BAB 4.1 : ANAK KUCING

Tanjung Paser, 11.00 WITA

Gegar otak ringan.

Itu hasil diagnosa yang disampaikan dokter kemarin malam pada Sitanggang sebelum mengizinkan Sitanggang pulang ke asrama. Secara umum cederanya 'lumayan ringan'. Ia hanya perlu istirahat sebentar sebelum diizinkan masuk sekolah kembali. Pihak Unit V sendiri memperkirakan butuh waktu sekitar seminggu sebelum Sitanggang dapat kembali mengenakan zirah Lokapala. Rekannya, Panji, kondisinya agak sedikit lebih parah. Enam tulang rusuknya retak dan ia harus mengenakan bebat di dadanya untuk mempercepat pemulihannya.

*****

Serangan Mirah Rayek tempo hari benar-benar di luar perkiraan para anggota Unit Lima. Di satu sisi itu membuktikan teori Profesor Denny bahwa ada kecenderungan Kroda berevolusi menjadi semakin kuat, di sisi lain itu juga menghasilkan stigma negatif bagi Profesor muda tersebut karena zirah dan prajurit pilihannya yang ia gembar-gemborkan bisa menyelesaikan masalah Kroda di Tanjung Paser ternyata empat-empatnya tumbang hanya dalam dua gelombang serangan. Kehadiran Tatung, si nomor lima, memang dapat menyelesaikan masalah itu tapi tetap saja ada noda hitam di riwayat karir Denny sekarang. Beberapa pakar Unit Lima yang antipati pada Denny bahkan menuliskan kata-kata menyakitkan pada surat pengaduan mereka ke pusat. Bunyinya antara lain : "Kecongkakan dan narsisme Profesor Denny telah menjatuhkan sepuluh korban cedera. Delapan mengalami cedera ringan sementara yang dua mengalami cedera berat. Profesor Denny sebagai akademisi telah bersikap terlalu percaya diri terhadap hasil kerjanya sehingga tidak memperhitungkan resiko-resiko yang mungkin terjadi."

Denny tak dapat mengelak bahwa serangan Kroda tempo hari benar-benar di luar perkiraannya. Tapi sebelum ia sempat membela diri lebih jauh, cecaran dan makian sudah terlontar lebih dahulu dari para mulut dewan pakar yang menghubunginya via teleconference. Semua pakar yang bekerja di bawahnya hanya terdiam. Barangkali mereka antipati pada dirinya, barangkali juga mereka tidak bisa membangun argumen kuat untuk melawan opini para dewan pakar yang sudah lihai bicara dan lihai mencari-cari kesalahan orang itu.

Kemudian tanpa ia sangka Samad maju ke depan. Doktor paruh baya itu mengucapkan pembelaan di hadapan seluruh hadirin yang ada di sana. "Kita memang tak bisa membantah bahwa zirah Lokapala buatan Prof. Denny nyaris tidak bisa menangani masalah serbuan tempo hari. Tapi harap Tuan-Tuan ingat, untuk menciptakan zirah Kemlandingan dan Dwarapala kita sudah mengorbankan puluhan bahkan ratusan orang dalam perang melawan makhluk dari seberang ini. Penyempurnaan zirah Lokapala ini pun demikian adanya. Kita membutuhkan pengorbanan, tapi setidak-tidaknya untuk sebuah proyek percobaan, Denny sudah sukses membuktikan bahwa Lokapala bisa meminimalisir korban. Beri Denny kesempatan lagi dan saya yakin ia bisa melakukan hal yang lebih baik daripada saya."

Para dewan pakar tidak menanggapi lebih jauh tentang 'masalah Denny'. Sebaliknya mereka cepat-cepat menutup percakapan dengan mengatakan, "Kami menunggu hasil yang lebih baik dari Lokapala."

Kemudian percakapan teleconference itu pun berakhir.

Samad langsung membalikkan badan dan berjalan ke arah para staf lain yang masih terdiam saja, "Sudah-sudah, ayo bubar, kembali kerja!" begitu perintah sang Doktor.

Para staf itu langsung saja menuruti apa kata mantan pimpinan lama mereka itu sementara Denny kemudian menghampiri Samad dan berujar, "Terima kasih atas pembelaannya Dok."

"Saya membela kamu bukan karena kamu, tapi karena Lokapala adalah satu-satunya harapan kita melawan para Kroda untuk saat ini," jawab Samad ketus.

"Saya tahu itu, Dok. Tapi saya tetap mengucapkan terima kasih atas pembelaan Doktor barusan."

"Lupakan, satu saja nasehatku, jangan terlalu dekat dengan Dewan Pakar. Fokus saja pada pekerjaanmu."

*****

Kala para pakar-pakar Unit Lima tengah terlibat dalam perdebatan bernuansa politis itu, Sitanggang tengah menghabiskan waktu siangnya dengan berjalan-jalan di taman belakang asrama. Ia memang harusnya masih istirahat seharian tapi bukan Sitanggang namanya kalau bisa duduk diam saja seharian penuh. Sebenarnya ia bisa saja bermain game tapi Sitanggang sedang tidak ingin.

Angin sepoi-sepoi menggoyangkan pohon trembesi dan lamtoro yang meneduhi taman ini. Suara tonggeret bersahut-sahutan terdengar dari puncak-puncak pohon, sesekali terdengar pula kicauan burung yang turun ke bumi untuk mencari biji-bijian yang ada di atas tanah.

Dan di antara itu semua ada suara khas hewan favorit banyak orang yang terdengar.

"Miauw," kira-kira begitulah suara itu ditransliterasikan ke dalam ejaan bahasa Indonesia.

Banyak orang suka kucing. Setidak-tidaknya mungkin lebih dari 60% penduduk dunia suka saudara jauh dari macan dan singa yang ukurannya imut ini. Tak terkecuali Sitanggang.

"Pus!" begitu Sitanggang memanggil-manggil si pemilik suara yang belum tampak batang ekornya.

Suara mengeong lemah terdengar kembali menjawab sahutan Sitanggang. Sumber suaranya ada di balik semak bunga krisan kuning. Sitanggang berjongkok kemudian kembali berujar, "Pus! Meong!" untuk kembali memanggil si pemilik suara.

Satu sahutan "Meong!" kembali terdengar sebelum sesosok anak kucing berbulu kelabu muncul dari balik rerimbunan tanaman krisan. Matanya yang bulat coklat menatap Sitanggang dengan tatapan tanpa dosa sebelum menggosok-gosokkan badannya ke kaki Sitanggang. Sitanggang pun kemudian meraih si anak kucing dan menempatkannya sejajar dengan wajahnya sebelum membawa si anak kucing ke bangku taman di mana Sitanggang mengeluarkan sebungkus roti abon yang ia bawa untuk cemilan dan membaginya sedikit dengan si anak kucing.

Si anak kucing langsung melahap potongan roti itu dengan rakus sebelum kemudian mengengeong dan menatap Sitanggang lagi, minta tambah. Sitanggang pun tidak keberatan membagi rotinya lebih banyak.

*****

Lalu hari pun beranjak sore. Waktu telah menunjukkan pukul 14.30 dan Sitanggang pun beranjak menuju asrama. Si anak kucing sendiri sepertinya tidak rela ditinggal Sitanggang dan terus saja mengikuti Sitanggang berjalan kembali ke asrama. Teguran halus Sitanggang supaya si anak kucing itu pergi dan jangan mengikutinya sama sekali tak digubris. Anak kucing berbulu kelabu itu terus saja mengikuti Sitanggang sampai akhirnya Ignas menyapa Sitanggang di dekat pintu masuk, "Ah-hai Sitanggang! Bagaimana kabar ko?"

"Baik, lae bagaimana?" balas Sitanggang.

"Sakitnya sudah tuntas semua! Hei, ko sudah ketemu dengan Nara?"

"Nah, belum. Aku baru diijinkan pulang pagi tadi. Panji sih masih disuruh istirahat."

"Ko harus lihat rekaman aksi Nara tempo hari! Sungguh di luar normal!"

"Memangnya kita normal?"

"Ha! Kita masih normal dibanding Nara! Usana punyaku saja tak bisa bikin aku jadi pemburu macam Nara!"

"Hai!" tiba-tiba Regina menyela perbincangan mereka, "Ngomongin apa?"

"Bukan apa-apa," kata Sitanggang sembari membungkuk dan membelai anak kucing yang masih saja berputar serta menggosok-gosokkan kepalanya di kaki Sitanggang itu.

"Kucing kamu?" tanya Regina.

"Bukan," jawab Sitanggang, "dia hanya ikut saja."

"Hei, kucingnya lucu," timpal Nara yang baru saja datang.

Begitu melihat Nara, si anak kucing tiba-tiba melompat mundur, lalu memasang posisi awas, bulunya berdiri dan mulutnya menggeram sebelum akhirnya pergi meninggalkan kawanan remaja itu.

"He-hei! Tunggu!" Sitanggang berusaha mengejar si anak kucing tapi si anak kucing sudah menghilang di area taman.

Semua yang menatap perilaku si anak kucing itu keheranan sebelum mata Sitanggang, Ignas, dan Regina tiba-tiba melirik ke arah Nara. Yang dipandangi seperti itu menjadi gugup dan langsung bertanya, "Apa?"

"Kamu apain anak kucing tadi?" tanya Regina.

"Ng-nggak kuapa-apain kok," jawab Nara.

"Tapi kok dia kayak ketakutan begitu?" sahut Sitanggang.

"Ko tidak bawa kumpang kan?" timpal Ignas. Di antara Lokapala yang lain Ignas dan Nara memang memiliki kultur yang 'paling dekat' karena Usana mereka sama-sama berlatar pemburu suku pedalaman. Dan Ignas pula yang paling paham di antara yang lain tentang keberadaan kumpang – sarung mandau – yang konon bisa mengusir segala binatang buas – dan terkadang .... binatang peliharaan yang masih berkerabat dengan binatang buas contohnya semisal anjing dan kucing.

"Tidak Ignas! Mandauku tidak punya kumpang!"

******

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top