BAB 10.3 : HADATUON

Markas Lokapala, 10.00 WITA

"Tak bisakah Datu Denny usahakan lagi?" tanya Datu Merah untuk sekian kalinya kepada Denny.

"Saya tak bisa janji. Yang Datu minta pada saya adalah benda yang dilindungi negara saya. Tak bisakah Datu ajarkan saja Sitanggang dari Hadatuon yang masih Datu ingat?"

=====

Hadatuon = ilmu supranatural suku Batak

======

"Aku masih ingat sebagian besar Hadatuon, tapi untuk menyempurnakan belajar Sitanggang aku memerlukan Laklak itu!"

=====

Laklak = kitab kulit kayu berisikan Hadatuon, jumlahnya sekarang kurang dari 20 laklak

=====

"Saya mohon untuk sementara ajari saja Sitanggang sebisa Datu."

"Hadatuon yang membinasakan kehidupan tidak semudah itu diajarkan tanpa bantuan laklak atau panduan rerajahan yang memadai!"

"Bagaimana dengan tongkat Tunggal Panaluan? Atau Surat? Atau jimat timah hitam?"

"Baik! Baik! Aku paham maksudmu Datu Denny. Dari puluhan macam , Sitanggang hanya perlu tahu tiga? Baik! Silakan saja! Tapi aku tak bisa menjamin Sitanggang mampu jadi Datu hebat kalau hanya tahu tiga macam itu."

"Saat ini Datu Merah, saya hanya perlu Sitanggang tahu tiga. Begitu operasi demi operasi kita sukses, mungkin kita bisa diskusikan lagi soal laklak itu."

Kemudian Denny pun keluar meninggalkan Datu Merah bersama kelima Usana yang beristirahat dalam tabung mereka.

"Ko para Datu sajak jaman Siraja Batak terlalu banyak menulis, kenapa tidak simpan saja semua dalam angan?" komentar Komot, Usana partner Ignas.

====

Siraja Batak = menurut legenda merupakan raja Batak pertama yang tiba di Sumatra

====

"Karena kita pakai cara beda dengan kau punya, Komot! Sekarang aku balik tanya, bisa tidak kau ingat cara Fumeripits sembuhkan orang dan hewan pakai tanah liat?" jawab Datu Merah.

"Tolong jangan bertengkar lebih jauh, kalian berdua! Kita ini sudah tua[1]! Beri contoh pada bocah-bocah manusia itu lah!" sergah Sarita, yang tengah mengambil wujud macan dahan.

====

[1] Usana paling muda adalah Toka = 500 tahun dan Ina Saar = 2100 tahun

====

*****

Sementara itu di ruang monitor, tampak Sitanggang tengah menggerutu sambil mengerjakan PR Bahasa Inggris bersama Oka.

"Hrrmmm, grrrmm, ssshhrrrmmm," Sitanggang dari tadi menggeram saja sembari menekankan penanya kuat-kuat di layar sentuh dan meremas-remas jari-jari tangan kirinya.

Oka yang turut mengerjakan PR di sampingnya memilih tidak berkomentar. Meskipun kontet alias lebih pendek daripada anak-anak seumurannya, Sitanggang kalau marah menyeramkan juga, apalagi kejengkelannya hari ini tak lepas dari kelakuan Usana partnernya.

Sekitar pukul 6 pagi tadi, Sitanggang yang baru saja selesai mandi masih tampak riang gembira. Saking riangnya Oka dan Panji sampai kompak bertanya, "Mau ke mana sih? Kencan ya?"

"Nggak! Hari ini kita dari klub game hari ini diminta uji coba game baru di Mall Tanjung Paser! Habis itu semua partisipan dapat voucher item senilai tiga ratus ribu pula! Asyik nggak tuh?"

Panji yang nggak terlalu hobi main game cuma berkomentar, "Errr... bagiku sih nggak!"

Sementara Oka berkomentar, "Lumayan juga tuh. Emang game apa sih?"

"Remnants of The Ancients! RoTA! Game yang digadang-gadang bakal rilis akhir tahun ini itu loh!"

Oke, Oka tahu game apa itu, tapi antusiasmenya nggak seheboh Sitanggang juga. Dasar Sitanggang maniak game saja sampai reaksinya jadi seheboh itu!

Lalu petaka itupun terjadilah.

Kala Sitanggang hendak turun ke bawah, Datu Merah tiba-tiba nyelonong masuk ke kamarnya dan berkata, "Kau tak boleh pergi main hari ini! Kau harus belajar sama aku soal Hadatuon!"

"Errr, Datu Merah. Tak bisakah nanti sore saja belajarnya?"

"Nanti sore kau akan bilang kau harus kerjakan PR! Tidak! Aku tidak ijinkan kau keluar! Aku beri kau waktu 2 jam selesaikan PR sementara kau Oka tolong awasi dia! Kalau sampai Sitanggang lari maka ....," Datu Merah mengacungkan jari tengah ke arah Oka lalu melanjutkan ucapannya, "KELAR HIDOP LOE!"

*****

Oka tidak mau membayangkan perlakuan seperti apa yang akan Datu Merah lakukan padanya kalau sampai ia membiarkan Sitanggang lepas, maka dari itu ia sedari tadi menyiapkan sejumlah stun gun di tempat-tempat tersembunyi yang kira-kira bisa ia pakai melumpuhkan Sitanggang kalau nanti Sitanggang mencoba melarikan diri.

"Oka!" tiba-tiba Sitanggang mengajaknya bicara.

"Ya?" sahut Oka.

"Kamu brengsek banget!"

"Eh?" Oka kebingungan menanggapi pernyataan Sitanggang.

"Pakai sediakan 4 stun gun untuk melumpuhkan aku segala!"

"Kamu tahu dari mana?"

"Aku bisa baca kejadian masa lalu, apalagi kejadian masa lalu yang diniatkan untuk mencelakakan aku. Oka denger ya, kalau kamu anggap aku teman, biarin aku pergi, setidaknya buat beritahu teman-teman klub supaya pergi duluan."

"Kan kamu bisa nelpon saja? Ngapain harus ketemu langsung?" pikiran Oka mulai waspada.

"Nggak enak kalau nggak ketemu langsung. Lagipula di sini nggak ada sinyal."

"Ada kok sinyal di sini, XL, Indosat, Telkomsel, Smartfren, Three, semua nangkep kok di sini."

"Please!"

"Maaf Nggang, aku nggak mau dikelarin hidupku sama Datu Merah."

Sitanggang sudah tampak setengah berdiri, bersiap lari, sementara Oka juga sedikit beranjak dari duduknya, siap menyergap, dan akhirnya dugaan Oka terbukti, Sitanggang mencoba lari!

Oka langsung bangkit dan mengejar Sitanggang. Dan karena Oka sebagai Dwarapala sudah lebih sering ditempa fisiknya daripada Lokapala, maka dengan mudah Oka menyergap Sitanggang sebelum bocah kontet itu masuk lift. Suara tubuh keduanya yang jatuh ke lantai menimbulkan suara debum sebelum dilanjutkan dengan suara pukulan dan tangkisan.

Sitanggang mencoba meninju wajah Oka, namun Oka segera mengunci gerakan tangan kanan Sitanggang yang segera ia lanjutkan dengan mengunci gerakan kedua tangan Sitanggang kemudian ia angkat tubuh Sitanggang, lalu melakukan satu kali bantingan supaya Sitanggang diam dan tak mencoba lari lagi.

Sitanggang langsung mengaduh-aduh dan mengeluhkan punggungnya sakit, sementara Oka menarik nafas lega karena 'si anak nakal' berhasil ia cegah kabur.

Lalu Datu Merah masuk ke bekas arena pergumulan kedua remaja itu dan menyaksikan Sitanggang masih mengaduh-aduh di lantai.

"Mau kabur ya?" ujar Datu Merah dengan nada mengancam.

"Nggak! Aku cuma mau nelpon teman-teman klubku kok! Sumpah!"

"Siallang gana ingkon mate satongkin, Sitanggang!" [Siapa bersumpah palsu akan mati seketika, Sitanggang!]

Sitanggang terdiam dan Datu Merah melanjutkan lagi, "Jawab dengan jujur! Jempek do pat ni gabus – Kaki kebohongan itu pendek!"

"Aku tadi mau lari!"

Lalu ponsel Sitanggang berdering. Ketika Sitanggang membukanya, ia mendapati Alex, ketua klub game menghubunginya, "Bro? Di mana, kita sudah hampir lengkap nih!"

Sitanggang baru saja hendak menjawab tapi segera saja Datu Merah merasuki raganya dan mengambil alih seluruh kendali Sitanggang atas gerakan otot dan bibirnya, "Maaf Lae! Tak bisa ternyata aku. Aku ada urusan mendadak! Maaf ya?"

Lalu Datu Merah menekan tombol 'Putuskan hubungan!'

"Remnants of The Ancients-ku!" Sitanggang hanya bisa tertunduk lemas menyesali nasibnya.

"Sekarang Sitanggang! Sebutkan lanjutan dari tiap bait yang kuucapkan! Ue Si Tau Manggule! Lanjutkan!"

"Ue Si Aji Donda Hatautan," jawab Sitanggang ogah-ogahan.

"Ue Siboru Tapi Nauasan!"

"Ue Si Parjambulan Njambil!"

"SALAH!" pekik Datu Merah keras-keras sampai-sampai Oka terjungkal akibat suara Datu Merah yang mengandung kekuatan magis itu. "Yang benar : UE SI PARJAMBULAN NAMELBUSELBUS!"

"Bodo amat! Siapa pula yang bakal hafal nama-nama entah siapa itu?!"

"Aek manuntun lomo angka tolbak gadu-gadu – Air mengalir sesukanya, pematang sawah bakal runtuh! Sitanggang, kau dulu bersumpah akan ikut apa kataku! Sekarang aku minta kau patuhi sumpah itu!"

"Oka, Sarita, Komot, Ina Saar, ayo kita keluar dulu!" ajak Warak yang sepertinya sudah mulai jengah menyaksikan kebebalan Sitanggang dan emosi Datu Merah yang meledak-ledak.

Oka dan keempat Usana itu akhirnya menuju lantai dasar asrama. Di sana, Oka yang berjalan mengikuti keempat Usana itu ke halaman asrama, bertanya, "Sebenarnya Sitanggang itu disuruh belajar apa?"

"Baca Hadatuon, ilmu Bapa Datu Merah punya," jawab Komot yang berwujud kasuari.

"Tapi Sitanggang itu pemalas," kata Sarita, "lebih suka tidur dan main daripada belajar Hadatuon."

"Kebalikan dari Regina yang terlalu pandai, atau Nara yang terlalu rajin sampai-sampai tidak tidur dua malam saat diajari Sarita, Sitanggang itu sebuah kegagalan."

"Tolong jangan cepat hakimi dia gagal. Karena Panji pun dulu begitu," ujar Warak.

"Errr, kalau misalnya ada satu dari remaja-remaja yang mengikat kontrak dengan kalian ini gagal atau terlalu mengecewakan, apa kontraknya bakal diputus?" tanya Oka.

"Bapa Datu Merah mempertimbangkan hal itu," kata Komot.

"Kalau misal itu terjadi, apa satu dari kalian mau mengikat kontrak denganku?"

Semua Usana itu terdiam, lalu menatap Oka dengan tatapan tidak suka. Oka sendiri langsung merasa dia baru saja menyinggung hal yang tak sepantasnya dia singgung.

"Sekali lagi kau katakan hal macam itu, aku akan kelupas kulit wajahmu sebidang demi sebidang!" ujar Sarita sambil menggeram marah.

Lalu Komot, Ina Saar, dan Sarita pergi memisahkan diri, menjauh dari Oka menyisakan hanya Warak semata yang juga menatap marah pada Oka tapi setidaknya tampak bersedia memberi penjelasan.

"Saya salah ngomong ya?"

"FATAL! Tapi karena mempertimbangkan mungkin kamu tidak tahu apa-apa dan betapa adat leluhurmu telah banyak dilupakan oleh generasi-generasimu maka ijinkan aku menjelaskan," Warak mendekat dan menyuruh Oka berlutut kemudian menempelkan culanya ke dahi Oka dan sejumlah citra imaji menyeruak ke dalam benak Oka. Citra-citra imaji itu menyeruak diikuti penjelasan-penjelasan pendek Warak yang jika Oka cukup berkonsentrasi dapat Oka mengerti maksudnya.

Salah satu dari citra imaji itu adalah perjumpaan Warak dengan Panji di suatu tempat, berselimutkan batang-batang bambu, dengan sejumlah arca kuno berserakan di sekeliling mereka. Suara Warak terdengar menjelaskan, "Antara kami dan anak-anak yang kami pilih terjadi persumpahan. Persumpahan ini saling mengikat antara kami dan mereka. Kami akan membantu mereka, mereka akan membantu kami, dalam perang melawan makhluk dari seberang ini."

"Siapa sebenarnya makhluk dari seberang?" tanya Oka.

"Mereka bukan berasal dari dunia ini. Mereka sudah pernah datang, jutaan, ratusan ribu, puluhan ribu tahun yang lalu mereka sudah ada di sini, berperang terus dengan kaum kami dan kaum manusia. Sejarah pastinya tak tercatat. Pendahulu-pendahulu kami yang menyaksikan kedatangan mereka telah sirna dan catatan soal itupun pasti telah sirna pula."

"Lalu terkait hal yang aku singgung tadi?"

"Aku tahu kamu ingin kembali bertarung, aku tahu kamu ingin membalas dendam, tapi mengharapkan hak milik orang lain, Oka, bukanlah hal yang dapat dibenarkan. Dalam hal ini, persumpahan ini, jika kamu mengharap satu anak saja kontraknya batal, bagi para Usana itu artinya kamu mengharapkan Panji, Nara, Regina, Ignas atau Sitanggang mati!"

"Tunggu?! Mati!"

"Ya! Persumpahan ini berlangsung selama musuh belum terkalahkan atau sampai anak-anak ini mati!"

"ASTAGA!"

"Jangan diulangi lagi Oka! Jangan diulangi lagi!"

******

Markas Lokapala, 15.00 WITA

Butuh waktu 5 jam supaya Sitanggang mampu menghafalkan urut-urutan mantra dengan benar. Datu Merah melirik jam dinding, saat ini pukul 15.00. Ia kira-kira hanya punya sedikit waktu sampai pukul 18.00 sampai perintah penerjunan yang akan dijadwalkan Denny diturunkan. Dalam waktu sesingkat ini, Sitanggang bisa mengafal mantra Pamodilan Tunggal Panaluan yang ia targetkan selesai pukul 18.00. Sisa waktu tiga jam lagi, Datu Merah langsung berjalan ke arah meja kerja Oka dan memungut sebuah dus yang disediakan Denny. Di dalam dus itu terdapat sejumlah besar potongan-potongan timah hitam yang dipotong berbentuk balok-balok kecil. Datu Merah menyerahkan potongan-potongan itu kepada Sitanggang yang sudah tampak lebih patuh meski masih sedikit menggerutu dan berkata, "Tuliskan Surat Batak di balok-balok ini."

"Tulisannya?" tanya Sitanggang singkat.

Datu Merah mengambil sebuah alat pahat dari dus itu dan mencontohkan pada Sitanggang dua kata untuk ia tulis.

= Pamunu

Dan

= Gadam

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top