 WITA

Denny sudah tampak berdiri di pekarangan sebuah pabrik kimia yang baru setengah jadi di ujung barat kota. Wilayah sekitar pabrik tampak sepi dan lengang karena pabrik ini sendiri menempati lahan yang amat luas. Denny tampak sendiri namun di sudut-sudut tersembunyi area itu sudah banyak prajurit TNI berzirah Kemlandingan bersiaga di sepenjuru. Di lantai dua bangunan pabrik tampak Panji dan Regina, dalam balutan zirah Lokapala mereka, telah bersiaga.

"Kalian sudah siap?" tanya Oka yang diposisikan di lantai tiga, tempat panel kontrol produksi berada.

"Sudah," jawab Regina.

"Lumayan," kata Panji, "asal jangan minta aku naik ke lantai tiga atau di atasnya lalu lompat dari sana."

Sebenarnya dua Lokapala itu hendak ditempatkan di lantai lima, namun karena mempertimbangkan Panji yang punya phobia ketinggian, maka mereka hanya ditempatkan di lantai dua sebab rencana penyergapan Denny mengharuskan dua Lokapala itu untuk melompat dan melumpuhkan dua pengawal Eva lebih dahulu sebelum membereskan Eva.

Eva datang lima belas menit kemudian, bersama dengan dua orang pengawalnya itu. Wajah mereka menunjukkan ekspresi tersenyum lebar. Wanita itu dengan segera mendekat ke arah Denny sambil menyalami profesor itu, "Selamat siang Pak, saya Eva, maaf agak sedikit terlambat, tadi agak sedikit bingung mencari lokasinya."

"Tak apa Bu Eva. Kebetulan saya di sini juga baru sampai. Nah, mengenai bisnis Bu Eva itu, saya mendengarnya dari teman yang katanya satu gereja dengan Bu Eva. Teman saya itu kebetulan yang punya pabrik ini. Tapi seperti Bu Eva bisa lihat, pabrik ini masih setengah jadi karena teman saya kekurangan modal. Karena itu teman saya mengajak saya – yang sejatinya diajak patungan modal di pabrik ini – untuk menanamkan modal di tempat Bu Eva dahulu sebelum melanjutkan pembangunan pabrik ini."

"Wah! Berapa kira-kira modal yang hendak Bapak dan teman Bapak butuhkan?"

"Kami masih kekurangan dana 16 Milyar untuk melengkapi mesin-mesin dan membangun fasilitas pengolahan limbah. Dana kami sendiri saat ini baru mencapai 10 Milyar. Bisakah dana itu Ibu kembangkan menjadi 16 Milyar dalam 3 bulan ke depan?"

"Oh! Eva akan berusaha sekuat tenaga Eva untuk mewujudkan impian Bapak. Tapi menurut pengalaman Eva, 3 bulan itu sudah lebih dari cukup untuk mengembangkan modal dengan skala sebesar itu."

"Saya senang mendengarnya, Bu Eva. Kalau begitu mari kita temui teman saya. Dia ada di dalam, di lantai tiga," kata Denny.

Eva kembali mengulaskan senyum lebar dan menyuruh dua pengawalnya turut serta dengannya masuk ke dalam. Mereka tampaknya sama sekali tidak curiga.

Begitu mereka tiba di titik yang ditentukan, tepatnya di pintu masuk utama, Denny memposisikan diri seolah-olah hendak menolong Eva yang memakai sepatu hak tinggi untuk menaiki tangga pabrik. Eva menyambut uluran tangan profesor itu dan itu membuat jarak antara dirinya dengan pengawalnya agak terpisah dan saat itulah dua Lokapala itu terjun menyerang dua pengawal tersebut.

"Sekarang!" seru Panji sambil melompat bersama Regina.

Sika Warak Panji sukses menancap di punggung seorang pengawal Eva sementara parang Regina segera menusuk leher pengawal yang lain. Eva terperanjat dan lebih terperanjat lagi ketika Denny melakukan sapuan kaki yang menjatuhkan dirinya ke lantai dan sebelum sempat bereaksi lebih jauh profesor itu segera berteriak, "Sekarang!"

Pusaka dan pasukannya segera muncul dari persembunyian mereka, memberondongi Eva dengan tembakan-tembakan dari senapan laras panjang mereka. Eva yang diberondongi tembakan-tembakan itu tak mampu mengelak dan segera saja rupa aslinya muncul. Sesosok wanita berbalut logam emas diselingi warna perak bermahkotakan duri-duri emas yang melayang di atas kepalanya.

"Nah! Terbongkar sudah wujud aslimu, Pendusta!" seru Ina Saar dari dalam zirah Regina.

Lokapala Kabaresi alias Regina segera maju menghadang Eva dan segera saja parang Kabaresi terayun. Eva menangkisnya dengan tangan kanannya dan tak hanya menangkis, tangan kiri Eva kini berubah menjadi sebentuk senjata tajam mirip pedang yang bersatu dengan tangan pemilikinya. Pedang tangan kiri Eva itu nyaris saja mengenai Regina kalau saja Regina tidak segera mengaktifkan Salawakunya untuk membentuk selubung pelindung. Eva mundur sejenak lalu mengibaskan tangan kanannya. Tangan kanannya segera berubah menjadi emas cair yang hendak mengurung Regina yang masih diam dalam posisi itu. Namun sebelum emas cair itu mampu menjerat Regina, Panji sudah pasang badan lebih dulu dengan mengayunkan pedang kembarnya secepat yang ia bisa hingga emas-semi-padat itu terpecah-pecah menjadi serpihan kecil.

"Ck!" Eva menyatukan kedua tangannya dan segera membentuk tali emas yang cukup panjang seperti tali tambang. Tali itu ia lemparkan ke arah Panji dan Regina meski keduanya langsung menghindari melihat adanya serangan.

Tapi ternyata tali emas tadi tidak dimaksudkan untuk menyerang mereka. Tali emas itu menjerat dua jasad pengawal Eva dan segera saja mereka bangkit hidup kembali dalam wujud manusia-emas-perak.

"Panji, Regina, pancing mereka ke ruang produksi. Aqua regianya sudah kusiapkan!" ujar Oka yang didengar kedua Lokapala itu via visor mereka.

"Oke! Ayo Re!" ujar Panji.

"Oke!" jawab Regina sembari mengeluarkan pistol dari kompartemen senjata di bagian betis kanannya dan menembakkan berkas-berkas laser kepada Eva.

Panji sudah bersiap naik tangga ke lantai tiga namun tiba-tiba tubuhnya terjerat oleh satu manusia-emas-perak yang langsung membanting Panji ke sudut bangunan.

"Panji!" pekik Regina ketika menyadari kawannya itu tengah dikeroyok manusia-emas-perak.

"Tak apa, kami di sini bisa atasi ini," ujar Pusaka yang turut membantu Panji dengan menembaki dua manusia-emas-perak itu, "Kau lekaslah ke atas!"

Maka Regina pun terus menembaki Eva – yang tampaknya hendak menolong dua pengawalnya – berkali-kali sampai perhatian makhluk itu teralih kepadanya.

Eva pun kini berbalik mengejar Regina, kaki-kakinya menapaki tangga dan menimbulkan suara berdenting sementara Regina juga menaiki tangga secepat mungkin sambil sesekali menembaki Eva.

Naas bagi Regina ketika ia sampai di lantai tiga, Oka yang keluar dari ruang kendali menyampaikan kabar buruk, "Tuasnya macet, listrik di sini tiba-tiba padam, komunikator bahkan tidak bisa menjangkau Panji dan Kapten Pusaka di bawah."

"Bagaimana sekarang?" tanya Regina, sementara langkah kaki Eva kini terdengar makin mendekat.

"Ada pengendali manualnya tapi aku butuh waktu 20 menit untuk melepaskan aqua regia di ruangan ini."

"Lakukan saja, aku akan menahan Mamon sampai kamu selesai!"

******

Ketika Eva menampakkan batang hidungnya di lantai tiga, Regina tampak mengacungkan parangnya dengan perasaan menahan gemuruh di dada, "Kala Ibu bersaksi di podium gereja saat itu, beta berpikir Ibu adalah sosok luar biasa. Tapi siapa sangka Ibu bukan manusia tapi Kroda?"

"Kroda? Ah? Itukah sebutan kalian untukku?" sahut Eva masih dalam rupa bukan manusianya, "Untuk apa jadi manusia jika tidak punya harta? Bukankah lebih baik menjadi Mamon asal punya harta? Segala yang ada di dunia ini perlu duit," kata Eva sembari menggesek-gesekkan ibu jari dan jari telunjuk kanannya sebagai isyarat 'uang', "Kala anak-anakku sakit tak ada yang membantu, kala anak-anakku kelaparan tak satupun orang yang peduli. Alih-alih membantu atau peduli semua orang mencibir dan berkata : 'Rasakan kau! Kalau kamu senang semua kesenangan itu kamu raup untuk dirimu sendiri, sekarang kamu jatuh dalam lembah penderitaan! Rasakan itu! Nikmati itu! Makan itu!'. Begitu mereka dengan kejam memperlakukan janda miskin seperti aku."

"Berarti segala kesaksianmu bohong! Dusta!"

"Tidak sepenuhnya," kata Eva, "aku pernah mencoba berdoa sepenuh hati kepada Tuhan, pagi-siang-malam, tapi apa jawaban Tuhan? Aku kehilangan pekerjaan sekali lagi, hutangku puluhan juta, para penagih hutang datang siang-malam ke rumahku dan satu dari mereka bahkan nyaris memperkosa anak bungsuku! Dalam kemiskinan hanya ada kehinaan dan kebinasaan, Tuhan hanya mencintai orang-orang yang ada di tempat terang dan tempat terang itu hanyalah bisa dicapai jika kita punya harta."

"Pada akhirnya aku didatangi seorang misterius. Tubuhnya terbalut jubah hitam dan memakai helm besi bertanduk dua. Ia menawarkan padaku : apakah aku menghendaki harta dengan imbalan jiwaku atau aku menginginkan hidupku tetap seperti ini dan jiwaku tetap jadi milikku? Tak usah dipikir panjang lagi, aku memilih pilihan pertama."

Regina rasanya sangat mengenali ciri-ciri orang yang mendatangi Eva di masa lalu itu, tapi ia hanya diam, ia ingin mendengar lebih banyak, "Orang itu mengatakan bahwa harta akan mendatangiku sampai akhir zaman, satu-satunya hal yang harus aku waspadai adalah orang-orang yang hendak mencelakai aku. Orang-orang tamak yang ingin duitnya segera kembali padahal mereka sendiri menandatangani surat perjanjian bahwa bisnis EVA'S PROPERTY adalah bisnis beresiko tinggi, high risk, high return yang artinya bisa saja suatu saat mengalami kerugian!"

Regina sudah tak bisa menahan luapan emosinya lagi, ia segera menghantam tubuh Eva dengan Salawakunya dan mendorongnya sampai ke pojok dinding, "Kemudian semua yang merugi karena bisnis Anda, Anda lenyapkan begitu saja? Seperti kita melenyapkan nyamuk atau kecoa?"

"Mereka yang merugi selalu menuntut ganti-rugi lebih banyak daripada apa yang hilang dari mereka dan aku sudah bersumpah untuk tidak jatuh miskin lagi! Anak-anakku harus lulus dari universitas mereka di Amerika Serikat sana! Mereka harus selalu kaya harta dan anak-anak mereka haruslah dibesarkan dalam kondisi demikian! Sebab tanpa harta hanya ada kehinaan dan kebinasaan! TAPI .... TAHU APA ANAK DOKTER KAYA MACAM KAMU SOAL ITU, HAH?!!!!" pekik Eva sembari meninju helm Regina hingga Regina terseret mundur beberapa langkah.

"Awas Re!" Ina Saat memperingatkan Regina ketika Mamon alias Eva kini menyerang dengan brutal dengan tangan kanan membentuk bola logam berantai dari emas dan tangan kiri membentuk sebilah pedang dari logam perak. Eva segera maju dan berkali-kali menyerang Regina dengan ayunan bola rantai atau sabetan pedang, namun gadis itu berkali-kali bisa berkelit.

"Tarikan Cakalele," ujar Ina Saar kepada Regina.

"Apa?!"

"Sudah, tarikan saja!"

Cakalele sendiri adalah tari tradisional Maluku yang lazim ditarikan para pria, namun Ina Saar bersikeras mengajari Regina tarian itu di masa pelatihan sebagai Lokapala dahulu. Gerakan khas yang Ina Saar tekankan saat itu adalah gerakan maju menyabet lalu mundur dengan parang terayun ke belakang sementara perisai diposisikan waspada di depan. Regina sempat berpikir bahwa menarikan tarian itu di pertempuran akan terasa amat konyol tapi ia menurut saja.

Satu gerakan maju sambil menyabet parang berhasil dihindari Eva dan Eva langsung membalas serangan, namun Regina segera mundur dan dengan mengikuti irama tari Cakalele, ternyata serangan kedua Regina tampaknya tidak diantisipasi oleh Eva. Satu sabetan besar kini melintang di tubuh Eva dari bagian bahu kiri sampai perut kanan.

"Dua puluh menit, Regina!" Ina Saar memperingatkan dan Regina pun mengambil posisi diam sementara Eva mulai mengeluarkan jurus andalannya lagi yakni selubung emas semi cair yang langsung menyelubungi Regina yang tengah berdiri tegak dan diam saja.

"MATI KAU BOCAH!" pekik Eva tinggi ketika ia merasa sudah berhasil mengurung Regina.

Dua detik kemudian terjadi kejutan. Dari langit-langit bangunan mengucur sejumlah cairan bening yang membasahi tubuh Eva dan juga selubung emas yang mengurung Regina. Semula Eva tidak merasa aneh dengan kehadiran cairan itu namun segera saja ia merasa aneh ketika cairan emas mulai meleleh turun membasahi lantai tempatnya berdiri dan ia lebih terkejut lagi ketika Regina perlahan-lahan terbebas dari kurungan emasnya.

"APA INI? AH! PANAS! PANAS!" pekik Eva ketika menyadari bahwa cairan bening ini mulai menggerogoti tubuhnya.

"Bu Eva ... ah bukan ... Mamon, ucapkan salam pada aqua regis alias air raja, air yang mampu melehkan emas dan platina yang notabene adalah penyusun tubuhmu," ujar Denny yang tiba-tiba muncul di lantai tiga.

"APA? Kurang ajar kau Profesor! Kau! Kau!" tapi sebelum ia mampu melangkah lebih jauh, tusukan parang Regina tepat di bagian jantungnya menghentikan langkah Eva.

"Istirahatlah dalam damai," ujar Regina ketika menarik kembali parang miliknya dan menyaksikan bagaimana perlahan sosok Eva kehilangan wujud Krodanya dan kini tampak seperti sesosok jasad wanita berambut sebahu yang telah mengering seperti mumi, alih-alih hilang lenyap seperti Kroda yang lain.


[4] Mamon = uang / harta benda

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top