BAB 2.6 : ISTANA SANG MAHARAJA


Baru kali ini Oka melihat Doktor Samad menyetir seperti orang gila. Semua protokol keselamatan mengemudi ia nonaktifkan, semua peringatan dari AI yang tertanam di mobilnya ia abaikan. Pedal gas ia injak penuh-penuh sementara tangan kirinya bergantian memencet klakson atau memindah tuas persneling.

"Anjing kendaraan-kendaraan ini lambat macam siput semua!" umpat Samad yang masih mengemudi dengan kecepatan gila-gilaan, "Oka! Tolong carikan sirene tempel di jok belakang!"

Oka yang langsung merogoh-rogoh kantong jok belakang dan menarik keluar sebuah kardus kecil yang berisikan sebuah sirene tempel merah. Oka langsung menyalakan sirene itu dan menempelkannya ke atas atap mobil Samad. Sekarang kendaraan-kendaraan itu mulai menyingkir karena mendengar raungan suara sirene itu.

"Tolong cek peta, cari di mana hotel yang sedang ada acara seminar hari ini!" perintah Samad lagi.

Oka tak perlu disuruh dua kali. Ia segera merogoh sebuah sabak elektronik yang terpasang di dasbor mobil Samad dan memberi perintah suara pada perangkat itu, "Cari Hotel di Tanjungpasir Plus Acara Seminar Ilmiah!"

Biasanya perangkat itu segera mengeluarkan hasil yang dicari Oka dalam dua detik. Tapi kali ini yang diterima Oka hanyalah pesan berupa :

TERJADI KESALAHAN!

PERANGKAT ANDA TAK DAPAT TERSAMBUNG KE JARINGAN!

"Perangkat berbasis jaringan tak dapat berfungsi Dok!" kata Oka.

"Anjing!" Samad menginjak rem kuat-kuat dan mobil itupun berhenti dengan mengeluarkan suara mendecit dan asap yang timbul akibat gesekan ban dengan aspal jalan.

"Kalau begitu sebaiknya kita tatapi videotron itu!" kata Samad sembari menunjuk ke sebuah layar videotron, layar televisi raksasa bersisi empat yang melayang di angkasa yang bisa ditonton khalayak umum yang biasanya menayangkan reklame komersil atau berita lokal atau sosialisasi kebijakan pemerintah daerah kepada publik.

Videotron itu tengah menayangkan sejumlah reklame komersil seperti reklame perumahan, susu botol, dan sejumlah acara di area Tanjung Pasir. Salah satu yang langsung menarik perhatian Oka dan Samad adalah sebuah acara Seminar Ilmiah di mana Prof. Denny Sagita dikatakan menjadi pembicaranya

"Itu yang kita cari Dok! Hotel Galaksi!" seru Oka.

"Kau bisa setir Oka?" tanya Samad.

"Dengan kecepatan segila Doktor tadi? Bisa!" jawab Oka.

"Kalau begitu cepat!" Aku akan beritahu jalannya.

Kedua orang itu segera kembali ke mobil Samad dan di dalam mobil Samad segera menyerahkan sepucuk pistol pada Oka.

"Itu pistol laser, purwarupa pistol laser para Lokapala. Pakai itu untuk lindungi Denny kalau ada serangan!"

"Siap Dok!" Oka segera mengantongi pistol itu di saku jas akademinya.

*****

Panji nyaris tak mempercayai penglihatannya. Dia melihat bocah misterius itu tiba-tiba menghilang kepada ketiadaan pasca berlari melintasi sebuah toko kue di seberang jalan. Panji mengaktifkan sensor helmnya namun tidak jua menemukan keberadaan bocah misterius itu.

"Ke mana perginya bocah itu?" Panji bertanya-tanya.

Sosok badak hitam keabu-abuan kembali muncul di layar visornya, "Dia menghilang, tapi aku masih bisa merasakan kekuatan Kroda di sini. Ia pasti masih ada di kota ini."

"Kau bisa melacaknya, Warak?"

"Tidak. Kita butuh bantuan yang lain untuk masalah ini. Kembalilah dulu kepada yang lain," usul Warak.

Maka Panji pun kembali mendapati Sitanggang yang sudah ditarik keluar dari sungai oleh dua rekannya yang lain.

"Kok cepat?" tanya Sitanggang.

"Aku kehilangan dia," kata Panji.

"Ah! Kau ini bagaimana sih?" Regina, Si Zirah Putih, kembali mengomel.

"Sabar Nona Kabaresi," ujar Warak, sosoknya terpampang di layar visor semua Lokapala yang hadir di sana, "Datu Merah, bisa lacak keberadaan bocah Kroda itu?"

Sitanggang menjawab, "Aku sih mau-mau saja, tapi aku butuh benda yang pernah bersentuhan langsung dengan bocah Kroda itu."

Panji melirik ke sederet pot tanaman krisan di mana seruling Kabil yang tadi ia pegang dan terlepas tampak masih teronggok di sana. Panji segera berjalan mendapati seruling itu dan menyerahkannya pada Sitanggang.

"Apa ini cukup?" tanya Panji.

"Punya siapa ini? Bocah tadi?" tanya Sitanggang.

Panji mengangguk dan Sitanggang pun segera ambil posisi bersila dengan meletakkan seruling itu di atas kedua telapak tangannya. Sitanggang mengkonsentrasikan dirinya, mencoba menjalin kontak yang lebih intens dengan Usana Datu Merah yang mengikat kontrak dengannya. Seruling itu perlahan terangkat setinggi satu sentimeter dari telapak tangan Sitanggang dan diselimuti kabut merah bercahaya. Di saat yang sama Sitanggang mendapatkan visi singkat dan sepotong percakapan.

Aku harus membalas dendam! Paduka Laknat itu tak layak terus bertahta! Sitanggang bisa mengenali suara itu sebagai suara milik Kabil.

Kau akan mendapatkan keinginanmu, Kabil, Si Penakluk Todak. Tapi Paduka yang membunuhmu itu sudah mati. Keturunannyalah yang harus kau cari. Carilah dia kembali di Temasik. Istana mereka ada di pedalaman sekarang. Sasar istananya, bunuh keturunannya! Ujar suara yang tidak bisa Sitanggang kenali sosoknya.

 Visi itu hanya berlangsung sesaat, tak sampai setengah menit, namun sudah membuat Sitanggang kelelahan dan rubuh ke samping.

"Sitanggang!" Ignas langsung memegangi zirah pelindung lengan Sitanggang.

"Dia ... tampaknya dia akan bergerak lebih jauh ke tengah kota. Ia mencari ... bangunan bak istana," kata Sitanggang dengan nafas tersengal-sengal.

"Kita harus bergerak cepat!" kata Regina.

"Tapi kita tak punya moda transportasi!" kata Panji.

"Kitorang punya," kata Ignas sembari menunjuk ke pinggir jalan di mana sebuah jip lapis baja berhenti dan seorang prajurit berbalut zirah Kemlandingan turun dari sana.

"Kapten Pusaka meminta saya kemari," kata prajurit itu, "mengantar mobil ini untuk kalian."

"Wow! Terima kasih Pak!" kata Panji, "Ayo teman-teman! Lekas!"

"Kalian duluan saja," kata Sitanggang yang masih merasa lemas.

"Ah tidak! Ko harus ikut dengan kitorang!" Ignas segera menarik lengan Sitanggang dan menggendongnya.

"Siapa yang setir?" tanya Regina.

"Aku!" kata Panji.

*****

Oka dan Samad berhasil mencapai Hotel Galaksi dalam keadaan utuh meski Oka tadi mengemudi dengan kecepatan gila-gilaan seperti Doktor Samad. Mereka berdua segera turun dan berlari ke arah lobi hotel. Samad segera menunjukkan kartu identitas holografiknya pada resepsionis hotel dan bertanya, "Di mana seminar seismografi LIPI[1] diadakan?"

"Di-di lantai 10 Bapak!" resepsionis itu terlanjur ketakutan karena melihat dua orang bertampang garang – satu masih anak SMA dan satu lagi bapak-bapak paruh baya – tiba-tiba saja menerobos masuk dan menunjukkan kartu identitas berlogo Kementrian Pertahanan.

"Oka!" Samad segera mengajak Oka naik. Oka pun berlari ke arah lift, memencet tombol panggil lift dan begitu pintu lift terbuka langsung memencet tombol lantai 10. Samad yang berdiri di sampingnya tampak mencoba arloji perangkat komunikasinya berulangkali namun gagal.

"Semuanya gelap! Kita tidak tahu apakah Lokapala tengah bertempur dengan Kabil atau malah Kabil ada di daerah sekitar sini," desah Samad.

"Tenang Dok! Seburuk apapun kondisinya, saya bersumpah akan membawa Prof. Denny dan anda keluar hidup-hidup dari tempat ini," ia segera mengeluarkan pistol pemberian Samad tadi, memasukkan sel energi ke dalam pistol itu dan bar status energi di pistol itu pun tampak bersinar kehijauan.

Saat mereka tiba di lantai 10, Samad dan Oka melihat bahwa seminar sudah selesai. Denny tampak keluar dengan diikuti serombongan wartawan serta tiga orang pengawal dari ruang seminar dan langsung menuju lift khusus untuk tamu VIP. Oka dan Samad bahkan tak bisa mendekat karena orang-orang tumpah-ruah di lantai itu.

"Kembali ke lantai dasar!" perintah Samad.

Oka kembali memencet tombol lantai satu.

*****

Di luar Hotel Galaksi, seorang bocah berpakaian basah kuyup tengah menatap bangunan hotel berlantai 45 itu dengan takjub, "Ah! Sudah berapa tahun lewat sejak aku mendatangi istana Seri Maharaja? Kenapa sekarang istananya jadi semegah ini?"

Bocah itu kemudian berjalan dengan tersaruk-saruk ke arah lobi hotel. Ia menaiki satu demi satu anak tangga beralaskan paving dan aneka batuan alam, melalui sebuah air mancur dengan hiasan dua wanita yang saling menari, sebelum akhirnya dicegat dua orang petugas keamanan hotel berpakaian serba hitam.

"Hai! Mau ke mana kamu Dik?" tanya seorang petugas dengan nada galak.

Prajurit-prajurit garang. Gumam Kabil. Istana yang megah dijaga oleh prajurit-prajurit garang. Tak salah lagi, keturunan Sang Paduka Seri Maharaja benar tinggal di sini!

 

Kabil mengacungkan jari telunjuknya dan berteriak keras, "Minggir pengawal! Aku tak ada urusan dengan kalian! Urusanku adalah dengan Maharaja kalian!"

"Ini anak ngelindur apa gila sih?" satpam yang satu lagi mulai kehilangan kesabaran dan berusaha menyeret Kabil menjauh. Tapi ia tiba-tiba merasakan bocah yang seharusnya ringan itu tiba-tiba berbobot berat sekali.

"Enyahlah!" Kabil meraih tangan satpam itu dan membanting satpam tersebut ke arah kawannya. Satpam itu segera tersungkur dan sebelum sempat bangun, seekor Todak sudah muncul dari ketiadaaan dari belakang Kabil dan melompat ke arah mereka. Tanduk pedang Si Todak pun mengakhiri riwayat dua petugas keamanan tersebut.

Petugas respsionis lobi yang melihat kejadian itupun langsung berteriak histeris dan berlari ke dalam. Namun di saat yang bersamaan Kabil melihat Denny keluar dengan diiringi banyak orang. Denny di mata Kabil tak mengenakan pakaian kebesaran raja-raja zaman dahulu. Kepalanya dibiarkan terbuka tanpa mahkota, tapi pakaiannya terbuat dari bahan yang bagus dan cemerlang, berbeda dengan para wartawan yang mengikutinya. Di mata Kabil, Dennylah orang yang ia cari-cari untuk balas dendam.

Tapi tiba-tiba rombongan Denny tampak diarahkan seorang pria paruh baya yang tak lain adalah Samad untuk membelok ke arah lain.

*****

Denny sempat protes pada kemunculan mantan mentor yang sekarang jadi bawahannya itu di acara ini, pakai acara pembicaraan pribadi pula.

"Ada apa Doktor?" tanya Denny dengan muka masam.

"Kau boleh percaya atau tidak, tapi Kroda yang berupa anak kecil itu sudah ada di depan hotel ini, Denny," kata Samad.

"Apa? Anda bercanda kan?"

"Saya tidak bercanda. Pusaka mengirim saya dan Oka kemari untuk memastikan Anda keluar hidup-hidup. Masalahnya kita tidak tahu kriteria orang yang diserang oleh Kabil ini, Den. Jadi untuk amannya sebaiknya kamu ikut saya sekarang!"

"Kabil?"

"Nama Kroda itu adalah Kabil."

"Aku akan hubungi Lokapala."

"Lokapala tidak bisa dihubungi. Mabes Unit Lima juga tidak bisa. Semua komunikasi menggunakan frekuensi apapun di area ini lumpuh total, Den. Satu-satunya cara jika kamu mau selamat adalah ... ," belum sempat Samad menyudahi kalimatnya, terdengar suara teriakan Oka.

"Prof! Lari ke mobil!"

*****

Tanpa zirah, seorang I Gede Putu Oka hanya seorang bocah biasa dengan sedikit kemampuan beladiri. Tapi meski tanpa zirah, Oka bersumpah akan melindungi kedua ilmuwan Unit Lima itu supaya bisa keluar dari sini hidup-hidup. Aksinya kali ini cenderung nekat. Hanya bermodalkan sepucuk pistol laser, Oka keluar dari lobi hotel dan berdiri menghadang Kabil yang mulai menaiki anak-anak tangga.

"Berhenti di sana!" kata Oka sembari menodongkan pistol lasernya.

"O prajurit pengawal berkepala batu, sebelum engkau menyesali berakhirnya hidupmu sebaiknya engkau minggir!" ujar Kabil dengan nada memerintah.

"Kalau aku tidak mau?" tantang Oka sembari mendekatkan ujung telunjuknya ke arah pelatuk pistol.

"Maka bersiaplah engkau dilanggar Todak," jawab Kabil sambil menyeringai.

Pelatuk ditekan, seberkas sinar laser dilepaskan dari moncong pistol Oka namun yang Oka kenai bukanlah tubuh Si Kabil melainkan seekor Todak yang muncul tiba-tiba dari ketiadaan.

Oka bahkan belum sempat mengajukan pertanyaan lebih jauh lagi soal kemunculan Todak itu ketika satu lagi Todak melesat ke arahnya. Oka menjatuhkan diri ke lantai dan menembak Kabil. Hantaman laser berintensitas tinggi itu membuat pakaian Kabil hangus di satu titik dan membuatnya mundur beberapa langkah. Oka kemudian ganti membidik Todak yang berada di belakangnya tadi. Ikan monster itu sukses dibungkam oleh berkas laser yang menembus otaknya. Oka kembali mengarahkan senjatanya ke arah Kabil, menembakkan berkas-berkas sinar perusak sampai lima kali sebelum berhenti karena Kabil tampak limbung dan terjatuh di kolam air mancur.

Oka menghela nafas panjang. Ia mengira bahwa musuhnya sudah berhasil dilumpuhkan namun ternyata Oka salah. Dari punggung Kabil muncul sejumlah rantai besi yang langsung menjerat kaki dan tangan Oka.

"He-hei!" Oka panik saat pistol di tangannya tiba-tiba terlepas dari pegangannya sementara sosok Kabil perlahan bertransformasi. Sosok itu bukan lagi Kabil, bocah yang seolah tampak lugu dan polos, melainkan bertransformasi sebagai sosok makhluk humanoid berkulit merah seperti warna daging mentah. Di punggungnya tertancap sebuah kait yang tersambung dengan sejumlah rantai besi. Kepalanya kini tak tampak seperti manusia lagi karena wajahnya telah bertransformasi sebagai monster tanpa mata dengan mulut yang memiliki deret gigi tajam tanpa bibir.

Oka yang biasanya pemberani sampai bergidik menyaksikan makhluk itu. Makhluk itu benar-benar tampak seperti setan neraka yang baru saja keluar dari neraka untuk mengacau ke dunia manusia dan korban pertamanya adalah dia.



[1]Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top