BAB 13.4 : BUMBURAYA

Hari ini hari pertama perlawanan terhadap Bumburaya, namun Nara sengaja ditempatkan di garis belakang, tepatnya di Pantai Timur atas perintah Denny dengan alasan : menyiagakan persiapan apabila ada serangan dadakan dari arah pantai. Tadinya ia pikir Direktur Unit Lima itu sengaja mengerjai dan menghukumnya karena berkali-kali 'tidak patuh' pada perintah. Namun segera saja Nara menduga-duga bahwa Denny pastilah punya indera keenam karena baru saja ia menjejakkan kaki selama lima menit di lokasi Pantai Timur, tiba-tiba saja ada segerombolan Orang Bati dan Layon berjumlah puluhan makhluk keluar secara serempak dari dalam Kabut Darah.

"Aktifkan meriam gattling! Sniper bersiaga! Lepaskan pengaman senjata! Bidik dan tembak jika musuh sudah dekat!" Sersan Mayor Irfan dari Tim D Dwarapala berteriak-teriak memberi komando kepada 30 personel Dwarapala Tim D yang turut berjaga bersama Nara di Pantai Timur.

"Hei Lokapala!" tiba-tiba Nara mendengar dirinya dipanggil oleh Irfan.

"Bawa ini!" Irfan melemparkan sepucuk senapan otomatis yang magasinnya mampu memuat 200 peluru, "Aku dengar Lokapala memang bisa menghadapi mereka dalam pertarungan jarak dekat, tapi ini perintah Profesor Denny, selama yang muncul hanya Layon dan kroco-kroco lainnya, Lokapala dilarang menghadapi mereka dalam pertarungan jarak dekat."

"Terima kasih," ujar Nara, "Tapi lain kali Sersan Mayor, panggil saya Tatung atau Nara saja!"

"Yak! Bersiap!" Irfan tak menggubris Nara lagi karena musuh sudah semakin mendekat, "TEMBAK!"

Baik meriam otomatis yang terpasang di sepanjang bibir pantai maupun laras-laras senapan milik para Dwarapala mulai memuntahkan butir-butir peluru yang menyayat, mencabik, bahkan menghancurkan tubuh para Layon dan Orang Bati. Sepuluh menit berikutnya dipenuhi suara desingan peluru yang tanpa henti, seorang Dwarapala yang bertugas sebagai pendukung teknis pontang-panting memastikan sediaan peluru untuk 20 meriam gattling otomatis tetap berjalan. Para prajurit zeni yang mendukung operasi juga bolak-balik naik-turun bukit membawa peti-peti berat berisi amunisi lalu berlari-lari membagikan amunisi itu kepada para Dwarapala guna memastikan insiden kehabisan peluru yang pernah terjadi pasca Dwarapala Tim-C disapu habis dan Lokapala belum tiba di Tanjung Paser tak terjadi lagi.

******

Sementara itu di lain tempat, Panji yang memimpin tim Lokapala yang dibantu oleh gabungan Dwarapala Tim-A di bawah komando Sihar serta beberapa personel Tim-D merasa kesulitan melangkah maju karena berkali-kali Bumburaya mengeluarkan raungan gelombang kejut yang mementalkan mereka berkali-kali. Jarak terdekat yang bisa mereka capai dari Bumburaya adalah 200 meter, tidak efektif bagi Lokapala yang terbiasa bertarung jarak dekat. Walhasil Panji terpaksa memerintahkan Sitanggang dan Ignas saja yang membuka serangan karena mereka berdua yang memiliki senjata utama yang mampu menjangkau jarak jauh.

Pamodilan milik Sitanggang dan anak panah berdaya rusak tinggi milik Ignas berhasil membuat ledakan besar yang menghancurkan beberapa batu nisan di areal pekuburan Taman Padma. Bumburaya tampak menampakkan wujudnya kini, yakni sesosok makhluk bipedal berperawakan mirip manusia. Kulitnya bernama coklat kusam seperti batang kayu, dan ledakan tadi telah mengoyak beberapa jaringan tubuhnya terutama di bagian perut sehingga menampakkan organ dalamnya yang merah membara namun tak meneteskan darah sama sekali. Matanya tak nampak, hanya sederet gigi tajam menghiasi mulutnya.

=====

Bipedal = berjalan dengan dua kaki

=====

Art by Marcel Freyer (www.marcelfreyer.com)

Pemandangan yang mereka saksikan bak pemandangan film horor yang mengancam kenyenyakan tidur orang kebanyakan selama seminggu, tapi bagi Dwarapala yang sudah terbiasa melihat hal-hal seperti itu, mereka semua langsung menyerang Bumburaya dengan segala yang mereka punya. Serangan pelontar roket dan tembakan amunisi peluru tajam dipadu dengan serangan laser plasma dari senjata para Lokapala berhasil membuat sosok itu sirna menjadi serpihan-serpihan abu.

"Apa Juragan Bumbu sudah mati?" tanya Sitanggang.

"Tak bisa dipastikan!" ujar Panji, "Letnan Sihar, kami mohon bantuan tim Anda untuk menyisir Tanjung Paser!"

"Baik Serma Panji. Dwarapala! Menyebar ke titik penugasan yang kalian terima di helm masing-masing! Jika ada kejanggalan langsung melapor! Jangan coba menghadapi makhluk itu sendirian!"

******

Sisa malam itu dihabiskan seluruh personel untuk mewaspadai kedatangan kembali Bumburaya sebelum akhirnya mereka bisa bernafas lega karena Bumburaya tidak muncul lagi. Sisa personel yang masih bisa bertugas langsung beramai-ramai membantu tim D yang mempertahankan Pantai Timur yang terus saja diserbu sejumlah Kroda bertipe Layon, Orang Bati, dan Kuyang.

Namun di malam kedua, Bumburaya tiba-tiba muncul di hadapan sebuah gerbang RS kecil yang sepi namun di dalamnya terdapat beberapa pasien yang sekarat. Kedatangan Bumburaya membuat petugas keamanan langsung pontang-panting melarikan diri sehingga Bumburaya nyaris leluasa mencoba mendobrak masuk ke dalam R. Beruntung Panji dan Regina yang sedang patroli di dekat sana langsung mengintervensi Bumburaya. Sayangnya bantuan kepada Panji dan Regina terhalang oleh kemunculan Orang Bati dari dua arah yakni Pantai Timur dan Bukit Tiga Orang Tuha. Otomatis Lokapala harus menghadapi Bumburaya sendirian saja, itupun dalam perjalanan menuju lokasi Nara dan kawan-kawan berkali-kali diganggu Orang Bati yang tiba-tiba muncul.

"Nara!" tiba-tiba Tanghi sudah muncul di samping Nara, "Aku tama alam! Aku bakal ubati urang garing wan urang nang sudah mati aba alam![Aku akan masuk ke dalam! Aku bakal obati orang yang sedang sakit atau yang sudah mati di dalam!] Maju berjuang terus!"

"Sampai Tanghi selesai sembuhkan yang sakit dan yang baru mati di dalam, kita harus pertahankan Rumah Sakit ini dari Bumburaya!" Sarita mengarahkan tangan Nara untuk mematerialisasi mandau dan terabinya kemudian bersama Sitanggang dan Ignas, mereka bertiga langsung menyerang Bumburaya.

Benturan antara mandau Nara, serta tembakan dari tongkat Sitanggang serta busur Ignas ditambah hantaman dari senjata Panji dan Regina hanya membuat Bumburaya mundur selangkah sebelum meraung dan melontarkan kelima Lokapala dengan gelombang kejut.

Panji segera berinisiatif membentuk formasi serangan jarak jauh yang dahulu sempat mereka pakai melawan Kroda Tokek Raksasa dan ternyata efektif, "Formasi Panca Mukhi! Sekarang!"

Masing-masing Lokapala langsung mengeluarkan pistol mereka dari kompartemen betis kanan dan memasukkan amunisi khusus ke dalamnya lalu menembakkan berkas sinar laser berdaya rusak tinggi kepada Bumburaya. Bumburaya menggeram, menyabetkan tangan berkuku panjangnya ke arah Sitanggang namun remaja itu sukses berkelit berkat kewaspadaan Datu Merah.

Berkas laser dan formasi Panca Mukhi tetap bertahan samapi akhirnya Bumburaya mencapai titik kritis dan meledak.

*****

Di hari ketiga, Sihar memiliki ide brilian untuk langsung menghancurkan raga Bumburaya dengan pelontar roket tepat ketika ia muncul. Usulan Sihar ini ditanggapi Denny dengan meminta bantuan pesawat tempur dari Balikpapan yang pada akhirnya sukses mengusir Bumburaya tepat ketika ia muncul di Bukit Tiga Orang Tuha namun Unit Lima lantas dapat protes keras dari para Jagawana dan Departemen Lingkungan Hidup karena serangan rudal yang tadinya sukses menghancurkan Bumburaya turut pula menyapu sebagian hutan di Bukit Tiga Orang Tuha.

Di hari keempat, usulan Sihar dilakukan dengan menempatkan ranjau udara di titik-titik vital yang kurang rawan dikunjungi orang seperti kuburan dan krematorium. Usaha ini kurang sukses meledakkan Bumburaya namun setidaknya memperlambat gerakannya sehingga Lokapala bisa segera menghancurkannya dengan formasi Panca Mukhi.

Di hari kelima, ramalan Tanghi terbukti benar. Bumburaya kini menjadi semakin ganas dan gerakannya menjadi semakin cepat. Para Dwarapala dan meriam turret otomatis tak sanggup mengikuti pergerakannya. Denny pun langsung membagi tugas, Ignas sebagai Lokapala dengan kemampuan membidik tanpa meleset diminta untuk menaiki Hotel Galaksi yang notabene merupakan gedung tertinggi di Tanjung Paser. Satu tim Dwarapala kemudian diutus untuk membawa umpan bagi Bumburaya yakni sebuah bangkai sapi yang telah dilumuri sedikit darah manusia dan cairan mayat sehingga aromanya seperti aroma bangkai manusia.

Umpan itu berhasil menarik perhatian Bumburaya sehingga Bumburaya mengejar mobil pembawa bangkai itu menuju arah Hotel Galaksi. Namun Panji, Nara, Regina, dan Sitanggang yang ditugaskan mengawal mobil pembawa umpan itu gagal melindungi mobil tersebut sehingga Bumburaya yang sudah kelaparan dan buas sukses menjungkalkan mobil itu dan membuat mobil itu meledak. Ignas yang bertugas memanah sasaran, tak bisa membantah ketika Denny menyuruhnya melepaskan anak panah. Anak panah itu sukses menembus tubuh Bumburaya dan menguraikan tubuhnya namun efek dari serangan Ignas membuat api yang membakar mobil itu semakin besar bahkan kembali terjadi ledakan kedua sehingga beberapa Dwarapala yang masih hidup berlarian keluar dengan berteriak-teriak karena zirah mereka hancur sebagian dan api membakar sebagian tubuh mereka. Dari lima Dwarapala yang bertugas membawa umpan, hanya dua yang tetap bertahan hidup, sang sopir tewas di tempat, dua yang lain tewas karena terpanggang api, dan dua yang masih hidup pun dalam kondisi kritis meskipun Regina sudah berusaha semampu mungkin mempertahankan hidup mereka.

"Laba Apai enda ubati dua Dwarapala enya [Kenapa Bapak tak obati dua Dwarapa itu]?" begitu Nara bertanya kepada Tanghi ketika operasi malam kelima berakhir dan Nara melihat kondisi dua Dwarapala yang masih dirawat di ruang gawat darurat itu.

"Aku harus simpan tenaga, aku sudah janji pada Sarita akan tolong Indai nuan. Kalau aku tolong mereka, aku tak punya tenaga untuk tolong Indai nuan! Atau nuan mau pilih mereka daripada Indai nuan?"

Denny sudah memberitahu Nara, bahwa Tanghi sejatinya adalah Balian Mambur. Tokoh legendaris di antara para balian orang Bukit atau Dayak Meratus atau sering disebut juga orang Banjar Meratus – sub suku Dayak/Banjar yang hidup di daerah Pegunungan Meratus. Di suku mereka dahulu ada seorang anak muda bernama Tanghi yang konon mendapatkan kekuatan menyembuhkan orang setelah tiga hari tiga malam berduka di makam ayah angkatnya. Di sana ia bertemu sesosok hantu pemakan mayat bernama Bumburaya yang hendak memakan jasad ayah angkatnya. Sebagai wujud perlawanan, Tanghi mencuri salipang Bumburaya, tempat segala kesaktian si hantu tersimpan. Guna membujuk Tanghi mengembalikan salipang miliknya, Bumburaya memberi Tanghi nanambaan (ilmu pengobatan) , dan selanjutnya jadilah Tanghi seorang pananambaan (tabib) bergelar Balian Mambur.

Tapi kemampuan mengobati Tanghi lama-kelamaan menjadi terlalu tinggi sehingga Bumburaya sama sekali tak dapat makanan. Kemudian Bumburaya membujuk seorang dari Suku Tanghi yang sejak semula memendam iri kepada Tanghi. Orang itu kemudian membunuh anak-istri Tanghi, memutilasi tubuh mereka, kemudian membakar jasad mereka, dan menyebarkan abunya di hutan dan sungai. Tanghi yang kembali menjadi amat berduka, merasa tak berdaya karena tak mampu menghidupkan anak-istrinya lagi, merasa marah kepada orang dari sukunya sendiri yang tega melakukan perbuatan semacam itu. Dalam kemarahannya Tanghi bersumpah akan pergi meninggalkan dunia ini, dan takkan ikut campur urusan dunia manusia lagi, dan semua Balian yang muncul setelah Tanghi takkan mampu membuat obat seampuh Balian Mambur lagi!

Nara berpikir masak-masak dan pada akhirnya ia memang harus sedikit egois dengan membiarkan dua Dwarapala itu menerima nasib mereka sendiri jika ingin Tanghi menyembuhkan ibunya.

"Tolong sembuhkan Indai aku saja, Balian Mambur!"

"Malam keenam ini akan jadi berat. Aku sudah kerahkan semua tenaga yang aku punya untuk ubati orang sakit di sepenjuru kota selama lima malam. Besok aku harus istirahat. Aku akan buat ubat untuk Indai nuan. Sebaiknya nuan bersergera urun-rembuk dengan Usana yang lain. Bumburaya akan sulit sekali ditangkap besok."

******

Di hari keenam, sejumlah kadet Tim-D menolak turun ke lapangan karena ketakutan melihat sejumlah senior mereka tewas mengenaskan kemarin. Jumlah bantuan untuk Lokapala pun menurun karena Bumburaya sempat membuat sejumlah pasukan zeni pendukung cedera. Tapi Oka melaporkan bahwa dirinya dengan dibantu yang tersisa dari Dwarapala sudah memasang sejumlah sensor baru yang diklaim lebih canggih mendeteksi keberadaan Bumburaya. Sementara itu tim ahli algoritma prediksi dari Unit Lima juga sudah bersiap melakukan analisa gerakan dari Bumburaya kalau-kalau gerakan Bumburaya memiliki pola tertentu.

Sayangnya persiapan mereka kurang cepat. Baru saja mereka selesai melakukan briefing, Bumburaya sudah kembali menyerang. Kali ini yang ia tuju adalah sebuah kompleks pemakaman yang mana menurut data historis, ada jenazah yang baru dimakamkan dua minggu yang lalu di sana. Bumburaya, menurut penuturan Tanghi, biasanya menyukai jasad yang usianya kurang dari seminggu, tapi tampaknya ia betul-betul lapar dan kini menggila. Barisan Dwarapala Tim A berusaha bertahan sekuat tenaga melindungi areal pekuburan dengan bantuan persenjataan berat dan ranjau jebakan. Tapi Bumburaya sepertinya lebih kebal daripada kemarin-kemarin sehingga ia dengan enteng langsung menghempaskan para anggota Dwarapala yang bertugas di sana dengan satu raungan keras. Beruntung satu anggota Dwarapala dari Tim A berjaga di lokasi makam calon mangsa Bumburaya. Ia segera meledakkan sejumlah granat napalm tepat ketika Bumburaya akan menggali makam tersebut. Walhasil Bumburaya terlilit kobaran api dan jenazah yang tadinya hendak dimangsa Bumburaya menjadi hangus terbakar.

Bumburaya yang murka langsung mencabik Dwarapala yang memicu ledakan tadi dengan kuku-kuku tangannya yang tajam dan panjang sampai Dwarapala malang itu tak berbentuk lagi. Kemudian dari kepala Bumburaya yang tadinya tak bermata, kini muncul mata yang menatap lapar kepada jasad Dwarapala yang barusan ia koyak-koyak.

Meski begitu acara makannya kembali diganggu dengan satu tembakan roket yang membuat Bumburaya mundur beberapa langkah. Pelaku penembakan itu tak lain adalah Oka yang baru saja tiba untuk membantu Tim-A bersama para Lokapala. Setelah terjun dari helikopter, masing-masing Lokapala segera mengeluarkan pistol mereka dan menembaki Bumburaya.

"Formasi Panca Mukhi, Komandan?" tanya Regina kepada Panji.

"YA!" jawab Panji yang kakinya masih gemetaran pasca memaksakan diri terjun dari helikopter tadi.

Empat Lokapala selain Panji langsung mengambil jarak sedemikian rupa sehingga posisi mereka mengelilingi Bumburaya dengan formasi mirip segilima. Amunisi senjata mereka isi ulang, pistol mereka membidik Bumburaya selagi Oka dan beberapa Dwarapala Tim-A mencoba mengalihkan perhatian Bumburaya dengan rentetan tembakan dari senapan otomatis mereka.

Formasi Panca Mukhi berhasil dilancarkan, berkas laser para Lokapala sudah mulai menembus kulit hantu pemakan mayat itu, namun Bumburaya tak tinggal diam. Ia melompat tinggi kemudian jatuh kembali menghantam bumi dan menimbulkan gempa di sepenjuru Tanjung Paser.

Para Lokapala oleng, tak bisa berdiri tegak, dan tangan Bumburaya menyapu seluruh anggota Lokapala dan Dwarapala yang sedari tadi menembakinya. Ia menggeram dan bersiap menghabisi salah satu anggota Lokapala, Regina lebih tepatnya, namun Regina sigap mengangkat Salawaku miliknya dan mengaktifkan selubung perlindungan sehingga Bumburaya hanya dapat memukul-mukul selubung energi itu.

Meski begitu Bumburaya mengamuk dengan gigih selagi Regina mendapati bahwa sapuan Bumburaya barusan merusak baterai energi utama zirahnya. Baterai cadangan sendiri diprediksi hanya akan bertahan selama 3 menit jika Bumburaya terus saja menggila. Regina sudah yakin ajalnya sudah tiba jika saja tak ada sebuah cahaya biru yang melesat di angkasa dan tiba-tiba mendarat di samping Regina.

"Bumburaya! Liat? Minyak salipang ampun ikam! [Bumburaya! Lihat apa ini? Minyak Salipang milikmu!]"

"Hrrhh! Bulikakan pang minyak ampun diaku [Kembalikan minyak milikku]!" Bumburaya menggeram marah ketika melihat Tanghi, manusia yang dahulu ia anugerahi ilmu pengobatan, kini tampak mengulangi adegan yang sama dengan pertemuan pertama mereka dahulu.

"Kada handak [Tidak mau]!" ujar Tanghi sembari melesat ke batang sebuah pohon, "Ikam bibit surangan mun ikam handak[Ambil sendiri jika kamu mau]!"

Bumburaya menggeram marah lalu melesat mengejar Tanghi dengan perasaan dongkol dan penuh amarah.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top