BAB 7.2 : INFORMASI PALSU
Ina Saar adalah Usana wanita berkulit gelap yang dari bagian leher hingga wajahnya tertutup kain putih mirip kafan mumi. Pakaiannya mirip kaum prajurit Maluku tradisional dengan baju tanpa lengan putih berbahan kulit kayu serta celana terompah tebal warna hitam. Sebuah perisai Salawaku yang diukir dari kayu selalu ia bawa di tangan kirinya sementara sebuah parang tersampir di bahunya. Kelebihan Ina Saar daripada Usana lainnya adalah ia sangat lihai mencium adanya kebohongan dan muslihat. Prediksinya soal dua hal itu jarang sekali meleset.
Maka ketika Ina Saar mengatakan bahwa Ibu Eva Ulina Siagian itu pendusta Regina terombang-ambing antara mempertahankan sikap yang tidak mau asal tuduh atau percaya pada prediksi Ina Saar dan cepat-cepat pulang sebelum sesuatu yang tidak mengenakkan terjadi. Bukannya Regina benci pada gereja ini, tapi Ina Saar sangat tidak mentoleransi pendusta dan Regina tidak mau sakit kepala mendengar omelan Ina Saar apabila ia terus ada di sini.
"Marlin, kita pulang yuk!" ajak Regina pada Marlina tapi Marlina malah pasang tampang cemberut.
"Jangan dulu ah!" kata Marlina sembari menggamit tangan Regina dan sialnya Marlina malah membawa Regina mendekat pada sosok Ibu Eva itu.
"Bu Eva!" Marlina melambaikan tangan mencoba menarik perhatian wanita itu. Lambaiannya dibalas oleh Eva dengan seulas senyum dan sejurus kemudian sejumlah anak muda yang Regina lihat merupakan anak-anak tajir berkerumun mengelilingi Bu Eva.
"Bu Eva, ini Marlin mau setor 10 juta rupiah untuk bisnis bersama Bu Eva. Terus ini Bu, saya bawa teman saya, namanya Regina. Dianya mau saya ajak gabung tapi saya bingung jelasinnya Bu. Ibu bisa bantu jelasin?"
"Apa?" Regina hampir saja menjerit kalau tidak sadar bahwa meskipun auditorium hotel, ini juga berfungsi sebagai gereja.
"Beta rasanya tidak tertarik, Bu," jawab Regina singkat.
"Wah sayang lo Mbak!" celetuk seorang gadis berpakaian gaun hitam berhias bros mutiara yang datang pula untuk menyetor dana, "Titip dana di Bu Eva ini dalam 3 bulan bisa berlipat jadi tiga kali."
"Iya Mbak!" timpal Eva dengan memasang ekspresi senyum manis, "Jadi begini, saya punya bisnis namanya EVA'S PROSPERITY. Bisnis ini saya dirikan untuk menampung antusiasme kaum muda terutama kaum muda gereja ini dalam mengumpulkan modal untuk tujuan tertentu. Ada yang mau kuliah di US, Kanada, ada juga yang mau jalan-jalan ke luar negeri, atau dirikan kafe, atau melakukan kegiatan sosial. Semua itu bisa teman-teman ini lakukan. Caranya dengan menitipkan modal minimal 10 juta rupiah kepada saya. Saya nantinya akan mengumpulkan modal teman-teman ini ke dalam rekening khusus. Kalau uangnya cukup besar untuk membeli properti, uang teman-teman ini akan saya putar di properti, kalau hanya terkumpul 100 jutaan akan saya putar di valuta asing dan perdagangan logam emas berjangka. Dengan pengalaman dan keahlian yang saya miliki saya bisa minimal mendapatkan 10 kali lipat dari modal teman-teman ini dalam waktu 60 hari. 50% akan saya kembalikan ke teman-teman, 30% buat saya sumbangkan ke badan amal, 20% sisanya baru jatah saya dan tim saya."
Regina mengernyitkan dahi, ada sesuatu yang tidak beres dengan pembagian jatah itu terlebih karena Marlina agak ngotot memaksanya ikut program bisnis ini, "Terus kenapa Marlin sampai ajak-ajak beta kemari? Apa ada imbalan khusus jika ada teman yang berhasil diajak?"
"Wah! Mbaknya ini pintar sekali deh!" Eva langsung mengacungkan jarinya membentuk seperti pistol ke arah Regina.
"Iya dong Bu. Dia ini termasuk anak top di kelas lho!"
"Wah gitu ya? Hebaat!" Eva tampak bertepuk tangan dan senyumnya makin lebar.
Awas! Awas! Ose jangan lengah! Senyumnya palsu, dusta, berbahaya!
"Tipe-tipe seperti Mbaknya ini pantas deh kalau misalnya kuliah di luar negeri seperti Massachusets Institute of Technology, Yale University, University of Birmingham, atau Victoria University! Tapi kalau Eva tak salah dengar kan, beasiswa ke sana sekarang susah dicari ya? Kalaupun dapat mungkin saja dapat beasiswa yang bukan full-scholarship, artinya biaya hidup tidak ditanggung hanya SPP saja yang ditanggung. Nah, buat jaga-jaga nggak ada salahnya Mbaknya ikut program ini supaya kalau nggak dapat beasiswa penuh Mbaknya bisa tetap ke sana, kalau misalnya dapat beasiswa penuh, ya ini bisa untuk tambah-tambah di sana."
Eva tampak sekali punya program komisi bagi kliennya yang berhasil mengajak temannya, tapi jelas sekali ia menghindari topik itu dari pembicaraan.
"Bagaimana Mbaknya pasti mau dong?" goda Eva lagi.
"Beta ... tidak punya uang segitu, Bu," jawab Regina, meski sekedar 10 juta saja bisa ia kumpulkan kalau ia menabung uang sakunya sebagai Lokapala selama empat bulan.
"Ah Mbaknya ini suka bercanda rupanya, masa Papanya Mbak nggak punya uang segitu sih?"
"Kalaupun beliau punya, beta rasa beliau tak akan tertarik pada bisnis semacam ini, ayah saya seorang konservatif," Regina berusaha menolak sehalus mungkin, tapi apa lacur, Eva ternyata seorang marketing gigih yang telah ditempa pengalaman bertahun-tahun mengejar klien sampai gol. Segera saja Eva mulai melancarkan jurus andalannya : profit yang besar dalam waktu singkat.
"Gini aja deh, Mbaknya kan bisa lihat ini ada grafik ....," Eva langsung memunculkan hologram grafik pergerakan harga emas dan nilai tukar poundsterling terhadap dollar AS. "Dari grafik ini Mbaknya bisa lihat bahwa ini grafik saat ini bergerak turun ke level harga terendah dalam 3 tahun terakhir. Tapi pergerakan pasar valas dan emas biasanya akan mengalami yang namanya lentingan ketika sudah terlalu turun. Kala dia sudah terlalu turun maka harganya sudah pasti akan naik. Nah menurut analisa saya berdasarkan sejumlah indikator-indikator ekonomi dan analisa statistik harganya akan segera naik dalam 5 hari ke depan. Jadi kalau kita beli emas sekarang di poin 1089/lot dan 5 hari ke depan naik jadi 1100/lot maka kita dapat selisih 1100-1089 = 11 poin. Tiap poin bernilai 1 juta rupiah. Dalam seminggu profit kita bisa 11 juta rupiah. Nah itu 5,5 juta bisa Mbaknya ambil untuk Mbaknya sendiri. Lumayan kan?"
Mata para remaja yang mengerumuni Bu Eva tampak melirik ke arah Regina dengan tatapan bercampur antara rasa sebal sekaligus penuh harap agar Regina segera menyatakan 'ya' dan setuju untuk bergabung. Tapi Regina kali ini menjawab dengan nada tegas, "Maaf Bu, beta tidak tertarik."
Akademi Kumala Santika, 12.00 WITA
Regina masuk kamar asramanya dengan membanting pintu kamar sampai-sampai Nara yang tengah tiduran di sofa sambil mengoleskan entah ramuan apa ke bagian bawah perutnya yang memar terlonjak dan sebuah lumpang putih penuh gerusan tanaman hampir saja jatuh ke lantai.
"Ada apa sih Re?" tanya Nara.
"Marlin!" jawab Regina gusar, "Dia paksa beta ikut skema bisnis tidak jelas di gerejanya tadi."
"Yang harus setor 10 juta?"
"Kok tahu?"
"Ya soalnya aku juga ditawari!"
"Heh! Terus kamu suruh aku temani Marlin supaya biar aku aja yang ikutan ya?"
"Yah, aku sih mau ikutan tapi ayahku kan cuma tukang daging dan kamu tahu sendiri duit uang sakuku nggak kuterima penuh karena alasan tertentu," jawab Nara.
"Grafiknya," Nara mengamati kembali brosur holografik yang terpampang di arlojinya hasil kiriman Eva di gereja tadi, "sepertinya agak nggak masuk akal."
"Kamu mau tanyakan itu ke Oka?"
"Oka? Memangnya dia tahu soal grafik keuangan?"
"Tidak sih, tapi Oka punya hak istimewa tanya PR ke peneliti-peneliti Unit Lima. Coba saja temui Oka di basement. Yuk?"
*****
Dua remaja putri itu segera turun ke basement markas mereka di mana Oka tampak sedang mengerjakan PR dan ada Kapten Pusaka di sampingnya.
"Kalau posisi jungkat-jungkitya begini maka kamu harusnya hitungnya begini," Kapten Pusaka tiba-tiba tampak seperti guru privat baik hati ketimbang komandan Unit Lima, "Supaya dapat hasilnya sesuai kunci jawaban. Coba deh!"
"Errr ... kita kembali saja yuk?" Regina menoleh pada Nara dan Nara pun mengangguk tapi belum sampai mereka kembali ke atas, Pusaka sudah menoleh ke arah mereka.
"Kalian ada perlu sama Oka? Silakan! Nggak usah malu-malu meskipun ada saya!" ujar Sang Kapten.
"Err ... ya Kep," ujar Nara.
"Kami sebenarnya mau bertanya soal grafik ekonomi. Kami dengar Oka punya hak bertanya pada peneliti Unit Lima untuk memvalidasi informasi," sambung Regina.
"Oh, grafik ekonomi soal apa?" tanya Pusaka.
"Harga emas, apakah harga emas diperkirakan akan naik dalam lima hari ke depan?" tanya Regina.
Kapten Pusaka segera menekan beberapa tombol di panel kontrol dan layar monitor segera menampilkan grafik pergerakan harga logam-logam berharga dunia mulai dari emas, perak, sampai tembaga. Kapten Pusaka segera mengarahkan kursor pada layar untuk memunculkan indikator-indikator tertentu berupa grafik-grafik berwarna yang naik-turun seiring berjalannya waktu kemudian mengetik perintah di layar kecil warna hitam yang muncul di sudut layar besar dan segera sesudah itu deretan angka muncul di layar hitam tersebut sebelum akhirnya berhenti dan menunjukkan hasil dalam satu kata : LOW/NEGATIVE.
"Ada yang main-main dagang emas online ya? Suruh jual aja, harganya kemungkinan besar turun. Tidak akan naik dalam kurun seminggu ke depan," kata Pusaka.
"Itu berdasarkan pendapat para ahli?" tanya Regina.
"Tidak, ini berdasarkan sistem prediksi harga buatan LIPI dan Unit Lima. Akurasinya 94%. Para pakar biasanya akan punya banyak pendapat, tapi secara umum mereka pasti akan setuju dengan hasil ini."
"Uh-oh!" Regina baru sadar tentang potensi bencana yang akan dihadapi Marlina ke depannya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top