BAB 3.6 : KEMBALI TERLUPAKAN
Basement Unit V, 02.00 WITA
Hari sudah hampir subuh ketika Tatung tiba di basement tempat Lokapala yang lain meletakkan zirah mereka. Oka – yang sebetulnya sudah mengantuk – memaksa membuka matanya lebar-lebar karena penasaran, gadis macam apa yang ada di balik zirah Tatung. Ia memburu musuhnya bak macan yang memburu mangsanya. Gigih dan pantang mundur. Berbeda dari empat rekannya yang lain.
Pukul dua lewat, jip yang mengantar Tatung masuk ke garasi basement. Prajurit yang bertugas mengantar Tatung melapor sejenak pada Kapten Pusaka dan Prof. Denny sebelum mohon diri sementara Tatung tampak berdiri tegak di dekat jip, seolah enggan mendekat.
"Ayo kemari Nara," ujar Prof. Denny sembari memberi isyarat pada Tatung untuk mendekat, "Biar kukenalkan, ini Kapten Pusaka. Kapten, ini Nara Sanja, Lokapal Tatung!" ujarnya sembari menepuk bahu Pusaka diiringi bisikan, "Mohon dimaklumi Kep, anak ini sangat pemalu jika bertemu orang baru."
Tatung pun meletakkan kedua tangannya di sisi kiri dan kanan helmnya lalu perlahan membukanya sebelum menjabat tangan Pusaka. Dan di balik helm itu Oka melihat seorang gadis keturunan Tionghoa dengan kulit kuning, mata yang sedikit sipit, dan rambut yang dipotong pendek bak anak lelaki. Gadis bernama Nara itu menyambut jabat tangan Pusaka dengan malu-malu sebelum berujar, "Di mana saya harus taruh zirah ini Prof?"
"Ah, di sana. Oka, tunjukkan tempatnya."
Yang diberi perintah masih terpaku takjub dan tak segera bergerak sebelum perintah kedua datang dari walinya sendiri.
"Oka!"
"Ah! Iya! Siap Kep!" lalu buru-buru saja remaja berkacamata itu menunjukkan tabung penyimpanan milik Tatung.
*****
Akademi Kumala Santika, 14.00 WITA.
Cedera Regina dan Ignas tidak terlalu parah sehingga mereka sudah bisa masuk sekolah hari ini. Hal berbeda dialami oleh Sitanggang dan Panji. Sitanggang mengalami gegar otak ringan sementar dua tulang rusuk Panji retak, membuat dua remaja itu harus menjalani bed rest selama beberapa hari. Nara sendiri mulai masuk sekolah hari ini. Seperti yang Denny bilang, gadis itu memang agak canggung selama seharian ini. Berbeda 1800 ketika ia memburu Kroda semalam.
Oka memperhatikan Nara terus sedari tadi malam. Ada sesuatu yang menarik dari Nara. Sesuatu yang membuat Oka merasa harus mengenal gadis itu lebih dekat. Apa ini yang namanya tertarik (menjelang jatuh cinta)? Oka belum tahu. Oka sendiri hanya merasa aneh kenapa ia sebegitu intensnya memperhatikan Lokapala baru itu melebihi Lokapala yang lain dan ketika siang itu ia menghadiri kegiatan klub sastra pun ia sampai tidak terlalu memperhatikan pembacaan sajak balada karya temannya Asyifah, tentang legenda Merah Mege dari Tanah Gayo, Aceh.
"Datang Merah Mege membawa tombak
Tombak sakti, katanya pada sang nenek
Berkata neneknya, "Bermainlah di kebun selagi Nenek membuat kue!"
Merah Mege pun patuh.
Nenek pun kembali mencuri milik Merah Mege
Tapi kali ini riwayatnya tamat
Tombak menusuk jantung si nenek jahat
Dan segala hak milik Merah Mege pun kembali," begitu Asyifah mengakhiri bacaan sajak karyanya.
Tepuk tangan terdengar dari seluruh anggota klub yang hadir minus Oka yang masih saja terbayang-bayang wajah Nara. Kalau saja Sudarta tidak menyenggol perutnya, Oka pasti sudah jadi satu-satunya anggota klub yang tidak bertepuk tangan.
"Ada satu pertanyaan dari saya, Mbak Asyifah," kata Sudarta sembari mengacungkan tangan.
"Silakan Saudara Sudarta," ujar Asyifah.
"Siapa nama nenek Merah Mege?"
"Tak ada yang tahu, Saudara Sudarta, tak ada yang tahu. Mungkin moyang-moyang orang Gayo yang menyusun cerita ini menganggap nama pencuri seperti nenek itu tak pantas diingat-ingat."
Sementara Oka kembali asyik dengan lamunannya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top