Lokal - Kita Shinsuke

Fandom: Haikyuu!! © Haruichi Furudate
Character: Kita Shinsuke
Author: Kazely_

· · ─────── · ─────── · ·

Suasana SMAN 1 Kailos kini tengah riuh karena tengah jam istirahat, banyak siswa yang tengah asik dengan kegiatan mereka masing-masing. Ada yang asik di kelas, nongkrong di lorong, main futsal, jajan ke kantin dll.

"Awas air panas!" sebuah teriakan menggelegar memenuhi kantin, banyak siswa maupun siswi yang menoleh dan mereka dibuat geleng-geleng kepala.

Bagaimana tidak, seorang Kuroo dan Bokuto yang merupakan senior kelas tiga kini tengah asik dorong-dorong gerobak yang entah dapat darimana dengan Bokuto yang ada di dalam gerobak itu dan Kuroo yang mendorong nya.

"Kuroo! Bokuto! Jangan bawa-bawa gerobak kesini!" pekik seorang gadis yang tengah duduk tak jauh dari posisi duo aneh itu.

"Ha? Apa?"

Gadis itu menggeram marah, berjalan menghampiri keduanya dengan tangan dilipat di dada. "Gue bilang, jangan bawa gerobak kesini! Kalian budeg, ya?!"

"Cielah [Name], gak usah galak-galak napa," ucap Kuroo yang tersenyum menyebalkan.

"Gue gak akan galak kalau kalian gak bawa-bawa gerobak ke kantin, liat! Banyak yang risih," tutur [Name].

Apa yang diucapkan [Name] memang benar, karena banyak siswa dan siswi yang menjauh dari posisi mereka dengan tatapan jijik dan risih. Hanya Kuroo dan Bokuto saja yang tak menyadarinya.

"Kan cuman gerobak, buat apa risih?" tanya Bokuto dengan polos.

[Name] mengelus-elus dada, menahan diri agar tidak menoyor kepala Bokuto yang entah dipakai apa tidak. Kuroo yang mendengar pertanyaan polos Bokuto hanya bisa menutup mulutnya dengan bahu bergetar, berusaha untuk menahan tawa nya agar tak meledak.

"Bokuto, lo lihat tulisan yang ada di gerobak ini?" tunjuk [Name] kearah tulisan yang tertera di gerobak yang mereka bawa.

"Gak bisa, kan gue lagi naik gerobak nya," ucap Bokuto.

"Ya turun dulu dong!" geram [Name].

Bokuto mengangguk mengerti dan turun dari gerobak, melihat tulisan yang di tunjuk [Name].

"Lihat, udah baca tulisan yang ada di gerobak ini?" tanya [Name].

Bokuto mengangguk. "Udah."

"Itu tulisannya apa?"

Baru sadar apa yang dimaksud [Name] , Bokuto hanya bisa menjawab dengan seringai bodoh nya. "Gerobak sampah SMA 1 Kailos."

"Terus kenapa kalian bawa ke kantin? Terus ini kalian dapet darimana?" tanya [Name].

"Kita tuh bosen, terus kita nemu gerobak di pinggir lapang jadinya kita bawa keliling sekolah, kebetulan kantin belum kita lewatin," jelas Kuroo tanpa beban, Bokuto mengangguk meng'iya'kan.

"Ya ampun, Kuroo, Bokuto," gumam [Name] seraya mengelus dada, tak habis pikir dengan penjelasan teman nya yang satu ini.

"Nah! Itu gerobaknya! Nak Kuroo, nak Bokuto! Balikin gerobaknya!"

Mendengar namanya disebut Kuroo dan Bokuto langsung merinding dan menoleh kebelakang, terlihat seorang pria paruh baya yang tengah berlari dengan sapu yang terangkat, siap memukul dua orang yang ada di hadapan [Name].

"Bro, naik Bro! Pak Udin dateng bawa sapu!" panik Kuroo yang sudah siap membawa gerobak.

Bokuto mengangguk dan langsung masuk ke dalam gerobak. "Ayo, Bro! Kita kabur sekarang!"

"Hei! Mau lari kemana kalian!" teriak Pak Udin yang hampir berhasil memukul Kuroo dengan sapu nya.

Tak mengidahkan teriakan Pak Udin, Kuroo dan Bokuro sudah melesat duluan, kabur dari amukan pria itu.[Name] hanya bisa dibuat melongo, tak bisa berkomentar apa-apa.

"Aduh! Nak [Name], kenapa nak Kuroo sama Bokuto nya dibiarin kabur! Kan saya jadi harus nyari mereka lagi," keluh Pak Udin dengan nafas terengah-engah.

Lah? Kenapa gue yang disalahin, pikir [Name].

"Maaf Pak Udin, [Name] gak tau kalau itu gerobak nya dipake Pak Udin," ucap [Name].

Ingin marah, tapi takut darah tinggi, Pak Udin hanya bisa mengela nafas pasrah. "Yasudah nak [Name], Pak Udin pergi dulu."

Sepeninggal Pak Udin [Name] menghela nafas lega, kembali berjalan menuju bangku nya dimana terdapat satu mangkuk bakso yang belum habis.

"Kenapa gue bisa sekelas sama mereka bedua coba," gerutu [Name] yang kembali memakan bakso nya dengan perasaan kesal.

"Kak [Name]!" mendengar namaya dipanggil [Name] menoleh, mendapati sosok Hinata dan Kageyama yang berjalan menghampiri dirinya.

"Kita boleh duduk disini, kan?" tanya Kageyama.

[Name] memutar bola matanya malas. "Boleh lah, lagian ini bukan sekolah gue jadi buat apa kalian nanya?"

Mereka mengagguk, langsung duduk menghadap [Name] dengan dua mangkuk soto yang mereka letakan diatas meja.

"Gue denger nanti bakal ada lomba buat acara tujuh belasan," ucap Kageyama ditengah-tengah makan nya.

[Name] mengangguk. "Iya, gue denger juga semua lombanya OSIS yang ngatur."

"Kak [Name] bakal ikut?" tanya Hinata.

"Gak minat, kalau dipaksa gue bakal kabur," jawab [Name].

Hinata bertepuk tangan heboh. "Kak [Name] banget!"

"Hinata bego, lo jangan tepuk tangan gitu, banyak yang liatin!"

"Biarin aja, lo sama Hinata kan gak ada bedanya." Keduanya menoleh kearah [Name] yang baru saja menghabiskan bakso nya dan kini tengah meminum es jeruk hingga tandas.

"Apa yang gak ada beda nya, Kak [Name]?" tanya Hinata.

[Name] menyeringai. "Sama-sama gak tahu malu." Usai mengatakan hal itu [Name] langsung bangkit dan berlari keluar kantin, mengabaikan teriakan kedua adik kelasnya yang tengah mengumpati dirinya.

"Kak [Name] bangke!"

***

Dengan nafas terengah, [Name] bejongkok dengan tangan yang bertumpu di lutut, menoleh kebelakang, khawatir kedua adik kelas nya mengejar sampai taman belakang sekolah, lokasi dirinya saat ini.

"Lagian yang gue bilang bener kok, mereka berdua sama-sama gak tau malu, mau dimana aja pasti bikin orang yang di deket mereka malu sama tingkah mereka yang kelewat absrud bin aneh itu," gumam [Name] yang masih mengatur nafas.

"[Name]! Lo disini rupanya!" [Name] berjengkit kaget, menoleh kebelakang.

Yaku sama Akaashi? Ngapain mereka manggil gue? Pikir [Name].

"Ada apa?" tanya [Name].

"Bantuin gue sama Akaashi dong." [Name] mengernyit bingung. "Bantuin apa?"

"Tolong suruh Kak Kita buat istirahat, dari kemarin Kak Kita ngurusin dokumen buat acara tujuhbelasan," adu Akaashi.

"Kenapa harus gue?"

"Aelah! Kalau kita yang suruh Kita buat buat istirahat, dia pasti gak ada dengerin, tapi kalau lo gue jamin dia bakal nurut," tutur Yaku.

[Name] mendelik kesal, emang mereka kira [Name] pawangnya gitu? Mau nolak tapi kasian, kalau nerima nanti harus ekstra sabar untuk menghadapi seorang Kita Shinsuke yang notebane nya teman kecil sekaligus Ketua OSIS.

[Name] hanya bisa mengangguk. "Gue usahain."

"Makasih, Kak [Name]," ucap Akaashi.

"Sama-sama, kalau begitu gue pergi dulu, udah bel soalnya," ucap [Name] yang berjalan menjauh, memang ditengah-tengah perbincangan mereka, bel masuk sudah berbunyi dan [Name] harap dirinya tidak telat masuk kelas.

Kini menyisakan Yaku dan Akaashi yang menatap kepergian [Name] hingga sosok nya menghilang di tikungan.

"Kak Yaku, kenapa Kakak suruh Kak [Name]?" tanya Akaashi.

"Karena [Name] itu udah bagaikan pawang nya Kita," jawab Yaku.

Akaashi mengernyitkan dahinya, bingung dengan apa yang dimaksud Kakak kelas disamping nya ini.

"Nanti sore lo jangan pulang dulu, lo bakal ngerti apa yang gue ucapin tadi kalau lo langsung ke ruang OSIS." Usai mengucapkan hal itu Yaku kembali berjalan, disusul dengan Akaashi yang hanya diam, tak menjawab ucapan Yaku.

***

Kring...!Kring...!

Bel pulang berbunyi nyaring di seluruh penjuru sekolah, para siswa maupun siswi bersorak senang karena pembelajaran hari ini yang telah usai.

[Name] yang sudah siap dengan tas yang ada di punggung langsung berlari keluar kelas, melewati lautan manusia yang berlalu-lalang, hingga samapai di ruang OSIS, tujuannya saat ini.

Brak!

"Shin!" teriak [Name] seraya mendobrak pintu ruangan, membuat Kita yang tengah duduk di kursi tersentak kaget.

"[Name], kalau lo mau masuk, ketuk pintu dulu," tegur Kita yang mengela nafas pelan.

[Name] yang mendapat teguran hanya bisa menyeringai, tak mempedulikan apa yang sahabatnya ucapkan. Melangkah mendekat [Name] langsung menahan kertas yang hendak Kita baca.

"Yaku sama Akaashi bilang dari kemarin lo sibuk ngurusin buat acara tujuh belasan dan lo nolak tawaran mereka buat istirahat."

Kita hanya diam, tak menjawab apa yang diucapkan [Name]. [Name] yang tak mendapat jawaban dari Kita hanya menghela nafas pelan. "Lo harus istirahat Shin, maksain itu gak baik buat kesehatan lo, yang ada kalau lo sakit anggota OSIS lain yang repot."

Kita masih diam, walau di dalam hatinya ia membenarkan apa yang diucapkan [Name].

"Hari ini lo ikut gue, gue ajak lo ke Cafe deket sekolah, sekalian refreshing buat lo yang pacaran terus sama kertas." Kita yang terkekeh pelan langsung mengangguk, mengi 'iya'kan ucapan sahabatnya.

"Bagus! Kalau gitu lo siap-siap sekarang, gue tunggu lo di gerbang sekolah," ucap [Name] yang berjalan keluar dari ruangan, menyisakan Kita yang masih dalam posisi duduknya.

[Name] sama sekali tak menyadari kalau ketika dirinya pergi, Kita menelungkupkan wajahnya di lipatan tangan, menutupi wajahnya yang sudah memerah dengan jantung yang berpacu cepat.

"Yo, Kita!" Kita mendongkak, menatap Yaku dan Akaashi yang muncul, membuat mereka berdua langsung dihadiahi tatapan tajam dari Kita. "Yaku, kenapa lo ngaduin gue ke [Name]?"

Tak mengidahkan pertanyaan Kita, Yaku melihat sekeliling. "Oh, tadi [Name] datang? Akaahi sorry kayaknya kita telat dateng."

Akaahi hanya mengangguk. "Gak masalah Kak Yaku."

"Kit, lo mau kemana?" tanya Yaku ketika melihat Kita yang bangkit dari duduknya, hendak berjalan keluar dari ruangan.

"Pulang, [Name] ngajakin gue ke Cafe, dia bilang sekaligus refreshing buat gue yang pacaran sama kertas." Yaku dan Akaashi melongo dan langsung digantikan dengan tawa keras Yaku. "Hahaha...! lo liat Akaashi, Kita yang susah kita suruh istirahat langsung nurut pas [Name] yang suruh."

Akaahi mengangguk, dirinya juga cukup terkejut ketika mendengar ucapan Kakak kelas yang merangkap sebagai ketua OSIS itu.

Kita memutar bola matanya malas. "Gue pergi dulu. Yaku, Akaahi itu dokumen lombanya tinggal sedikit lagi yang harus diperiksa, gue serahin itu sama kalian."

Kita langsung berjalan keluar, melewati Yaku yang mendesah kesal. "Gue nyesel harus dateng ke sini dulu."

"Yang sabar Kak Yaku," ucap Akaahi.

"Lo juga, Akaashi!" pekik Yaku.

***

"Kita mana sih! Kok lama banget," gumam [Name] yang mulai bosan berdiri di depan gerbang.

Kalau saja ponselnya tak habis baterai, sudah pasti dirinya tidak aka kebosanan seperti ini.

"Oh, ada [Name]!" sebuah seruan terdengar hingga telinga [Name], membuat sang empu meringis pelan karena mengenali suara yang familiar di telinganya ini

Gila, gue salah apa bisa sampe ketemu Miya bersaudara di depan gerbang gini, runtuk [Name].

"Sendiri aja, [Name]?" tanya Atsumu.

Pletak!

"Anjir! Pukulan lo gak main-main, [Name]," ringis Atsumu yang memegang kepalanya yang baru saja mendapat toyoran dari [Name].

"Nice, [Name]," celetuk Osamu.

Pletak!

"Aww....," ringis Osamu yang juga terkena toyoran [Name].

[Name] menatap mereka berdua dengan datar, walau dihati sudah panas akibat kesal dengan kelakuan mereka. "Gue senior disini, kalian harusnya sopan ke gue."

"Yakali gak usah pake di toyor juga." Osamu memberengut kesal.

[Name] berdecak kesal. "Gue gak peduli, itu bukan urusan gue."

"[Name], tolong kasih ini ke Kak kita." Atsumu mensondorkan paper bag yang penuh dengan coklat beserta sticky note, membuat [Name] menatapya horor. "Biar gue tebak, dari fans nya Shinsuke?"

Osamu mengangguk. "Iya, tadi kita berdua disuruh dari kurir dadakan."

"Yang sabar...," ucap [Name] dengan tangan kanan yang menepuk pundak Atsumu.

Berdecak kesal, Atsumu langsung memberikan paper bag yang ada di tangannya ke [Name] dan langsung berjalan menjauh, meninggalkan [Name] dan Osamu yang tertawa terbahak-bahak.

"Karma dia," ucap Osamu yang masih tertawa.

"Gue setuju, dia pasti ngira kalau itu buat dia, pas tau kalau itu buat Shinsuke harga dirinya pasti tercoreng tuh...," timpal [Name] disela-sela tawanya.

Keduanya terus tertawa hingga perut mereka sakit, membuat mereka harus berhenti tertawa.

"Samu, susul gih kembaran lo," titah [Name].

Osamu mengangguk, langsung berlari guna menyusul Atsumu yang entah sudah dimana.

"[Name], maaf gue lama." [Name] menoleh, menatap Kita yang masih terengah-engah akibat berlari.

[Name] yang melihat kondisi Kita hanya bisa menggeleng pelan dan langsung menarik tangan Kita menuju parkiran. "Lo gak lama, kalau gitu...yuk!"

***

Pintu Cafe dibuka, [Name] dan Kita langsung memasuki Cafe yang menjadi tujuan mereka untuk hangout.

"Lo duluan, biar gue yang pesen." [Name] hanya mengangguk dan langsung memilih tempat di pojok dekat jendela, tak berselang lama, Kita langsung datang dengan segelas capucino dan es jeruk dan langsung duduk di hadapan [Name].

"Nih, es jeruk kesukaan lo," ucap Kita yang langsung disambut mata berbinar [Name]. "Thanks."

Terlalu asik dengan minuman mereka masing-masing, keduanya tak menyadari kalau ada empat pasang mata yang tengah melirik kearah meja mereka.

"[Name]." Mendengar suara yang dia kenali, [Name] langsung menoleh, menemukan sosok Sawamura dan Sugawara yang berjalan kearah mereka.

"Oi, [Name]! Gue telepon lo dari tadi, kok lo gak angkat sih!" protes Sawamura.

"Sorry, Hp gue mati, emangnya lo mau ngomong apa?"

"Gue mau bilang kalau lo har-" ucapan Sawamura langsung terpotong oleh Suga yang langsung membekap mulut Sawamura, membuat sang empu berontak.

Suga yang tak peduli dengan sohib nya yang berontak hanya tersenyum manis. "Nanti aja kita omongin, kita pergi dulu [Name], selamat date!" keduanya langsung berjalan, menjauh dari meja [Name] dan Kita dengan [Name] yang menatap mereka bingung.

"Gaje," celetuk [Name] yang kembali menyeruput es jeruk nya.

"Siapa mereka?" tanya Kita yang masih menatap Sawamura yang tengah berbicara dengan Suga, karena posisi mereka yang jauh dari mereka membuat Kita tak bisa mendengar apa yang tengah mereka bicarakan.

"Temen sekelas," jawab [Name], Kita hanya ber-oh ria, kembali menyeruput capucino yang tersisa setengah lagi.

"[Name], gue boleh minta tolong gak?" [Name] menoleh, menatap Kita dengan bingung. "Tumben, mau minta tolong apa?"

"Gue pengen lo sama anak ekskul fotografi bisa foto-foto acara tujuh belasan nanti."

Uhuk!

[Name] langsung terbatuk-batuk, menatap Kita dengan tatapan tak percaya. "Kenapa lo minta tolong ke gue? Kan gue bukan anak fotografi."

"Jepretan lo bagus, jadi gue pilih lo." Jawaban singkat Kita membuat [Name] terdiam, bingung harus merespon apa.

"Gue bayar lo pake soto Kang Fardi sama es jeruk."

"Deal." Putus [Name] tanpa pikir panjang. Mendengar dia yang akan dibelikan makanan dan minuman favorit nya membuat gadis itu berbinar. Kita tersenyum tipis, terhibur dengan ekspresei lucu yang [Name] tampilkan.

"Oh, ya, Shin gue mau kasih ini ke lo." [Name] menyerahkan paper bag yang penuh dengan coklat, membuat Kita mengernyit. "Dari siapa?"

"F-a-n-s lo," jawab [Name] dengan mengeja kata fans, membuat Kita terkekeh pelan, [Name] yang melihatnya langsung melongo.

Anjir...damage nya...,pekik [Name] dalam hati.

"Shin," panggil [Name]. Kita yang masih terkekeh langsung menoleh, menatap [Name] yang tengah menatapnya. "Apa?"

"Jangan keseringan senyum," ucap [Name].

Kita mengernyit bingung. "Kenapa?"

"Lo datar aja udah ganteng, apalagi pas senyum atau ketawa, beh...yang ada makin ganteng." Jawaban tak terduga langsung meluncur dari mulut [Name], membuat Kita langsung tertawa keras, mengundang perhatian beberapa pengunjung.

Bahkan, Sawamura dan Suga yang masih di Cafe langsung melongo, baru pertama kali mereka melihat sosok Kita yang tertawa dengan keras.

"Suga, gue gak salah liat kan? Itu Kita Shinsuke, Ketos SMAN 1 Kailos?" tanya Sawamura.

"Gue yakin kita gak salah liat," jawab Suga.

Kita yang masih tertawa membuat [Name] terdiam, baru pertama kali dirinya melihat sahabatnya yang tertawa sekeras ini. Sedangkan Kita yang mulai berhenti langsung menyeka air matanya akibat terlalu banyak tertawa.

"Tuh kan, gue bilang juga apa! Lo itu kalau ketawa pasti makin ganteng, Shin, gue jamin kalau nanti pasti fans lo nambah banyak daripada Miya kembar," ujar [Name] menggebu-gebu.

Kita yang mendegar ocehan [Name] hanya bisa menggelengkan kepalanya, takjub dengan sifatnya yang selalu jujur apa adanya.

"[Name], minuman gue udah habis, lo pulang bareng gue apa enggak?" tawar Kita.

"Tunggu tiga menit," ucap [Name] yang langsung menyeruput es jeruk nya dengan cepat, tak mempedulikan dingin yang masuk ke dalam kerongkongan nya. Dalam beberapa teguk, es jeruk favoritnya tandas, hanya menyisakan gelas yang sudah kosong.

Kita tertegun, menatap [Name] yang menghela nafas pelan. "Es nya lo makan juga, [Name]?"

"Iya, sayang es nya kalau dibuang," jawab [Name] seadanya.

"Lo gak susah gigitnya? Itu es lho...." [Name] mengejap pelan, langsung menggeleng. "Gue suka es."

Kita kembali dibuat bungkam, mendengar ucapan [Name] membuat Kita tak bisa berkomentar apa-apa lagi, sedangkan [Name] sudah menyeringai. "Makannya jangan pacaran sama kertas terus, kasian sahabat lo ini yang jarang ketemu, padahal udah sahabatan dari TK."

"Owh...jadi lo pengen gue perhatiin?" [Name] bungkam, tak menyangka Kita akan mengucapkan hal itu.

"Oke, kalau gitu gue akan perhatiin lo dari sekarang," kata Kita.

[Name] hanya bisa menghela nafas pelan, menyesal karena sudah menggoda Kita yang rupanya menganggap godaan nya serius.

***

SMAN 1 Kailos kini diterpa suasana ramai, para siswa maupun siswi kini berlalu-lalang untuk menikmati acara tujuh belasan dimana banyak lomba yang tengah diadakan seperti makan kerupuk, tarik tambang, dll. Selain itu beberapa lomba olahraga juga dimasukan guna memeriahkan acara lebih jauh lagi, terakhir adalah acara api unggun yang akan dilakukan di malam hari. Iya, acaranya sampai malam, kalau kalian tanya darimana semua dana nya, jawaban nya seluruh siswa dengan cara setiap kelas yang memberikan uang kepada OSIS. Apa ada yang protes? Tentunya tidak, karena sudah di diskusikan oleh seluruh siswa dari setiap kelas, dari kelas sepuluh hingga duabelas.

Ckrek!

Hinata yang tengah meminum minuman nya sehabis bertanding voli langsung menoleh, menatap [Name] dengan tatapan terkejut karena [Name] yang baru saja memotretnya.

"Kak [Name]!" panggil Hinata seraya melambaikan tangan.

[Name] hanya tersenyum, berjalan menghampiri adik kelasnya. "Yo! Gimana tanding voli tadi?"

"Kelas gue masuk semi final, kayaknya sih lawan nya kelas kembar Miya." [Name] langsung tertawa seraya menepuk-nepuk pundak Hinata agak keras. "Kalau gitu lo harus siap-siap, Atsumu sama Osamu bukan lawan gampang, gini-gini juga mereka atlet voli."

Hinata mengangguk karena dirinya dan Kageyama berada satu ekskul dengan senior mereka yang skill nya sudah tak diragukan lagi.

"Kak [Name], dari kapan lo suka fotografi?" tanya Hinata.

"Udah lama sih...," jawab [Name] seadanya.

"Kok gue gak tau? Padahal gue sama Kageyama kan suka bareng Kak [Name]?"

"Gue sengaja gak ngasih tau."

"Idih...mau main rahasia-rahasiaan nih, Kak [Name]," ejek Hinata, membuat [Name] kembali tertawa. Bukannya tersinggung [Name] malah menganggap ucapan Hinata itu lucu, karena baginya Hinata adalah adik kelas paling lucu di sekolah nya.

"Oh, Kak [Name]." [Name] kembali menoleh, melihat sosok Kageyama yang berjalan kearahnya dan langsung duduk di samping nya yang masih kosong.

"Habis darimana?" tanya [Name].

"Toilet," jawab Kageyama singkat, sebelum matanya melirik kearah kamera yang dipegang [Name]. "Sejak kapan Kak [Name] bisa pake kamera DSLR?"

[Name] mengejap pelan, langsung tersadar apa yang ditanya junior nya yang satu ini. "Udah lama."

Berbeda dari Hinata yang heboh, Kageyama hanya ber-oh ria.

"Kok lo biasa-biasa aja sih...." Hinata menggerutu kesal, merasa hanya dirinya yang memiliki reaksi heboh.

"Kenapa gitu? Masalah buat lo," balas Kageyama sengit.

"Udah-udah, gak baik berantem terus, malu-maluin gue tau gak," ujar [Name] membuat keduanya menoleh dan memekik secara bersamaan. "Kak [Name]!"

[Name] tak menanggapi, hanya menyeringai, berdiri dengan pelan dan langsung berlari entah kemana, meninggalkan Hinata dan Kageyama yang mengumpati senior mereka yang dari kemarin membuat mereka jengkel.

***

Acara berjalan dengan lancar, tak terasa malam sudah menyapa, acara yang awalnya ramai kini mulai sepi karena para pengunjung, siswa maupun siswi tengah berkumpul di lapangan utama guna menikmati acara api unggun.

[Name] yang berada di rooftof dengan kamera yang tengah memotret suasana malam yang indah. Tak mempedulikan sekitar hingga tak menyadari kalau seseorang sudah berdiri tepat di belakangnya.

Puk!

"Aaaa...!!!" pekikan keras [Name] berhasil membuat orang yang dibelakangnya menutup telinga serapat-rapatnya, berharap telinga nya masih berfingsi setelah mendapat pekikan keras.

"Ini gue." [Name] langsung terdiam, menoleh kebelakang dan mendapati Kita yang masih menutup kedua telinganya.

"Anjir...bikin gue kaget aja lo, Shin," kesal [Name], maniknya menatap Kita sinis. "Dari kapan lo dateng?"

"Daritadi, lo aja yang gak sadar," jawab Kita dengan datar, membuat [Name] mengelus dada pelan, berharap kekesalan nya bisa reda.

"Lain kali jangan gitu, untung aja gue gak jantungan," celetuk [Name] yang kembali fokus memotret, mengabaikan sosok Kita yang tengah menatapnya.

"Menurut lo acaranya gimana?" tanya Kita yang kini beralih fokus menuju api unggun yangg dikelilingi oleh semua orang.

"Bagus kok, bahkan acaranya lebih seru daripada yang ada di lapangan komplek," jawab [Name] jujur. Memang acara yang di komplek perumahan dirinya dan Kita hanya merayakan nya dengan permainan pada umumnya dan akan diakhiri sore dengan panjat pinang sebagai permainan penutup.

"Gimana kalau tahun depan kita adain di gunung?" [Name] langsung menoleh menatap Kita dengan mata berbinar. "Boleh, boleh banget malah!"

Melihat ekspresi berbinar [Name], membuat Kita tersenyum kecil, mengelus surai hitam milik [Name] yang terasa lembut di tangan, tak menyadari wajah [Name] yang sudah memerah, ingin menyembunyikan wajahnya yang memerah, [Name] kembali memotret, berusaha fokus dan tidak mempedulikan tangan Kita yang masih berteger manis di kepalanya.

"[Name]."

"...." tak aja jawaban dari sang empu, tak menghalangi Kita untuk mengucapkan dua kata yang membuat [Name] terdiam. "Pacaran, yuk!"

"Ha?!" [Name] yang baru sadar dari rasa terkejutnya langsung menoleh, menatap Kita dengan tatapan tak percaya. "Lo serius?!"

Kita mengangguk singkat, menatap [Name] dengan lembut. "Gue serius karena gue suka sama lo."

"Mimpi apa gue semalem sampe bisa ditembak oleh seorang Kita Shinsuke," gumam [Name] yang masih bisa terdegar oleh Kita yang langsung menghela nafas.

"Lo mau gak, [Name]? Jadi pacar gue?"

[Name] tersentak, mendongkak, menatap Kita yang juga tengah menatapnya.

"Gue mau kok jadi pacar lo," jawab [Name], membuat Kita tersenyum dan langsung memeluk [Name] erat. "Thanks."

"Gak usah makasih, lagian gue juga suka kok sama lo," ucap [Name] yang terkekeh, menatap langit malam yang terasa beda baginya. "Kayaknya bener deh...kalau sahabat antara lawan jenis pasti akhir-akhinya salah satunya kena friends zone atau gak pacaran."

"Tapi kita kena yang terakhir," ucap Kita.

"Ya, dan gue merasa beruntung," gumam [Name] yang menenggelamkan wajahnya di dada Kita, membalas pelukan hangan yang diberikan sahabatnya yang sudah berubah menjadi kekasih.

Dirasa sudah terlalu lama berpelukan, keduanya lantas melepasnya, saling menatap hingga [Name] yang tiba-tiba saja terkekeh.

"Kenapa?" tanya Kita yang mengernyit bingung.

"Cuman kepikiran, kalau tahun depan kita bukan cuman acara tujuh belasan, tapi sama peringatan satu tahun kita. Kira-kira kita bisa bertahan gak, ya?"

Ucapan terakhir [Name] membuat Kita merenggut tak suka, menggandengan tangan [Name] dan meremasnya pelan. "Gue yakin kalau kita bisa, malah gue harap bisa sampe pelaminan."

"Hahahaha...!!!" tawa [Name] langsung pecah, tak menyangka kalau Kita akan seserius ini dalam hubungan mereka berdua. Jujur saja hari ini adalah acara tujuh belasan terhebat yang pernah ia rasakan selama hidupnya.

Mengenai harapan Kita, [Name] pun setuju walau hanya diucapkan dalam hati, tak memberitahu secara gamblang.

· · ─────── fin ─────── · ·

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top