BAB 3 : SI OM KAPTEN
Setahun sesudahnya
Pusaka sudah lama tidak menemui Pasekan dan istrinya, Tantri. Komunikasi yang ia lakukan selama ini hanyalah sebatas via aplikasi pesan instan atau media social meskipun tempat tinggal mereka tidak begitu jauh. Hal ini banyak disebabkan masing-masing tenggelam dalam kesibukannya sendiri. Pasca dinaikkan pangkatnya, apalagi dengan statusnya sebagai orang yang pernah terlibat dalam operasi pemberantasan gerakan separatis, Pusaka nyaris tidak punya waktu untuk keluarga dan dirinya sendiri akibat sederet penugasan singkat ke berbagai daerah yang mana ia selalu terlibat dalam berbagai operasi baik yang berupa simulasi latihan atau pembinaan prajurit bahkan sesekali kembali bekerjasama dengan orang-orang Dakara dari daerah lain.
Meski begitu, ada kerinduan sendiri bagi Pusaka untuk bertemu dengan Pasekan. Karena itu mumpung dia sedang ada cuti sekaligus hendak mengajak istrinya jalan-jalan, maka diputuskanlah dirinya akan menginap semalam-dua malam di tempat Pasekan. Tapi ketika sampai di tempat Pasekan, ia mendapati Pasekan tengah keluar kota. Yang menjaga penginapan miliknya adalah orang-orang kepercayaannya yang dulu juga turut andil dalam penumpasan kelompok 'Abdi Sang Ratu Adil'.
"Tapi Bapa*) Pasekan kembali besok. Kalau Mbok Tantri nanti sore juga kembali. Masih jemput orangnya."
====
*)Bapa dibaca Bape, artinya Bapak.
Mbok = panggilan untuk wanita yang lebih tua tapi tidak terlalu tua
Orang = anak
====
"O ya sudah Bli. Kalau gitu kami menginap dulu sajalah Bli. Nanti malam ada pertunjukan apa?"
"Nanti malam ada Wayang Cenk Blonk," ujar si resepsionis, "kalau Bli Pusaka mau duduk paling depan, nanti tiyang siapkan kursinya dulu."
Belum sempat Pusaka menjawab, suara sapaan seorang wanita terdengar dari belakangnya, "Eeee, Kapten Pusaka. Wah! Mau ke sini kok tidak bilang-bilang!"
"Eeee, Mbok Tantri, apa kabar Mbok?" Pusaka langsung menyalami Tantri yang tengah menggandeng anak lelaki berseragam kelompok bermain yang pipinya tampak agak memar.
"Mbok Tantri, kenalkan ini istri saya, Laksmi!"
"Woo, akhirnya kita bisa bertemu juga ya Gek!" ujar Tantri kepada Nyonya Pusaka.
"Iya, Mbok. Setelah sekian lama hanya bertemu di dunia maya," Nyonya Pusaka dan Tantri pun saling bercipika-cipiki.
"Wah siapa jagoan kecil satu ini?" tanya Pusaka ketika melihat anak yang digandeng Tantri tampak mendengus kesal.
"Oh ini anak kami, namanya Oka. Ayo Oka, salaman dulu sama Oom dan Tante!"
Anak yang dipanggil Oka itu diam saja, tampaknya masih kesal karena suatu hal dan malah berlari masuk rumah tanpa permisi.
"Ah maaf, maaf! Anak itu memang agak tidak sopan!" ujar Tantri sebelum berseru-seru memanggil anak lelakinya itu.
"Ah nggak apa-apa, Mbok. Namanya juga anak-anak!" jawab Laksmi sembari tersenyum lebar.
Dan pada hari itu, adalah awal perjumpaan suami-istri Pusaka dengan bocah bernama Oka.
*****
Oka adalah anak yang serba ingin tahu, aktif – bahkan boleh dibilang kadang terlalu aktif, dan banyak bertingkah aneh-aneh. Belum setengah hari Pusaka berada di penginapan tersebut, ketika sore harinya Pusaka yang sedang duduk-duduk sambil membuka-buka tabletnya di area pujasera penginapan ia mendapati kepalanya berkali-kali kena timpuk sesuatu. Ketika ia menengok ke bawah untuk mengetahui apa yang menimpuknya, ia mendapati sejumlah besar buah kecil berwarna keunguan sudah berserakan di lantai.
Lalu sayup-sayup ia mendengar suara, "Psst, psst! Om! Om Kapten! Tolong dong!"
Pusaka lantas mendongak ke atas dan betapa terkejutnya dia mendapati Oka tengah bergelantungan di atas dahan pohon jenitri yang memang banyak tumbuh di sekitar area pondok penginapan ini.
"Ngapain kamu di situ?" tanya Pusaka keheranan mendapati anak yang belum genap 6 tahun itu sudah bertengger di atas pohon.
"Tolongin dong Om Kapten! Oka nggak bisa turun nih!"
Pusaka hanya bisa geleng-geleng kepala, "Sebentar ya, Om pinjam tangga dulu."
"Aduh Om!" Oka sedikit menjerit, "Jangan dong! Nanti Meme tahu Oka naik pohon lagi bisa dihukum Oka nanti!"
====
Meme = Ibu
====
Pusaka hanya bisa garuk-garuk kepala sebelum akhirnya melepas alas kakinya lalu ikut memanjat pohon itu dan tak sampai lima menit, akhirnya ia berhasil meraih tubuh bocah itu dan langsung meloncat dari atas dahan.
Pusaka sukses mendarat dengan selamat tapi bocah bernama Oka itu langsung menggeliat minta dilepaskan. Begitu Pusaka melepaskan rangkulannya, bocah laki-laki itu langsung mengucapkan terima kasih sambil berlari ke arah bagian dalam kantor manajemen pondok.
Pusaka kembali duduk dan membuka-buka berita di tabletnya ketika istrinya akhirnya datang dan duduk bersama dengannya untuk mengobrol santai.
Tak lama setelah istrinya duduk, bocah laki-laki bernama Oka itu datang menghampiri meja mereka dengan membawa sebuah cawan besar berisi sesuatu yang mirip es campur. Bocah itu membawanya dengan amat-sangat-hati-hati sebelum menyodorkan cawan berisi es itu kepada Pusaka.
"Ini buat Om Kapten!" ujar Oka.
"Matur suksma!" sahut Pusaka sembari menerima cawan yang ternyata berisi es ancruk itu.
"Buat Tante mana?" goda Laksmi pada bocah lima tahun itu.
"Ih Tante kan nggak nolong Oka turun dari atas pohon, jadi nggak bakal Oka kasih!" jawab Oka.
"Oka, kasih juga dong ke Tante. Nanti kalau nggak Om bilangin ke Ajik dan Meme lo kalau Oka tadi nakal."
Bocah itu tidak menjawab, tapi tampaknya dia ketakutan benar bakal kena marah, maka dari itu dia cepat-cepat berlari kembali ke dalam sambil berseru-seru, "Biang! Biang! Minta es ancruknya satu lagi dong!"
=====
Biang = ibu, digunakan Oka untuk menyebut wanita dewasa yang bukan ibu kandungnya.
=====
"Adaw!" Pusaka menjerit kecil ketika istrinya tiba-tiba mencubit tangannya.
"Mas jahat, ih! Aku kan cuma mau goda anak itu. Kenapa juga Masnya malah ngancam?"
"Aku nggak ngancam kok, Dik. Aku kan cuma godain dia juga."
Lalu keduanya tertawa.
******
Malam itu, di halaman depan pondok, sebuah panggung telah didirikan, sebuah layar telah dibentangkan, dan para penonton – kebanyakan turis asing – tampak berebut untuk duduk di kursi paling depan.
Kemudian lampu dipadamkan, sebuah proyektor menayangkan slide berisi keterangan mengenai pementasan tersebut dalam bahasa Inggris untuk membantu para turis asing yang tidak paham bahasa Indonesia agar lebih memahami esensi dari pertunjukan ini. Bersamaan dengan itu, di balik layar kelir, sang dalang menyalakan lentera.
Api lentera menimbulkan bayangan dua sosok bertubuh aneh. Namanya I Klenceng dan I Keblong, begitu sang dalang dan layar proyektor memberikan penjelasan. Kemudian dialog keduanya pun dimulai.
I Klenceng : "Blong! Blong pinjam duit dong! Gajiku belum turun nih! Istriku butuh uang belanja."
I Keblong : "Waduh Nceng! Aku ya lagi nggak punya duit! Lagian kenapa sih? Barusan juga awal bulan. Masa sudah nggak duit sih?"
I Keblong : "Nah itu masalahnya Nceng! Tadinya aku punya duit."
I Klenceng : "Terus?"
I Keblong : "Terus mobilku ditabrak orang."
I Klenceng : "Lagi? Ini sudah yang kelima puluh kalinya lo mobilmu ditabrak orang lo!?"
I Keblong : "Ya itu Nceng, aku bingung gimana tuh caranya supaya mobilku nggak ditabrak orang lagi?"
I Klenceng : "Aku punya cara deh!"
I Keblong : "Gimana?"
*Terjadi adegan wayang Klenceng menempel stiker ke wayang mobil*
*Timeskip 1 minggu*
I Klenceng : "Nah gimana, mobilmu sudah bebas dari tabrak-menabrak kan?"
I Keblong : "Iya sih! Tapi ya jangan tulisannya begini juga dong! Masa kamu tempel stiker 'Mobil ini belum lunas, jangan ditabrak dulu dong!'"
I Klenceng : "Lhaaa memangnya kenapa?"
I Keblong : "Aku ngaku ke istriku kalau mobilnya sudah lunas, dibantu uang dari mertuaku."
I Klenceng : "Terus?"
I Keblong : "Tapi aslinya aku bayarnya kredit. Duit dari mertuaku aku pakai untuk hal lain?"
I Klenceng : "Yaaa?"
I Keblong : "Jadinya sekarang aku dipecat jadi menantu, tolol! Gara-gara kamu!"
*Terjadi adegan kejar-kejaran antara I Keblong dan I Klenceng*
I Klenceng : "Lah, lah, lah, yang nilep duit siapa, yang disalahin siapa?
Lalu pertunjukan diakhiri, semua pengunjung tertawa, selain karena intonasi suara Keblong dan Klenceng yang lucu layaknya punakawan di wayang Jawa, juga karena urusan mobil belum lunas tadi.
Di sisi lain, di kursi paling depan, Pusaka dan Pasekan yang duduk bersebelahan terlibat pembicaraan serius.
"Kita ditugaskan bersama lagi Gus. Berangkatnya besok malam, ke Gunung Wilis," ujar Pasekan sembari menyerahkan tablet berisi info misi.
"Masalah yang sama seperti yang kita tangani dulu?"
"Ya, bedanya kasusnya agak lebih parah. Dakara Jawa Timur meminta bantuan seluruh Dakara di Bali juga dukungan sejumlah batalyon. Kita akan melakukan penyisiran dan pengepungan besar-besaran."
"Apa yang mereka lakukan di Wilis?"
"Mereka hendak membangunkan Calon Awrang!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top