BAB 3.4 : NARA
Markas Unit Lima, Tanjung Paser, Kaltim, 16.00 WITA
"Hei, Kep," Prof. Denny tampak memasuki ruang kerja Kapten Pusaka tanpa mengetuk lebih dahulu. Pusaka yang terkejut akan kedatangan atasannya itu bahkan sampai tersedak teh panasnya sendiri sampai terbatuk-batuk selama beberapa waktu.
"Ada apa ... Prof?" tanya Pusaka usai batuk-batuknya tuntas.
"Kehilangan barang berjamaah ternyata bukan terjadi di unit kita saja. Sepenjuru kota melaporkan kehilangan tas atau dompet berjamaah," kata Denny.
"Eh?" Pusaka terperanjat ketika melihat data jumlah laporan kehilangan yang masuk kepada polisi kemarin. Ada sekitar 500 ribu orang melaporkan kehilangan tas atau dompet mereka dalam rentang seminggu ini.
"Ini jelas bukan aksi copet massal kan?" kata Denny sembari menyodorkan berkas laporan itu pada Pusaka.
Pusaka mengambil berkas itu, "Jelas bukan. Segala yang ganjil di kota ini pasti ada hubungannya dengan .... ."
"Kroda!" seru Denny dan Pusaka bersamaan sambil saling tunjuk.
"Berarti kita harus intensifkan patroli," kata Pusaka.
"Tidak, tidak. Jangan diintensifkan. Konsentrasikan saja di satu titik," kata Denny.
"Di mana?"
"Gudang F-3 di sisi barat kota."
Dahi Pusaka mengernyit, "Atas dasar apa Profesor meminta unit kita berjaga di sana?"
"Firasat Kep, firasat!" jawab Denny serius.
*****
Apa yang Mirah Rayek barusan dapatkan hari ini tampaknya akan menjadi tiket kebebasannya. Tadi ia menyaru sebagai peminta-minta sekali lagi dan berhasil mencuri tas milik seorang yang tampaknya seorang cendikia. Di dalam tasnya ia temukan kartu pass yang dari instingnya menilai berharga atau tidaknya suatu benda ia nilai sebagai benda yang akan menghantarkannya kepada sesuatu benda yang amat berharga. Dengan kemampuan merasakan rekam jejak masa lalu yang tercetak pada benda itu ia dengan mudah menentukan kira-kira di mana benda itu tadinya tersimpan.
Mirah Rayek tak lagi membuang waktu. Hasratnya untuk segera lepas dari kedua Purusa itu serta kekagumannya yang tidak habis-habis akan keindahan kota ini membuatnya segera mengenakan pakaian terbagusnya lalu turun ke bawah, memanggil taksi dan segera menuju ke bagian barat kota itu.
*****
Sementara Pusaka langsung turun ke basement untuk mengkoordinasikan Panji dan Sitanggang, Denny langsung melakukan panggilan video kepada seseorang menggunakan layar di ruang kerja Pusak. Layar mirip layar televisi flat itu langsung menampilkan sosok seseorang yang wajahnya tak terlihat dengan jelas karena berada di tempat yang gelap.
"Nara, kamu sudah tiba?" tanya Denny pada lawan bicaranya.
"Ya," terdengar suara seorang perempuan muda dari seberang sana.
"Aku minta tolong kau datang ke koordinat ini," Denny menyentuh layar itu dan sebuah peta-mini muncul di bagian yang Denny sentuh.
"Siap Profesor, lalu saya harus apa?"
"Kalau Panji dan Sitanggang tidak bisa tangani apapun yang muncul di sana, pastikan orang atau makhluk apapun itu jangan sampai kabur."
"Siap Prof," kata lawan bicaranya dan panggilan itu pun berakhir.
*****
Gudang F-3, Instalasi Unit V, Tanjung Paser Barat, 19.00 WITA
Denny datang ke Tanjung Paser bukan hanya membawa dirinya seorang saja. Bersama kedatangannya tiba juga dua buah kontainer besar yang diangkut via pesawat angkut TNI. Isinya adalah instrumen berupa mesin raksasa berwarna abu-abu yang penuh dengan pipa dan kabel. Konon itu adalah mesin yang mampu meniadakan atau setidaknya mengurangi frekuensi kemunculan makhluk dari seberang alias Kroda.
Mesin itu sukses mengurangi frekuensi kemunculan Kroda di tempat lain namun tidak terlalu efektif di Tanjung Paser. Todak dan Orang Bati masih sering muncul dari Pantai Timur dan celakanya lagi ada beberapa Todak sempat memasuki kota melalui jalur sungai. Untung saja tidak ada warga sipil yang menyadari keberadaan makhluk itu.
Meski dirasa kurang efektif, Denny tetap menempatkan mesin itu di sisi barat kota dan secara teratur masih menembakkan gelombang frekuensi rendah ke arah pantai dengan harapan suatu saat tidak akan ada Kroda lagi yang muncul dari Pantai Timur.
Sejauh ini usahanya itu dinilai gagal oleh atasan-atasannya. Namun satu hal yang Denny dan para atasannya tidak tahu adalah para Kroda merasakan dampak besar dari tembakan gelombang frekuensi rendah tersebut. Melangkah di dunia manusia menjadi makin berat. Para layon yang biasanya bisa melangkah sampai ratusan meter dari bibir pantai kini banyak terhenti sejauh dua puluh meter saja dari bibir pantai. Orang Bati tidak lagi nyaman beterbangan di dunia manusia dan Todak tidak lagi merasa nyaman berjalan di darat, mereka hanya menghabiskan sebagian besar waktu mereka di dalam air.
Purusa pun merasakan hal yang sama. Mereka tak lagi mampu bertahan lama berada di dunia manusia. Mereka tak lagi bisa mengirimkan Kroda-Kroda perkasa untuk meneror Tanjung Paser. Satu-satunya jalan bagi mereka untuk meneruskan niat mereka adalah dengan mengirimkan satu Kroda untuk mencari tahu keberadaan benda atau senjata apapun yang dipakai para manusia itu untuk menghalangi niat mereka. Mereka pun memilih Mirah Rayek. Memberikan jiwa wanita itu kekuatan untuk berubah wujud menjadi sosok wanita anggun sekaligus sosok wanita peminta-minta juga melipatgandakan kemampuan mencuri wanita itu lima kali lebih hebat dari saat wanita itu masih berwujud manusia.
Saat ini Mirah Rayek sudah tiba di tempat di mana ia rasakan sebuah benda berharga yang dicari-cari majikannya tersimpan. Sebuah instalasi gudang yang tampak dijaga ketat oleh sejumlah personel militer dan dipasangi papan 'Dilarang Masuk – Kecuali Personel Berizin'. Mirah Rayek pun menghentikan taksi yang ia tumpangi, membayar argonya dengan uang lebih lalu keluar persis di seberang jalan tempat para personel itu berjaga.
Biasanya Mirah Rayek lebih suka menyaru sebagai nenek peminta-minta lalu mendekati seorang penjaga, memohon belas kasihan sekaligus menancapkan efek sihir pengasihannya yang pasti akan membuat prajurit itu mau mengantarkannya ke dalam. Namun kali ini Mirah Rayek sudah keburu ingin bebas dari perjanjian dengan para Purusa. Karena itu setelah sopir taksi sudah cukup jauh, Mirah Rayek langsung merubah dirinya menjadi sesosok wanita berkulit kasar coklat pohon dengan kain compang-camping dan selendang hitam sebagai pembalut tubuhnya.
Tidak sampai sepuluh detik, dua penjaga di gerbang sudah terkapar pasca senapan mereka dililit oleh selendang Mirah Rayek dan dihantamkan ke kepala mereka masing-masing. Sejumlah prajurit lain tampak berusaha menghentikan Mirah Rayek dengan menembakkan peluru dari senapan mereka. Namun biasanya jemari mereka tak mampu menyentuh pelatuk lebih dari tiga kali karena ketika mereka hendak menyentuh pelatuk untuk keempat kalinya senapan mereka sudah raib terlilit selendang Mirah Rayek.
Mirah Rayek baru saja hendak menarik selendang yang melilit senapan-senapan itu ketika gangguan datang secara tiba-tiba. Dua boneka mekanis, Sigale-gale milik Sitanggang memotong selendang Mirah Rayek dan menjatuhkan senapan-senapan yang sempat ia rampas. Belum sempat Mirah Rayek menoleh ke arah penyerangnya dua pedang kembar langsung melayang dan menghantam tubuhnya hingga Mirah Rayek yang semula melayang-layang di udara kini jatuh terhempas di atas aspal.
Merasa situasinya tidak menguntungkan, Mirah Rayek kembali menyibakkan selendangnya dan terbang melayang menjauh dari tempat itu.
"Dia kabur!" seru Sitanggang.
"Kejar!" balas Panji yang sudah berlari duluan ke arah kaburnya Mirah Rayek.
Lokapala berzirah hitam dan merah itu melalui kompleks-kompleks gudang yang tampak sepi dan gelap sampai akhirnya mereka menemukan ada seorang nenek peminta-minta yang tengah merintih-rintih di antara peti-peti kayu.
Panji langsung mendekat ke arah Si Nenek yang tampak merintih sambil memegangi tangan kirinya yang tampak luka tergores benda tajam. Sementara Sitanggang mengawasi sekelilingnya, berjaga seandainya ada musuh yang tiba-tiba menyerang.
"Nenek! Nenek tidak apa-apa?" kata Panji sembari meletakkan kedua senjatanya di sampingnya sembari memegangi tangan nenek peminta-minta yang terluka itu.
"Aduh! Aduh! Ada monster yang barusan serang Nenek!" keluh nenek peminta-minta itu.
"Tenang Nek! Saya akan segera panggil ambulans," ujar Panji sembari mengaktifkan panggilan video ke nomor darurat 119 .
"Terima kasih Nak," ujar Nenek itu dengan nada sendu namun dengan segera ekspresinya berubah kejam, "Tapi kurasa kaulah yang lebih butuh ambulans!" dengan cepat nenek peminta-minta itu meraih dua Sika Warak milik Panji dan menusukkannya ke dada Panji.
Zirah Panji berhasil melindungi Panji dari tusukan fatal, tapi aksi tadi membuat Panji terdorong sejauh beberapa meter dan menghantam tumpukan kardus.
Sitanggang yang tidak menyangka bahwa nenek itu berbalik menjadi musuh langsung bereaksi dengan mencabut pistol lasernya dan menembaki nenek itu. Namun yang terjadi kemudian ia malah kena hantaman Sika Warak yang dilemparkan oleh nenek tua itu ke arahnya. Sitanggang berusaha menghindar dengan berguling ke kanan. Namun segera saja selendang hitam muncul dari balik pakaian nenek tua itu, menjerat kaki dan tangannya sehingga ia tak bisa bermanuver. Setelah itu Sika Warak yang tadi sempat melesat menghantam beberapa pipa gas kini kembali mengarah ke arah dirinya. Sitanggang berusaha merunduk untuk mengurangi efek hantaman. Namun usahanya ini kurang maksimal. Helmnya terhantam Sika Warak dengan keras sehingga kepalanya peningg luar biasa dan helmnya tidak menghasilkan citra apapun selain statik.
Senjata makan tuan. Senjata para Lokapala telah menjadi senjata yang melumpuhkan mereka sendiri.
*****
Di ruang kontrol, Oka sudah panik ketika menyadari bahwa lawan mereka ini ternyata lihai menggunakan senjata Lokapala untuk mengalahkan Lokapala sendiri. Zirah Panji mengalami kerusakan berat di bagian dada dan tulang rusuk remaja itu juga retak sehingga ia nyaris tak bisa bangun. Sementara helm Panji mengalami kerusakan di bagian visor sehingga visor Sitanggang sekarang menampilkan sejumlah statik yang tak henti-henti. Melepas helmnya juga bukan pilihan yang dapat ia ambil sebab sistem pengunci helm Sitanggang juga ikut rusak akibat hantaman tadi.
"Prof!" Oka menghubungi ruang kerja Prof. Denny, "Kita ada masalah di sini."
"Aku tahu, Oka. Tunggulah di bawah sana!" jawab Denny singkat.
Tiba-tiba pintu elevator terbuka dan Oka mendapati Prof. Denny telah turun ke ruang kontrol. Lalu dengan segera ia memberi isyarat pada Oka untuk menjauh dari panel kontrol. Profesor muda itu pun segera mengetikkan beberapa baris perintah di panel kontrol dan melakukan kontak dengan seseorang.
"Nara, sekarang waktunya kamu tampil!"
"Siap Prof!" ada suara seorang gadis muda terdengar dari layar monitor.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top