BAB 12.5 : KASUARI VS. 'KASUARI'

Pantai Timur, Tanjung Paser, 22.00 WITA

Amos tampak agak kebingungan ketika tadi ia tiba-tiba saja sudah berada di sisi timur kota dengan membawa ransel yang berat dan pakaiannya berbau logam yang kuat seperti besi berkarat. Ketika ia turunkan ranselnya betapa terkejutnya ia mendapati sejumlah gepokan uang kertas bernilai besar teronggok di dalam tas ranselnya. Amos tidak ingat dari mana ia mendapatkan uang ini tapi tiba-tiba saja ia kembali mendengar suara orang yang menungguinya di RS.

"[Sudahkah itu cukup? Atau masih kurang?]"

Ia menoleh dan mendapati pria yang memanggil dirinya Halayudha sudah berdiri di belakangnya, "Sudah cukup Bapa. Ini lebih! Terima kasih banyak!"

"[Jika itu sudah cukup ... maka saatnya aku menagih janji. Kamu ...]," Haladyudha menepuk bahu Amos, "[Habisi orang-orang yang mengejarmu!]"

Lalu ia kembali menghilang. Amos kebingungan apakah ia tadi bicara dengan hantu atau manusia? Ataukah dia sudah mulai sinting? Belum juga terjawab pertanyaan itu, tiba-tiba Amos merasakan pandangannya dipenuhi kabut dan ketika ia kembali dapat melihat jelas yang ia saksikan adalah dirinya sedang adu jotos dengan seseorang yang memakai baju kalis logam warna biru.

******

Ketika Ignas melihat sosok Amos yang berdiri mematung dari kejauhan, Ignas langsung melompat dari mobil jip yang dikemudikan Panji dan langsung berlari mendekati Amos tanpa peduli seruan peringatan dari Panji dan Regina.

"Kaka Amos! Kaka tak kenapa bukan?"

Yang ditanya hanya diam membeku dan menampilkan ekspresi mirip zombi sebelum akhirnya ia menekuk kakinya lalu melesat dan memukul Ignas telak di dada.

Ignas terhempas dan menabrak dinding sebuah toko serba ada 24 jam. Orang-orang yang masih ada di dalam toko langsung panik, sehingga Regina pun memutuskan untuk memberi arahan evakuasi sementara Panji membantu Ignas menghentikan Amos.

Tapi di saat Panji sudah dekat sekali dengan Ignas muncullah sosok yang sangat tidak ingin ia temui, "Praja Arya Bangah, kalya sira anugacchati?(Hei cucunya Arya Bangah, sudah siap mati?)"

Panji pun langsung melompat mundur beberapa langkah, "Regina, kita punya masalah! Mahapati juga ada di sini!" ujar Panji kepada Regina melalui visornya.

"Ko dua urus de Mahapati saja, saya urus Kaka Amos!" ujar Ignas.

"Ignas kamu tahu kan kalau sampai setengah jam Nara tidak beri kabar ...!"

"Mengerti! Maka sa akan bunuh Kaka Amos!"

"[Kasuari dan Kasuari, dua-duanya akan saling bunuh, satu akan mati, ironis bukan]?" Mahapati masih bicara dengan dialek dan bahasa Kawi namun entah kenapa kini Regina, Ignas, dan Panji bisa memahami semua maksudnya.

"Diam!" Panji menggertak dan mengeluarkan Sika Warak lalu menyerang Mahapati, meski seperti biasa, Mahapati langsung dilindungi oleh seorang manusia pasir peliharaanya yang ia sebut Dharmaputra.

Sementara itu sekeliling tubuh Amos mulai diliputi semacam aura kelam. Aura itu dengan cepat meliputi seluruh tubuhnya layaknya baju pelindung. Amos mengambil inisiatif maju lebih dulu, sementara Ignas memilih untuk langsung hantam keras juga alih-alih menghindar. Tinju keduanya bertemu, percikan energi terpecah menjadi partikel-partikel tajam bagai peluru yang menyebar ke segala arah. Usai beradu tinju tangan kanan, keduanya beralih adu tinju tangan kiri, tapi kali ini Amos juga menyertainya dengan tendangan telak ke rusuk kanan Ignas, membuat Lokapala itu oleng lalu kembali dihajar oleh tinju berdaya dorong setara hantaman truk tronton sehingga Ignas kembali terhempas. Ignas bahkan merasa bahwa tulangnya seperti retak padahal ia sudah memakai zirah Lokapala.

"Ignas ko masih ingat apa kata ko punya pelatih? Menghindar bak kupu-kupu, menusuk bak tawon?" tanya Komot.

"Yaa," Ignas masih belum paham apa maksudnya Komot bicara seperti itu.

"Menghindar macam kupu-kupu dulu sampai de habis punya tenaga!"

Ignas baru menyadari kelambatan berpikirnya. Karena terbiasa di sasana tinju sebagai orang paling kuat dan paling keras pukulannya, Ignas sampai lupa cara bertarung melawan orang yang lebih kuat. Ignas segera bangkit lagi dan mulai menerapkan strategi bertarung yang disarankan Komot. Ia menghindar ke kanan ketika Amos mengarahkan jab tangan kanannya, ia menunduk ketika Amos melakukan tendangan setengah lingkaran ke atas lalu menangkis sebisa mungkin ketika Amos menyerang dengan tendangan-tendangan rendah yang sulit ia hindari. Setelah agak lama ia merasakan bahwa gerakan Amos mulai melambat. Ignas melihat kesempatan untuk menyerang balik.

Ignas menyarangkan hook ke pipi kanan Amos dilanjutkan pukulan telak di leher. Amos terhuyung, tapi ia masih bisa berdiri.

"Ignas!" tiba-tiba Nara mengontak Ignas via helm visor, "Aku temukan keranjang dahan yang dipenuhi rambut manusia dan darah hewan! Apa praktisi Aytek memakai benda macam ini?"

"Ya! Itu dia! Hancurkan keranjangnya Nara dan Sarita!" Komot menanggapi panggilan itu sebelum Ignas sempat bereaksi lalu mematikan layar komunikasinya agar Ignas bisa kembali fokus pada Amos.

"Tegakkan ko orang punya kepala, tinggal sedikit lagi!" seru Komot.

Ignas mendekat dengan hati-hati sementara Amos terdengar mendengus marah dan tidak melepaskan pandangannya sekalipun dari Ignas. Ketika jarak mereka sudah sangat dekat, dua petarung itu kembali bertukar pukulan, tak ada yang menangkis, masing-masing pukulan mereka bersarang telak di bagian tubuh lawannya. Keduanya tersentak mundur namun dengan segera kembali bertukar pukulan sampai lima kali sebelum Amos tiba-tiba berhenti bergerak, kemudian meraung, jatuh menggelepar-gelepar di jalan aspal sebelum akhirnya berhenti bergerak.

"[Jadi Jalma Kroda yang ini hanya bisa sampai di sini ya? Tak apa! Tabuh Rah kami sudah cukup berhasil! Sampai bertemu lagi]!" tiba-tiba Mahapati menarik mundur pasukan Dharmaputranya dan menghilang sementara Ignas dengan cemas mencoba membangunkan Amos yang matanya mendelik, tubuhnya banjir keringat, dan rongga mata, hidung, dan telinganya mengeluarkan darah.

"Kaka Amos! Kaka Amos! Bangun! Sadar!" seru Ignas panik.

"Tolong minggir Ignas!" seru Regina yang langsung memeriksa kondisi Ignas melalui pemindai yang tertanam di lengan kiri zirahnya.

"Infark serebral (Stroke)! Cih!" Regina langsung meminta Panji membawa tas ransel Amos kemudian menggunakan tas tersebut sebagai penyangga sehingga kepala Amos dalam posisi mendekati 30 derajat dari tubuhnya. Ia kemudian memiringkan sedikit kepala Amos untuk berjaga-jaga kalau-kalau Amos hendak muntah. Regina kemudian berujar pada Ignas, "Ignas cepat ke toko serba ada, beli sendok, gelas plastik, dan air minum."

"Untuk apa?"

"Jaga-jaga kalau ose punya kakak kehausan selagi tunggu ambulans!"

Ignas tak membantah dan memang benar dugaan Regina, tangan Amos menggapai-gapai seolah minta sesuatu dan ia cukup bereaksi positif ketika Regina menyuapinya dengan air menggunakan sendok.

"Ambulans tiba!" kata Panji.

"Biar paramedis yang urus lanjutannya!" sahut Regina yang mempersilakan para petugas medis menangani Amos.

******

RS Tanjung Paser, 4 hari kemudian

Ignas mengunjungi ruang tempat Amos dirawat dan mendapati sepupunya itu sudah bangun dan tersadar pasca operasi pembukaan batok kepala yang terpaksa dokter lakukan untuk mengurangi pendesakan hebat pada otak Amos akibat pecahnya beberapa pembuluh darah otaknya.

Ignas datang membawa sekeranjang buah lalu meletakkannya di meja pasien tanpa bersuara dan menatap sepupunya itu dengan tatapan tajam menusuk, "Sekarang sa mau dengar Kaka punya masalah apa!"

Amos mengalihkan pandangan namun Ignas mencengkeram rahang Amos dan memaksa Amos menatap matanya dan mengatakan kebenarannya.

"Kaka butuh uang," akhirnya Amos mengaku, "Ko tahu, di Biak sana ini Kaka dianggap paling pintar oleh guru-guru. Oleh sebab itu Kaka pun akhirnya dikirim kuliah di Makassar, pakai wang dari Bapa Bupati punya."

"Terus?"

"Tapi Kaka serasa lao-lao saja sejak pertama masuk kuliah. Aduh lao-lao, nao-nao, seno-seno macam tete-tete sudah pikun. Tiap kali sa ikut ujian, bapa-mama dosen kasih sa nilai E, E, E, dan E. Nilai sa punya paling tinggi D+. Walhasil sa gagal lulus, drop-out, dipecat tanpa ijazah. Sa akhirnya ketemu teman baik namanya Tyo, de ajak sa kembangkan palunku sa punya untuk dapat wang. Lagipula bapa rektor sa punya kuliah bilang sa bisa dapat ijazah kalau sa bisa bayar Bapa Rektor 70 juta! Maka sa baiknya cari wang saja toh?"

=====

Lao-lao/nao-nao/seno-seno = bodoh atau lambat berpikir

Tete = kakek

Wang = uang

=====

"Cari wang cara tarung ilegal pula! Benar?"

Amos mengangguk, "Tapi kemarin sa kalah, sa dihajar sama orang pu nama Nuri. Sa masuk rumah sakit, uang sa habis buat rumah sakit, Tyo marah lalu pergi. Tapi sa kemudian didatangi bapa tak sa kenal. Si bapa bilang kalau sa mau tarung lagi, sa cuma harus abdi pada Si Bapa. Sa terima tawarannya, sa bangun tapi tahu-tahu sa sudah di jalan, bawa ransel penuh uang. Sebenarnya apa yang sa buat?"

"Kaka mau tahu?" tanya Ignas dengan raut muka campuran antara marah dan sedih.

"Apa yang sa buat, Ignas? Kasi tahu Kaka!"

"Kaka kabur dari klinik, Kaka pergi lagi ke Arena 'Sabung', lalu Kaka bantai Nuri, Pak Bos, dan satpam, petarung lain dan semua penonton di Arena! Kaka kenapa percaya apa kata itu Suanggi?! Itu bapa benarnya suanggi Kaka!"

====

Suanggi = praktisi ilmu hitam, pemuja setan

====

Amos terkesiap mendengar fakta itu. Ia sama sekali tak siap untuk kenyataan bahwa ia sudah membunuh banyak orang dan ia sudah bersekutu dengan suanggi. Pemuda itu terisak, sesenggukan, sebelum akhirnya bertanya pada Ignas, "Polisi akan tangkap Kaka?"

"Kaka akan ditahan tapi bukan oleh polisi. Itu suanggi su jadi buronan negara lama sudah. Kaka akan ditahan oleh militer. Tapi sa akan buat pasti Kaka diperlakukan baik."

"Ignas?"

"Ya Kaka?"

"Kaka boleh minta tolong?"

"Apa?"

"Tolong bawa sa ke gereja. Sa sudah berdosa dengan pikiran dan perkataan, dengan perbuatan dan kelalaian. Sa tak punya maksud bunuh orang, sungguh tidak. Tapi semua terlambat. Ini Kaka sungguh berdosa pada sa punya Mace. Harus bilang apa sa pada Mace?"

"Kaka silakan pikirkan harus bicara apa pada Tanta nanti saja. Tapi kalau Kaka mau ke gereja," Ignas menarik sebuah kursi roda mendekati ranjang Amos, "Silakan Kaka duduk sini, sa antar."

******

Sebuah tempat yang tidak diketahui.

"[Jalma Kroda rupanya lebih dapat diandalkan untuk Tabuh Rah, Duli Tuanku]!" ucap Mahapati sembari menunduk di hadapan dua sosok bertudung hitam panjang.

"[80 nyawa dalam sehari. Cukup bagus dan bisa lebih lagi andaikan Komot dan bocah Waruk itu tak ikut campur]!" ujar sosok bertudung yang berdiri di sebelah kanan.

"[Tapi 80 nyawa rasanya cukup untuk memanggil sesuatu untuk memusnahkan pengganggu kita yang sudah kita buru sejak zaman rumah-rumah panjang masih berjajar di pinggir pantai]," ucap sosok yang satunya lagi.

"[Duli Tuanku, bagaimana dengan para pelaut penjaga perbatasan itu? Tidakkah Tuanku merasa lebih efektif menyerang mereka saat ini]?"

"[Para pelaut itu akan kita urus setelah kita menghabisi dukun penyembuh itu, sementara ini Mahapati, awasi saja kandidat Jalma Kroda yang dilindungi para balian itu]!"

====

Balian = dukun kaum manusia

====

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top