BAB V : TEKANAN

Sehari pasca munculnya tiga Orang Bati, suasana relatif aman. Kabut darah tampak mulai menipis. Untuk sementara para anggota tim Rangga bisa agak santai dari tugas mereka sebagai Dwarapala. Sayangnya, kewajiban akademik mereka tidak bisa membuat mereka santai. Kuping Oka hari ini dibuat panas ketika Haryo tak henti-hentinya mengomel ketika menatap 20 nomor PR fisika yang harus selesai besok pagi yang dipadu dengan 30 soal PR matematika dan tugas membuat makalah tentang periode nirleka alias periode prasejarah Indonesia yang semuanya harus dikumpulkan besok. Nasib Dwarapala yang lain tak jauh beda. Mirna dan Syarif juga digangbang tugas akademik plus tuntutan untuk segera menyelesaikan makalah penelitian ilmiah mereka untuk dilombakan dalam Pekan Ilmiah Remaja se-Kalimantan Timur.

Rangga makin disibukkan dengan persiapan pentas seni tahunan akademi di mana ia duduk sebagai panitianya. Safitri juga sama, apalagi dengan posisinya sebagai seksi kerjasama OSIS, membuat gadis itu harus bolak-balik keliling kota Tanjung Pasir dan kota-kota yang berdekatan seperti Balikpapan untuk mengajukan proposal kepada sejumlah calon sponsor acara. Akademi memang punya kebijakan untuk 'membiarkan' OSIS mencari dana sendiri dan baru 'turun tangan' membantu pendanaan acara pada detik-detik terakhir jika OSIS gagal memenuhi target pendanaan.

"Aduuuhh, ini caranya gimana sih? Oka?!" Haryo memalingkan kepalanya ke arah Haryo.

"Aduh, jangan berisik terus kenapa sih? Aku juga lagi pusing nih!" sejumlah kertas buram memang telah dipenuhi coret-coretan Oka guna menjawab soal-soal yang ada di hadapannya.

"Kamu sampai nomor berapa?"

"Fisika nomor 7."

"Jawabannya cocok nggak?"

"Aish! Aku dapat jawabannya 124,35 Newton."

"Tapi di kunci jawabannya kan 141,7 Newton?"

"Nah! Makanya itu! Antara kunci jawabannya salah atau cara hitungku yang salah!" gerutu Oka.

"Kunci jawaban buku ini nggak pernah salah. Guru kita sudah membuktikannya berkali-kali," keluh Haryo sembari meletakkan kepalanya yang berat di meja belajar.

Lalu tanpa diduga-duga, gangguan yang tidak diharapkan datang. Arloji Oka dan Haryo bergetar keras dan memunculkan logo Dwarapala.

"Oh ya ampun!" keluh Oka.

"Masya Allah! Ojo saiki nopo sih?" gerutu Haryo dalam bahasa Jawa.

"Aish, mengeluh nggak ada gunanya. Ayo siap-siap," Oka langsung beranjak bangkit dari kursinya dan Haryo, meskipun terkesan enggan, akhirnya bangkit berdiri juga.

*****

Kembali ke markas rahasia mereka di bawah akademi, Oka bisa melihat bahwa para Dwarapala yang lain tampak terkantuk-kantuk, kecuali Rangga. Ia dan Haryo kembali berbaris bersama tiga seniornya yang lain namun kali ini Rangga alih-alih langsung menjelaskan misi malah menyodorkan pada mereka, lima cangkir kopi panas.

"Kalian berlima kurang tidur dua hari ini. Jadi minum dululah."

Kelima anak buahnya minum pelan-pelan namun tetap menatap sang kapten tim, menunggu penjelasan. Rangga tampaknya tahu bahwa anggotanya menuntut penjelasan jadi ia menghela nafas panjang sejenak sebelum mengaktifkan sebuah layar holografik yang kembali menampilkan sosok Orang Bati.

"Masih ingat dengan manusia kelelawar yang mau dimasak Mirna tempo hari?" celetuk Rangga mencoba bergurau.

Lima orang anggotanya tertawa pelan namun dengan segera mereka kembali serius. "Kali ini kita punya masalah yang agak ... rumit," kata Rangga lagi.

"Serumit apa Letnan?" tanya Safitri sambil membetulkan letak kacamatanya.

"Ada dua titik kemunculan kali ini. Yang satu ada di Bukit Barat dan yang satu lagi ada di pantai timur. Kesatuan Brimbob di Bukit Barat melaporkan adanya kontak dengan makhluk tak dikenal yang ciri-cirinya seperti Orang Bati yang kita urus dua hari yang lalu tapi yang satu lagi muncul di sekitar Pantai Timur. Polisi Laut yang melaporkan kontak dengan makhluk itu menyatakan bahwa makhluk yang muncul di pantai itu muncul dari dalam lautan dan menenggelamkan beberapa awak sebuah kapal feri. Lalu ...," kembali Rangga terdiam.

"Lalu apa Letnan?" tanya Oka.

"Dua pihak yang melaporkan kontak dengan makhluk ini akhirnya hilang kontak dengan markas mereka masing-masing."

Semua terdiam. Ada kemungkinan korban jiwa telah jatuh. Jika itu sampai terjadi maka mereka harus bergerak cepat ke lokasi. Masalahnya dengan adanya dua lokasi kemunculan seperti ini mereka sudah pasti harus berpencar menjadi dua tim. Itu artinya kekuatan pertahanan mereka akan menjadi semakin berkurang.

"Ya, saya tahu kekhawatiran kalian. Kita tidak tahu berapa jumlah musuh, tapi kita sudah terlatih untuk ini kan?"

"Ya Let," jawab kelimanya serempak.

"Baiklah," Rangga kembali menepuk tangannya dua kali, "Saya bagi tim kita menjadi dua tim. Safitri, Oka, dan Haryo pergi ke Bukit Barat sementara sisanya ikut saya ke Pantai Timur. Siap?"

"Siap Let!" jawab mereka serempak.

"Semoga berhasil! Tuhan bersama kita!"

*****

"Tuhan bersama kita!" adalah sebuah kalimat klasik yang lazim diucapkan komandan-komandan militer dalam menyemangati anak buahnya baik dalam satuan regu, peleton, kompi, maupun resimen[1]. Tapi Oka dan Haryo, meskipun masih baru, tahu jika Rangga mengucapkan kalimat itu maka misi ini pasti akan sulit. Senior-senior mereka seperti Syarif dan Safitri sudah menceritakan berkali-kali bahwa kalimat "Tuhan bersama kita!" adalah kalimat keramat bagi Rangga, lebih tepatnya adalah kalimat keputusasaan atau kekhawatiran Rangga bahwa misinya ini akan bisa mereka lewati dengan baik tanpa mengorbankan nyawa anggotanya.

"Setiap kali Rangga berkata : 'Tuhan bersama kita', pasti ada satu atau dua anggota kita yang tewas di akhir operasi," kata Safitri ketika mereka beranjak ke ruang penyimpanan zirah, meninggalkan Rangga yang masih ada di ruang kontrol dan tengah berbicara dengan atasan mereka, Kapten Pusaka.

"Tapi ini tugas kita, kita dilatih untuk hari ini," kata Syarif sambil memasang bayonet pada ujung laras senapannya.

"Mari kita berdoa," kata Mirna sambil mengulurkan kedua tangannya sebagai isyarat bagi kawan-kawannya untuk mendekat. Oka dan Haryo pun mendekat, disusul Syarif yang akhirnya meletakkan senapannya dan turut bergabung dalam lingkaran dan diakhiri dnegan Safitri yang melengkapi lingkaran kita tersebut. Doa yang mereka ucapkan singkat saja, "Tuhan jika Engkau izinkan,  tolonglah kami semua agar bisa kembali kemari dengan selamat. Tapi jika Engkau berkehendak lain, izinkan semua musuh kami musnah di tangan kami."

"Amin!" jawab mereka semua mengakhiri sesi doa singkat itu. Kelimanya lalu mengenakan zirah mereka, mengambil senapan, pistol, sangkur, dan memeriksa semua perlengkapan lainnya seperti pisau laser di pelindung lengan mereka serta fungsi pemindaian visor. Tak lama kemudian Rangga bergabung. Ia sudah mengenakan zirahnya dan langsung memberi isyarat pada anak buahnya untuk segera bergerak.

*****

Iringan enam motor berpisah di sebuah persimpangan di mana tiga motor tetap melaju lurus menuju pantai dan tiga lagi berbelok ke kanan, menaiki jalan menikung yang mengarah ke sisi barat kota.

Tiga motor yang melaju ke arah barat beranggotakan Safitri sebagai ketua regu dan Oka serta Haryo sebagai anggotanya. Kala perjalanan masih berlangsung, Haryo tiba-tiba melakukan kontak dengan Oka.

"Ada apa, Yo?" tanya Oka sembari masih terus fokus ke jalan.

"Aku mau minta tolong."

"Soal apa?"

"Kalau aku nanti tidak selamat, tolong tabunganku kau kirimkan ke Panti Asuhan NF."

"Jangan ngomong begitu. Aku saja belum tentu selamat tapi kau sudah perlakukan aku bak ahli waris saja."

"Aku punya firasat bahwa kamu akan terus hidup Oka."

"Aneh," Safitri menimpali, "Aku juga punya firasat yang sama."

Lalu ketiganya hening. Lama sekali, sampai akhirnya Oka sendiri yang memecah keheningan dengan berkata, "Lokasi target satu kilometer lagi."

"Siapkan senjata!" perintah Safitri.

Senapan yang mereka tempatkan di tempat khusus di dekat stang kemudi motor langsung mereka lepas pengamannya. Tak sampai lima menit kemudian, mereka tiba di lokasi. Sebuah bukit yang dipenuhi vegetasi semak dan pohon terutama pohon trembesi dan mahoni. Oka mengaktifkan sensor visornya, mencari keberadaan musuh atau makhluk aneh yang mungkin berada di dekat mereka.

Sensor di visor Oka tidak menemukan makhluk ganjil namun ia menemukan sinyal panas tubuh dari seseorang di balik sebuah pohon mahoni.

"Ada orang," kata Oka sembari menunjuk ke arah pohon yang dimaksud.

"Periksa! Haryo dan aku akan awasi sekitar," kata Safitri.

Oka melangkah dengan hati-hati sembari terus memindai lingkungan sekitarnya. Pengalamannya yang tidak mengenakkan dengan makhluk 'Tangan Tanpa Tubuh' 2 bulan yang lalu membuatnya lebih hati-hati melangkah meski sensor menyatakan daerah sekitarnya aman. Sebab 'Tangan Tanpa Tubuh', adalah makhluk dari seberang yang dapat bersembunyi dalam tanah dan tidak terdeteksi sensor pemindai. Oka pernah dibuat makhluk itu terjerembab ke dalam lubang yang mereka gali dan nyaris mati kehabisan nafas ketika makhluk itu mencekik dan meremukkan pelindung lehernya kalau saja tidak ditolong Safitri yang saat itu menusuk dan membabat makhluk itu menjadi serpihan daging kecil-kecil.

Di balik pohon mahoni besar itu, Oka menemukan seorang prajurit Brimob yang tampak berjuang keras hanya untuk sekedar menarik nafas. Ada luka sayat lebar di pelipis kirinya dan sensornya mendeteksi bahwa polisi itu mengalami pendarahan internal. Salah satu tulang rusuknya patah dan menggores paru-parunya. Salah satu ginjalnya juga cedera akibat tusukan benda tajam yang menembus perutnya.

"Tenang Pak, tenang," Oka memberi isyarat pada polisi berpakaian hitam-hitam itu untuk tenang. Namun polisi itu tampaknya gelisah. Ia memberi isyarat pada Oka untuk mendekat. Oka mendekat dan melihat polisi itu mengetikkan sederet kata di layar arlojinya.

YANG LAIN SUDAH MATI!

KELELAWAR BESAR ITU MEMBUNUH DAN MEMBAWA MEREKA SEMUA!


"Tenang Pak," Oka kembali meminta polisi itu untuk tenang, "Cobalah untuk terus sadar dan bernafas pelan-pelan. Saya punya pereda nyeri," Oka merogoh saku barang di pinggang kirinya dan menyerahkan satu lembar tablet pereda nyeri. Polisi itu langsung menyambar obat itu dan merobek bungkusnya lalu menelan obat itu tanpa air kemudian menunjuk ke satu arah.

Arah itu adalah barat daya dan tanpa diberitahu pun Oka tahu bahwa polisi itu tengah menunjuk arah di mana ia melihat makhluk itu. Oka langsung meninggalkan polisi itu dan melapor pada Safitri. Gadis itu langsung menyuruh anak buahnya segera berjalan ke arah yang dimaksud.



[1]Regu : beranggotakan sekitar 6-20 personel

Peleton : beranggotakan 30-50 personel / minimal tiga regu

Kompi : beranggotakan 180-250 orang / minimal tiga peleton

Batalyon  : beranggotakan  700-1000 orang / minimal tiga kompi

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top