BAB 10.1 : RAMPOK
Tanjung Paser, Kaltim, 02.00 WITA
Jalanan kota tampak lengang pukul 2 pagi itu. Hanya ada satu-dua kendaraan yang melintas dan kebanyakan adalah truk pengangkut barang seperti sayuran, peralatan elektronik, air minum, dan juga tampak di antara mereka sebuah truk dengan logo suatu bank ternama. Truk milik bank tersebut adalah truk lapis baja, berpersonel dua orang yang dipersenjatai sepucuk pistol kaliber 12mm. Truk lapis baja itu menembus jalan arteri kota Tanjung Paser, menyalip sebuah truk bermuatan gula pasir yang berjalan lambat di hadapan mereka sebelum sang sopir menekan pedal gasnya untuk memacu truk lebih cepat lagi.
Belum juga 700 meter sejak ia menginjak pedal gasnya, pengemudi itu dibuat kaget dengan jatuhnya sesosok makhluk berbulu hitam seukuran anak kelas 6 SD tepat di kaca depan. Kaget namun tetap menjaga diri supaya tidak panik, sang sopir lekas-lekas menginjak pedal rem dan makhluk itupun terlempar setelah truk itu. Kedua personel truk lapis baja itupun segera turun dan mencabut senjata mereka, sementara sopir truk pengangkut gula yang terkejut melihat sosok makhluk aneh itu juga ikut-ikutan mengerem truknya lalu menunggu dua personel bank di depannya 'membereskan' makhluk itu.
Makhluk itu menggeram, memamerkan deretan giginya yang mirip gigi manusia dan dihiasi empat gigi taring, dua di rahang atas, dua di rahang bawah. Pistol-pistol milik kedua personel truk lapis baja yang terarah kepadanya tampaknya tak membuatnya gentar. Malah yang terjadi kemudian, ia tampak memutar-mutar cincin emas yang anehnya terpasang di jari manis tangan kanan makhluk ganjil seperti dirinya.
"Cincin pinto-pinto! Jatuhkan!" begitu makhluk ganjil itu bersuara.
Segera saja dua personel truk lapis baja itu dihantam sebuah kekuatan tak terlihat yang menjatuhkan keduanya hingga senjata mereka terlepas dari tangan mereka. Dengan segera mereka berusaha bangkit dan memungut senjata mereka namun sekali lagi mereka ditarik kekuatan tak kasat mata yang membuat diri mereka membentur bemper depan truk. Masih dengan menahan rasa sakit, kedua personel truk lapis baja itu berusaha melawan dengan menembakkan tazer gun ke arah makhluk aneh itu namun makhluk itu bersalto seperti kera dan berhasil menghindar dari jangkauan tazer gun lawannya.
Sang sopir truk gula pasir yang menyaksikan hal ganjil itu langsung turun dari kendaraanya dan lari tunggang-langgang sambil berteriak, "HIII!!!! SETAAAANN!!! ADA SETAAANN!!!"
Satu tarikan tangan-tangan tak terlihat kembali menarik kedua personel itu dan membenturkan keduanya ke kaca depan truk pengangkut gula pasir yang barusan ditinggal lari sopirnya. Sesudah itu, si makhluk ganjil mendapati tak ada lagi perlawanan dari kedua lawannya.
Dengan terburu-buru si makhluk ganjil berlari ke arah bagian belakang truk, mencoba membuka pintu belakangnya namun tak dapat karena diamankan dengan dua gembok yang harus dibuka dengan sejumlah kode digital. Si makhluk ganjil itu mengikik seperti monyet yang marah sebelum akhirnya memutar kembali cincin emas di tangan kanannya.
"Terbukalah!" begitu katanya dan sekali lagi kekuatan tak kasat mata datang membantunya, kali menghantam pintu belakang truk itu sampai penyok dan jebol sehingga kelihatanlah segala isi bawaan truk lapis baja tersebut.
"Hai cincin pinto-pinto! Bawalah ini semua kepada Tuanku!" katanya sambil memutar cincin di jari manisnya kembali.
Sesudah itu terjadilah hal ganjil. Batang-batang emas yang diangkut oleh truk lapis baja itu mendadak terbang melayang dan dimasukkan ke dalam sebuah karung-karung besar oleh tangan-tangan tak tampak sebelum akhirnya karung-karung besar itu terbang menuju suatu tempat, dengan diikuti oleh si makhluk ganjil yang berlari menyusuri tembok pembatas jalan sambil sesekali berayun di antara lampu-lampu penerangan jalan menuju tempat yang sama dengan tempat emas-emas itu akan disimpan.
*****
Pukul 05.00 WITA
Kapten Pusaka baru saja selesai shalat subuh ketika telepon rumahnya berdering berisik. Lekas-lekas ia rapikan sajadahnya dan keluar dari kamar tidurnya lalu di ruang tengah, istrinya ternyata sudah menerima panggilan telepon itu dan langsung mempersilakan Pusaka berbicara dengan wajah si penelepon yang tampak di layar holografik penerima panggilan tersebut.
"Selamat pagi Kapten, maaf mengganggu," sapa si penelepon yang masih tampak mengenakan sarung dan kaus berkerah itu.
"Tak apa Pak Kapolres, ada apa?" jawab Pusaka
"Kapten bisa ke kantor saya satu jam lagi? Ada situasi yang harus saya bahas dengan Kapten."
"Siap Pak, saya akan meluncur ke sana!" jawab Pusaka sembari mengakhiri panggilan.
"Langsung ke Polresta?" tanya Nyonya Pusaka.
"Yap."
"Nggak sarapan dulu?"
"Tak usahlah. Nanti sore saja aku makan di rumah."
******
Lima belas menit kemudian, Pusaka sudah dalam perjalanan menuju ke Polresta Tanjung Paser, sebelum akhirnya teringat bahwa ia belum menelepon atasannya untuk melapor. Segera ditekannya tombol panggilan di dasbor mobilnya dan perangkat itu menanyakan pada Pusaka, "Siapa yang hendak Kapten hubungi?"
"Profesor Denny!" jawab Pusaka.
"Memanggil Profesor Denny!" jawab perangkat tersebut yang segera disambung suara tut-tut khas telepon yang belum diangkat.
"Halo Kep?" jawab Denny dari seberang sana, "Ada apa?"
"Kapolres meminta saya datang ke kantornya pagi-pagi. Sepertinya ada situasi Kroda yang menerobos masuk."
"Ya, saya dengar Panji dan Sitanggang kemarin bentrok dengan sejumlah Kroda di Pantai Timur, tapi menurut pengamatan Oka dan dua Lokapala itu, tak ada satupun yang mereka biarkan lolos."
"Tapi akhir-akhir ini selalu ada kemungkinan lolos kan Prof? Ingat kasus Ronin? Takeda?"
"Yap! Coba kumpulkan info lebih banyak Kep! Kalau sudah hubungi saya. Saya ke kantor sekarang juga!"
Dua puluh menit berkendara, Pusaka akhirnya tiba di Polresta Tanjung Paser. Gedung bertingkat dengan warna dinding dominan coklat itu tambak menjulang angkuh di antara gedung-gedung pemerintahan lain yang ada di sekitarnya, sebab gedung itu menjadi gedung paling tinggi di wilayah itu. Pusaka menutup pintu mobilnya dan berlari-lari kecil menuju lobi gedung tepat ketika Sang Kapolres juga datang.
"Eh Kapten! Ayo! Kita segera ke atas!" ujar pria berusia 40 tahunan itu ketika melihat Pusaka sudah tiba.
"Situasinya macam apa?" tanya Pusaka sembari mengikuti Sang Kapolres dari belakang.
"Saya tidak tahu harus menjelaskannya seperti apa, silakan Kapten nanti dengar paparan Kanit Lakalantas kami saja soalnya saya bingung mendeskripsikannya."
"Memang seberapa aneh kejadiannya?"
"Ada rampok bawa 10 kg emas dari truk milik suatu bank lalu menghilang tanpa jejak dalam 10 menit, menurut Kapten itu cukup aneh nggak?" ujar Sang Kapolres sembari masuk dan memencet tombol lift.
"Oke ... , lalu?" Pusaka alih-alih menganalisa keanehan kejadiannya, malah salah fokus pada angka 10 kg emas itu.
Otak Pusaka menghitung-hitung sambil menggumam, "Harga 1 gram emas saja saat ini Rp.600 ribu per gram, 10 kg itu 10.000 gram, itu artinya rampok itu sukses menggondol harta senilai Rp. 6.000.000.000,- (Enam Milyar Rupiah)! WOW! Itu jumlah yang besar!"
Lift yang ditumpangi Pusaka berdenting, menandakan mereka telah sampai di lantai yang dituju. Kembali mengikuti langkah Sang Kapolres, Pusaka kini memasuki sebuah ruang pertemuan di mana sejumlah polisi berseragam lengkap tampak sudah menunggu dan menyiapkan presentasi terkait kasus semalam.
"Silakan mulai AKP Andi," ujar Sang Kapolres sembari duduk di kursinya dan mempersilakan Pusaka duduk di kursi kosong di sampingnya.
"Yak, selamat pagi Bapak, Ibu, dan Saudara-Saudari sekalian. Saya di sini hendak mempresentasikan fakta yang kita ketahui dari peristiwa perampokan semalam. Lebih tepatnya pukul 02.00 WITA tadi pagi. Pelaku merampok sebuah truk lapis baja bermuatan 10 kg emas milik bank "MD" yang kira-kira bernilai enam milyar rupiah. Pelaku melumpuhkan personel bank bersenjata dengan senjata yang tidak diketahui. Rekaman CCTV lalu lintas tidak mampu menangkap benda apa yang dipakai si penyerang. Sebab keterangan dan fakta lapangan yang kami dapat tidak jelas," Andi menekan remote dan menunjukkan para personel truk lapis baja itu dihempaskan oleh tenaga tak terlihat, rekaman kemudian dilanjutkan dengan penjebolan bagian belakang truk oleh tenaga yang tak tampak pula dan diakhiri dengan kesaksian sopir truk pengangkut gula pasir yang sulit dicerna akal sehat.
"Bagaimana Bapak Personel Unit V yang hadir di sini? Apa Bapak punya petunjuk mengenai si pelaku?" tanya AKP Andi kepada Pusaka yang serius mengamati rekaman tersebut.
"Berikan seluruh bukti ini kepada kami, dan kami akan urus sisanya!" ujar Pusaka.
"Lho, tidak bisa begitu. Pihak Bank MD telah meminta kami menyelidiki soal ini sampai tuntas! Ini ranah penyelidikan kami!" sanggah Andi.
"Pak Andi, kalau pelakunya manusia, kami akan dengan senang hati menyerahkan tersangka atau bukti penyelidikan lebih lanjut kepada Kepolisian, tapi rekaman CCTV ini berkata lain. Tersangka Anda bukan manusia dan tersangka yang bukan manusia tidak bisa dituntut dengan hukum manusia. Serahkan saja rekaman-rekaman itu kepada kami, dan kami akan beritahu Anda di mana emasnya disimpan andaikata kami menemukannya. Lagipula ... bagi bank dengan skala kapital sebesar bank MD, tamparan hingga 10 Trilyun Rupiah rasanya bukan tamparan keras."
"Pak?" AKP Andi mencoba mencari dukungan dari Kapolres.
"Serahkan saja!" jawab Sang Kapolres.
"Tapi Pak?" Andi terperanjat dan mencoba membantah.
"Serahkan! Kamu dengar apa kata Mabes POLRI soal kota ini? Semua masalah ganjil di luar nalar wajib diserahkan pada Unit V! Kamu lupa? Atau kupingmu sudah sobek?"
Pusaka berasumsi 10 Trilyun Rupiah hanya bernilai 3-6% dari nilai seluruh aset yang dikelola Bank MD
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top