-LOCKED UP-

WARNING !

1. Aku hanya meminjam plot dari movie 'Quarantine' bukan keseluruhan cerita.

2. Rated : 15+ untuk kekerasan dan 'kosa kata yang berwarna'

3. Bijaklah memilih waktu dan bacaan.

4. Hanya menyarankan untuk tidak baca sembari makan.

5. Semi-Gore.

Thanks.

.

.

.

.

.

.

Lelaki bersurai baby pink itu menekan bel apartemen yang tepat berada di samping pintu. Mengangkat bahu sedikit ketika dua tangan ia sematkan ke dalam saku celananya. Udara dingin menerpa kulit putih susunya. Ac yang terpasang pada lorong hanya menambah gidikan bulunya meninggi. Malam memang bukanlah waktu yang tepat untuk berkunjung, namun ia memiliki alasan untuk tidak menolak ajakan Revale.

Tenn mengerjapkan mata ketika helai poninya sempat menusuk maniknya. Kepala ditolehkan kearah dua teman grupnya yang kini bersandar pada dinding. Ryuu memeluk dirinya sendiri dan Gaku meniup telapak tangannya yang memerah. "..apa Yuki-san dan Momo-san terlalu sibuk menyiapkan segala sesuatunya?" Tanya Tenn memulai percakpaan disaat bungkam hanya membuat tubuhnya semakin merasakan dingin---sekalipun mereka sudah berada di dalam gedung.

Ryuu mengangkat tangan untuk melihat jam yang melingkar pada pergelangannya "Ini sudah setengah dua belas malam. Apa yang mungkin mereka siapkan untuk kita santap?"

"Kau tahu dua senior itu, Ryuu" Sahut Gaku menegakan tubuhnya kembali setelah ia mendengar derap langkah kaki menuju pintu di dekat mereka "Mereka gemar menyambut kedatangan orang lain dan menyuguhinya dengan banyak hal. Aku yakin penyambutannya pun meriah---"

"!"

Pintu dibuka dengan kerasnya.

"---WELCOME TRIGGER!" Lelaki bermanik magenta bersorak riang dengan mengangkat kedua tanganya ke udara. Topi kerucut yang merupakan properti pesta ulang tahun dikenakannya. Lelaki lain bersurai panjang melambaikan tangan di belakangnya seraya meniup terompet.

Anggota Trigger mengatupkan mulut mereka. Perayaan apa yang sebenarnya Revale ingin adakan?

"Yuki-san.. Momo-san.." Tenn mendengus sebagai respon awal ketika ia tidak tahu harus berujar apa dengan lisan "..Kita sedang tidak mengadakan pesta ulang tahun"

"Aku tahu~ Tenn~" Momo mengerlingkan mata manja kearahnya.

"Lalu.." Gaku menerima terompet lain dari dekapan Yuki sebelum melanjutkan kalimatnya "..ada apa dengan segala ornamen pesta ini?"

"Tentu saja kami sangat gembira ketika dua grup kouhai kami datang untuk menonton acara grup kouhai kami lainnya!" Jelas Momo menarik Tenn dan Ryuu masuk bersamaan. Bahkan ketika keduanya masih mengenakan sepatu.

Yuki menepuk punggung Gaku untuk mengikuti yang lainnya "Terima kasih sudah datang Trigger. Aku tahu hari ini kalian memiliki jadwal yang cukup padat"

Gaku mendengus sembari menarik ujung bibirnya tinggi "Apapun akan bocah ini lakukan untuk menonton adiknya"

Tenn berdecak, menyambar topi pesta dari dekapan Momo dan mengarahkan sisi runcingnya kearah Gaku "Ingin kubuat tidak dapat melihat indahnya hari esok Gaku? Tentu saja dengan mencoloknya?" Ia menggoyangkan topi di tangannya.

Gaku memundurkan tubuhnya sedikit hingga berada di belakang Ryuu. "T-Tenn, kenapa kalimatmu semakin menyeramkan saja" Lelaki tertua grup Trigger itu menghadang langkah Tenn yang ingin menyiksa leadernya sendiri.

"Tanyakan saja pada sobaman ini Ryuu. Kenapa tingkahnya semakin menyebalkan saja" Tenn membuang muka kesal. Menghadap grup lain dengan empat member yang lebih dulu sampai di apartemen Revale.

"Ah~ segala pertengkaran kalian justru membuatku semakin merasa nyaman" Momo menganggukan kepala riang. Menolehkan kepala kearah Yuki setelahnya "Benar bukan Yuki? Trigger memiliki caranya sendri untuk menghibur kita"

"Benar Momo" Yuki tersenyum sebagai respon atas pernyataannya. Menyuruh ketiga tamunya untuk langsung bergabung dengan yang lain.

"Apa kalian sudah lama menunggu?" Pertanyaan Gaku menjadi sapaan pertamanya untuk leader Zool.

"Oh Yaotome" Touma menyambut kehadirannya dengan senyuman. Menaruh botol jus favorit Momo di atas coffee table depan. Senyuman kecil diulasnya "Tidak, kami baru saja sampai. Acara live mereka juga belum mulai" Lelaki bersurai marun itu menggeser tubuhnya ketika Gaku memutuskan untuk duduk di sebelahnya.

"Baguslah.. hah.." Gaku menghela nafas panjang. Tangan mengambil satu kudapan dari meja di depannya. "Aku tidak perlu mendengar ocehan Tenn yang melakukan protes"

"Huh? Memang kenapa?" Touma menaikan satu alisnya.

"Aku mengemudi dengan sangat pelan. Kantuk sedikit menyerangku.." Jelasnya dan menguap adalah reaksi tambahannya.

Touma terkekeh pelan "Yah.. lebih baik waspada dari pada hal buruk terjadi pada kalian"

Haruka yang duduk di sisi lain Touma mengangkat kaki dan menekuknya. Membalut lutut dengan lengan sembari mengutarakan pikirannya "Kenapa Idolish7 nekat sekali. Aku tidak pernah setuju mengambil pekerjaan seperti itu.. sekalipun mereka membayar dengan harga mahal!" Gerutunya, membuat Torao yang duduk dekat dengannya menganggukan kepala setuju. "Hmm, kau benar. Acara uji nyali.. dan hanya mereka bertujuh di dalam gedung tak terpakai sungguh mengerikan"

"Apa para kru dan staff benar sudah memastikan di dalam gedung itu aman?" Timpal Minami setelah mengunyah habis kueh keringnya. Kini tangannya terulur untuk mengambil botol jus. Manik kremnya masih mengunci pergerakan orang sekitar.

"Jika tidak, maka.." Tenn menggeram sembari membanting tubuh di sofa lainnya "..aku siap menghancurkan tim acara itu. Terlebih.. uhh...!" Ia mengacak surainya. Menyalurkan sedikit rasa cemasnya pada aksi spontan itu.

Member Zool memiringkan kepala bingung melihat tingkahnya.

Ryuu bersukarela untuk menjelaskan arti gelisah Tenn "Mungkin kalian lupa Riku-kun memiliki asma"

"Ahh.." Mereka menganggukan kepala mengerti.

"Itu benar. Udara kotor tidak baik untuk Riku-kun.." Yuki menangkup dagu dengan jemarinya "Bagaimana mereka mengatasi ini? Tidak mungkin dengan jujur mereka memberitahu tim acara tentang kondisi kesehatan Riku-kun bukan?"

"Tenanglah Yuki. Ban-san bersama dengan mereka. Ia pasti telah mempersiapkan segalanya secara matang" Momo menyilangkan lengan di depan dadanya "Sayang sekali maneko-chan.. sakit dan tidak ikut acara ini"

"Ehhh~ bukankah itu justru sebuah keberuntungan?" Sahut Haruka menolehkan kepala kearah Momo.

"Sakit tidak ada yang menguntungkan Haru.." Touma menghela nafas panjang.

"Selain itu, ini pertama kalinya acara live namun menggunakan alur dokumenter. Idolish7 akan memegang kameranya sendiri---ah. lebih tepatnya Ban berada di belakang kamera. Aku tidak mengerti mengapa, tapi manager pun harus ikut andil dalam acara ini" Yuki berdehum sesaat seraya berpikir "..dan tim acara berada di luar gedung.."

"Apapun itu kuharap semua berjalan dengan baik.." Gaku menimpali kalimat Yuki.

"Ya.. kau benar. Terlebih, bukankah temanmu itu sangat penakut Isumi-san?" Minami menyilangkan kaki dengan yang satunya.

"Itu yang sedari tadi aku pertanyakan Minami~" Haruka menyandarkan punggung penuh pada sofa. lengan masih membalut lututnya sendiri. Dagu di tempelkan pada ujung lutunya, sehingga ketika ia berujar terdengar samar meski masih dapat dimengerti. "Yotsuba bahkan takut pada bayangannya sendiri saat melewati lorong sekolah. Bagaimana bisa ia menerima pekerjaan seperti ini?"

"Kalian tahu anak itu" Tenn menopang dagu dengan tangan yang sikutnya bertumpu pada ujung sofa "Manager mereka pasti mengiming-imingi dengan puding.."

"Ah.." Sebagian dari mereka menepuk kening dan sisanya tertawa sweatdrop.

"Kenapa otaknya lebih bersih dari kertas putih" Touma menggelengkan kepala tak percaya.

"Touma ada cermin di bagian sana. Silahkan.." Torao menunjuk satu dinding berlapis cermin.

"..haha.." Touma tertawa datar "..tidak usah mencoba sarkas padaku.."

"Aku tahu. Tamaki-kun memang menggemaskan" Ryuu tertawa di sela kegiatan mengunyah kueh keringnya.

"Jadi.." Gaku melirikan mata kearah jam dinding "..kapan mulainya? Apa benar tengah malam?"

"Karena ini acara horror pastinya tengah Malam.. Gaku.." Tenn mendengus. Aksi yang membuat Gaku merasa direndahkan akan kemampuan otaknya "..karena mereka ingin menemukan sosok hantu. Kenapa otakmu tidak dapat berpikir cepat?"

"Uhhh" Gaku meringis, entah karena hinaan Tenn atau dirinya sedikit takut.

"Kau menyedihkan Gaku. Aku tahu kau takut dengan hal berbau mistis, meski kehadiranmu saja sudah termasuk mistis"

"Yuki-san, Momo-san" Gaku membungkukan badan kearah keduanya "Bolehkah aku melakukan pembunuhan di apartemen ini?"

"Tidak apa asal kau bereskan mayatnya sendiri Gakkun~" Panggil Yuki jahil, menggunakan nama yang sangat dihindari Gaku.

"Itu pun jika kau tidak mati lebih dulu dari korbanmu" Momo menunjuk Tenn yang kini berada di belakang pantry dengan pisau ditangannya. Senyuman menyeringai dikenakannya.

"Hah.. aku tahu itu" Gaku memijat pelipisnya yang berdenyut "Tenn lebih menyeramkan dari shinigami sekalipun.."

Sesaat Gaku merapatkan bibirnya, layar televisi berganti acara yang telah mereka tunggu. 'Idolish7 horror edition' terpampang jelas dengan backsound khasnya.

"Oh! Mereka mulai!"

"Popcorn! Siaaaap?"

"Ada!"

"Minuman dingin?"

"Ada!"

"Kekasih..?" Gaku dan Torao menanyakan hal yang sama.

"Gaku/Sobaman/Gaku-kun/Tora/Midou-san!"

"Lebih baik kita diam dan fokus!"

"Okeeeeeh!"

.

.

.

Locked Up

by

nshawol566

.

.

.

-Idolish7-

"Satu.. dua.. tiga.. standby ok!" Banri memberikan tanda 'ok' dengan jemarinya. Mengarahkan tujuh idol yang kini berdiri di depan gedung tua lengkap dengan berbagai reruntuhan konstruksi berserak pada sekitarnya untuk bersiap syuting. Gelar cameramen amatir berhasil disabatnya hari itu.

Lelaki bersurai kuning melambaikan tangan riang ketika melihat lampu merah pada kamera Banri berkelip. Menandakan jika proses pengambilan gambar telah berlangsung. "Heeeyyy guys! We are Idolish7! Right now we gonna show you---!"

"---Gunakan bahasa Jepang lebih banyak!" Mitsuki melayangkan pukulan pada pucuk kepala Nagi. Membuatnya meringis menahan denyutan sakit.

"Ouhhh! Mitsyuuki~ kekerasan desu! Aku akan melaporkan ini pada lembaga perlindungan anak!" Nagi menghentakkan kakinya kesal.

"Anak apa yang sebesar ini??? Bukankah yang ada kau membuat mereka lari ketakutan??"

"Pfft!" Sisa Idolish7 tertawa geli mendengar ucapan Mitsuki yang selalu kelewat pedas bila dengan Nagi.

"Yah.. intinya kami akan menguji seberapa beraninya kami masuk ke dalam gedung tua yang sudah cukup lama tidak digunakan ini" Yamato membalikan badannya sesaat untuk melihat objek yang menjadi pusat perhatian mereka.

"Hmm~" Sougo menangkup dagu dengan jemari dan kernyitan hadir pada keningnya "Mungkin sekitar 20 tahun? Oh" Ia menjentikan jari "Seumuran denganku. Selamat ulang tahun gedung tua" Lelaki bersurai ungu pucat itu tersenyum menghadap bangunan di belakangnya dan bertepuk tangan riang.

"Sou-chaaaan! Itu tidak lucu!" Tamaki menghentakan kaki. Tangan bergetar miliknya menunjuk gedung lurus "Lihatlah! Aura menusuk dan pekat menguar dari setiap sudut gedung ini! Aku tidak suka.. uhh.." Member bongsor itu menyembunyikan tubuhnya dibalik Nagi.

Iori menyilangkan lengan di depan dadanya sebelum membuka mulut "Justru seorang yang penakut seperti Yotsuba-san, reaksinya paling banyak ditunggu penonton" Ujarnya dengan intonasi datar seperti biasa.

"Hahhh?!" Tamaki mendelikan mata kearah Iori yang kini menutup kedua telinga sesaat teman sepermainannya itu memekik tinggi "Apa mereka psycho?! Atau penganut aliran sadisme?! Kenapa mereka ingin melihatku sengsaraaa!" Rengekan Tamaki membuat membernya yang lain menggerutu. Sebagian-seperti Mitsuki dan Yamato bersiap menyumpal mulutnya dengan batu.

"Hahahaha" Riku tertawa riang diatas penderitaan orang lain "Tenang saja Tamaki! Sejauh ini, aku tidak melihat ada makhluk yang menyeramkan. Ah" Lelaki yang menjadi center Idolish7 itu menunjuk kearah satu pohon di belakang Banri "Hanya.. di belakang pohon itu, mereka mulai penasaran dengan kehadiran kita. Beberapa mendekat"

"Rikkun!" Tamaki memukul Nagi disaat ia tidak tega memukul Riku.

"Anak-anak ini.." Yamato menggelengkan kepalanya "..berguraunya keterlaluan. Membicarakan makhluk tak kasat mata itu tidak baik Riku" Leader Idolish7 itu mengacak surai merah Riku "Lebih baik kau diam saja jika melihatnya"

"Haiiii~" Riku menganggukan kepala sembari mendayukan nadanya "Tapi.. bisakah Yamato-san dan Mitsuki lebih mendekat kearahku?"

Yamato dan Mitsuki saling beradu pandang bingung "Kenapa begitu Riku?"

"Kalian hampir menabrak seorang kakek. Kasihan.. ia sedang mencari matanya yang terlepas.." Sudut bibir Riku menurun sendu.

"..."

"..."

"Rikkun!!" Tamaki menjambak surainya frustasi "Sudah aku katakan, kau..! uhh..! ahh! Aku keluar! Aku tidak ingin bergabung dalam grup Idolish7 lagi!"

"Tamaki-kun!" Sougo menahan tangan Tamaki yang melenggang menjauh.

"Tidak Souchan! Kau tidak bisa menghentikan aku!" Tamaki menepis tangan Sougo dramatis.

'Apakah ini syuting drama..' Batin yang lain menatap keduanya datar.

"Bukan! Jika kau keluar.. paling tidak kau masih bersama dengan Mezzo benarkan?"

"..."

"Ya ampun Mezzo! Candaan kalian tidak lucu!" Mitsuki memukul lengan Sougo dan menjitak kepala Tamaki.

"Guyyysss~" Nagi memanggil mereka dari ambang pintu gedung tua "Kapan kita masuuk~ aku sudah penasaran dengan apa saja yang ada di dalam gedung ini"

"Baiklah" Yamato menepuk tangan untuk mengalihkan sorotan kamera padanya "Sebelum kita masuk, aku ingin memberitahu jika kamera diarahkan oleh Banri-san, salah satu manager kami. Pengambilan gambar seluruhnya dilakukan secara mandiri. Kru akan berjaga di luar gedung. Sehingga acara ini 100% akan menampilkan realita yang terjadi di dalam gedung"

"Banri-san~" Riku mengenyir lebar "Sapalah penonton dirumah. Sekalipun mereka tidak melihat, suaramu dapat terdengar"

"E-Eh Riku-kun.. tidak usah" Banri menolak meski suaranya sudah lebih dulu terekam kamera.

"Say it Banri!" Nagi menyemangati dari jauh.

"H-Hello..?"

"Hahahaha!" Member Idolish7 tertawa geli "Kenapa kau menggunakan bahasa inggris Banri-san??"

"Uhh.. karena Nagi-kun menyemangati dengan bahasa itu!" Banri sedikit melantangkan suaranya. Tanpa sadar aksinya menjadi hiburan tersendiri bagi orang yang menonton acara itu.

"Ayo masuk" Iori mendorong seluruh temannya untuk masuk dan Banri berada di bagian belakang rombongan.

Langkah kaki terdengar menggantung. Setengah dari mereka berjalan dengan tegap, sedangkan sisanya menyeret setiap hentakan kakinya. Membiarkan alas sepatu bergesekan kasar dengan lantai berundak. Pecahan keramik menjadi sapaan mereka pertama kali setelah melewati pintu gedung.

Area lobby terlihat samar.

Pencahayaan yang hanya menggunakan lampu kamera menjadi satu-satunya penerang ruangan. Manik berbeda warna memperluas jangkauan visual dengan menyipitkan kelopaknya. Partikel debu terlihat berterbangan diarah sorot kamera. Memperhatikan kondisi sekitar dengan menahan gidikan rambut halus pada tubuh mereka.

Dinding dengan cat mengelupas dan pudar menjadi hal dominan yang diserap mata mereka. Lembab aroma lumut basah terhirup dan sempat mengusik indera penciuman. Mendongakan kepala untuk menanatp lampu chandelier yang bergoyang perlahan ketika mereka membuka pintu masuk.

Setiap jendela ditambal dengan kayu dari luar gedung. Mengantisipasi adanya penjarahan barang berharga ketika gedung itu masih memiliki pemilik. Beberapa sofa yang menjadi saksi bisu pergantian masa pun, kini busanya telah menyembul keluar. Berhambur memperlihatkan serat halusnya.

Meja yang dipercaya sebagai resepsionis meremang memantulkan lampu kamera dari dinding kaca di belakangnya. Troli pengangkut barang berada tepat di samping pintu masuk menandakan identitas asli gedung itu.

"..Hotel.. tua..?" Gumam Iori mengangkat tangan untuk mendorong perlahan troli barang di dekatnya. Menciptakan decitan roda yang tidak lagi berputar dengan halus. Telapak tangan lengket dengan partikel dan keringat yang sempat keluar dari pori-pronya.

"!"

Bahu tersentak tinggi ketika pintu dibelakang mereka terututp dengan keras. Telinga menangkap anak kunci yang diputar "..Ah.. inikah yang mereka maksud dengan 'Locked Up'" Mitsuki menatap samar bayangan beberapa kru dari balik pintu lobby. "Kita tidak diperbolehkan keluar sebelum matahari fajar terbit. Harus kuakui acara ini cukup ekstrim"

"Bu-Bukankah ini mengerikan??" Tamaki memundurkan langkahnya. Menatap tangga melingkar berhias ukiran 'yang seharusnya' indah seakan memanggil untuk dinaiki.

"... hah" Yamato menghela nafas panjang "..acara ini memang mengharapkan suasana seperti itu, Tama.."

Tamaki terlonjak kaget begitu Riku mencolek lengannya. Dengan senyuman lebar ia menyarankan ide yang terbilang cukup baik "Kau bisa berpegangan padaku Tamaki" Riku mengulurkan tangannya pada salah satu member termuda Idolish7 itu.

"Seseorang yang dapat melihat hantu?" Tamaki menggelengkan kepalanya cepat "Kau bercanda Rikkun! aku lebih memilih dengan Souchan!" Pekiknya, menyambar tangan Sougo yang hanya bersweatdrop.

Iori melirik ekspresi Riku yang berubah kusut. Ah.. ia sedikit kecewa dengan pemilihan kata dalam kalimat Tamaki. "Yotsuba-san tidak boleh pilih kasih" Lelaki Raven itu melingkarkan lengan pada bahu Riku dan menyeretnya menjauh dari duo Mezzo "Jika kau memang hanya ingin berdekatan dengan partnermu, katakan saja sejujurnya. Ayo Nanase-san, Flyaway tidak perlu bersama dengan Mezzo" Dengus Iori melirikan sedikit maniknya kearah Tamaki tajam.

Banri dibelakang kamera hanya dapat terkekeh renyah. Syuting masih berjalan dan mereka sudah bertengkar diawalnya.

"B-Bukan begitu Iorin! Souchan bisa melindungiku dari apapun! Termasuk Hantu!"

"Tamaki-kun" Sougo memijat pelipisnya yang berdenyut "Kau anggap aku apa.."

"Baiklah~ Mezzo~ Pytagoras Trio juga ingin lewat. Majulah!" Mitsuki mendorong keduanya untuk segera melangkah. Manik melirik Nagi yang sedari tadi diam. "Nagi?"

"Uhm?" Nagi merespon dengan menolehkan kepala kearahnya "Ouh~ sorry desu~ aku hanya tengah memperhatikan ukiran di setiap sudut geudun ini. Klasik dan elegan" Ia berdehum sembari membayangkan masa kejayaan hotel itu "Jika saja hotel ini masih beroperasi, pasti akan menjadi salah satu hotel yang banyak dikunjungi idol top seperti kita"

Mitsuki baru akan membalas ucapannya ketika Yamato sedikit terbatuk dan menghentikan langkahnya "Uhk! Debunya.." Ia reflek melirik Riku yang memberikan tanda ok dengan tangannya. Mengeluarkan masker dan mengenakannya.

"Guyss~" Nagi mengambil alih layar kamera penuh "Karena Riku hari ini flu jadi ia akan menggunakan masker~ Sorry untuk hal itu" Ia mengedipkan mata.

Yang lain mengacungkan jempol padanya. 'Good job Nagi'

Iori mendongakan kepala dan melihat beberapa kayu kontruksi menghalangi jalur mereka untuk ke lantai atas. Berjalan menuruni Tangga kembali dan menunjuk pintu dengan lambang tangga darurat di sudut ruangan "..kita tidak bisa menggunakan akses tangga lobby. Mari gunakan tangga darurat"

Mereka hanya dapat mengekor Iori selaku penunjuk jalan. Yamato membantu Iori untuk mendorong pintu berbeda bahan material di depannya. Hanya pintu menuju tangga darurat itu yang berlapis besi.

"Masuklah---!"

"!!!"

Suara barang jatuh dari lantai yang akan mereka tuju terdengar.

Iori dan Yamato saling beradu pandang.

Tamaki meringkukan badan.

Sougo menepuk pelan kepala Tamaki.

Mitsuki melingkarkan lengan pada Riku.

Nagi mengernyitkan dahi.

Banri menolehkan kepala, memastikan tidak ada orang lain disaat ia berada di bagian belakang rombongan.

"A-Apa itu..?!"

Membutuhkan waktu hingga beberapa detik sebelum salah satu dari mereka merespon pertanyaan Tamaki "Tikus.. Yotsuba-san. Gedung ini sudah tua. Pasti banyak hewan pengerat"

"Tikus dapat menciptakan suara segaduh itu?? sebesar apa makhluknya?!"

"Mungkin.." Mitsuki mengendap dibelakang Tamaki dan menyentak tubuhnya dengan memegang pundaknya bersamaan "..akan ada Zombie! Waa!"

"MIKKI!!!" Tamaki memekik lantang.

"Hahahaha! Tama.. kau terlalu penakut" Yamato berkacak pinggang. Satu tangan memberikan isyarat untuk segera melangkah naik "Kujou Tenn lebih menyeramkan dari ini---Ah." Ia melirik kaku kearah lelaki bersurai merah di belakangnya "..maksudku.. aura senioritasnya.. luar biasa.."

"Huhhhh!" Riku mengerucutkan bibirnya dan memicingkan mata kearah Yamato.

"..dan kembarannya sama menyeramkan ketika masuk dalam mode brocon.." Gumam Yamato bersweatdrop.

"Tunggu" Iori menarik tangan Riku dan menunjuk bongkahan kayu yang berada di antara anak tangga "..perhatikan langkahmu Nanase-san"

"...waa!" Sesaat Iori menutup mulutnya Banri hampir terpeleset dan beruntung Nagi menahan tubuhnya.

"Hah.." Iori menghela nafas panjang "..kau juga Banri-san. Kameranya jadi bergoyang. Minta maaflah pada penonton di rumah"

"Hehehe, terima kasih Nagi-kun dan Iori-kun" Banri membenarkan postur tegapnya "Cukup sulit menjadi cameraman"

Dengan langkah yang terdengar ragu, mereka telah sampai di lantai pertama.

"Kamarnya cukup banyak.." Sougo menghitung dengan jemari beberapa pintu yang berhasil terlihat oleh maniknya "..kalau tidak salah gedung ini ada 13 lantai, benarkan?"

"Ah, hotel kecil" Mitsuki menganggukan kepala mengerti.

"!!"

Suara yang sama kembali terdengar.

Seluruh kepala otomatis terdongak.

Lantai di atas mereka berdecit.

"O-Oi! Kalian yakin itu tikus??"

"Ouh.. mungkinkah.. para kru sebenarnya ada di dalam?" Nagi melirik kearah yang lainnya "Mereka hanya ingin membuat acara ini semakin seru"

"Untuk menakuti kita? itu masuk akal" Mitsuki membenarkan ucapan lelaki bersurai kuning dalam unitnya itu.

"Uhh.." Riku memundurkan langkahnya setelah mengintip satu pintu kamar yang terbuka.

Lagi.

Iori selalu menjadi orang pertama yang menyadari gerak gelisahnya.

"Ada apa Nanase-san..?"

"Tidak.." Riku menggelengkan kepala pelan "Kalian tahu, penghuni disini.. mereka sangat pemalu dan tidak ingin keluar"

"Itu bagus Rikkun!" Tamaki bersorak riang untuk pertama kalinya "Karena aku juga pemalu!"

"Kau bukan pemalu.. kau penakut!" Mitsuki mencubit lengan Tamaki gemas.

"Jadi...?" Yamato menyilangkan lengan di depan dadanya "..ingin ke lantai berapa?"

"Lantai..4?" Riku bersukarela menjawab.

"Kau ingin ke lantai kematian!" Tamaki mendelikan mata tak tak percaya.

"Tidak ada yang seperti itu Tamaki-kun" Sougo mengusap punggung Tamaki untuk sedikit menenangkannya.

"Kalian gila! Aku kembali!" Tamaki memutar tubuhnya menuju pintu tangga darurat.

"Tamaaaaa!" Yamato menghadang langkahnya dengan berlari dan berdiri tepat di depannya "Aku yakin aman! Ayolah!"

"Un!" Riku menganggukan kepalanya yakin "Hantu disini tidak ada yang terlihat begitu menyeramkan Tamaki. Tubuh mereka hanya tidak utuh dan.." Lelaki bersurai merah itu menatap lantai 'yang terlihat kosong' bagi teman-temannya dengan menelan air liurnya sendiri "...hanya kepala menggelinding di bawah kaki kita saja yang cukup menyeramkan. Hehe, selebihnya tidak" Senyumnya sembari mengangkat kepala kembali.

"...."

"Wow.. Riku" Mitsuki meregangkan otot lengannya "Aku tidak penah sebegitu ingin menjitak kepalamu dengan keras selama ini.."

.

.

.

-Idol Lain-

"Tamaki dan Riku adalah kombinasi yang lucu jika dipasangkan. Riku terlalu santai dan Tamaki dengan segala reaksi hebohnya!!" Momo berjingkrakan riang. Puas dengan penayangan acara yang cukup menghibur penonton di depannya.

"Dan aku rasa Nagi-kun lebih penasaran dengan cerita dari gedung itu. Lihatlah.. ia selalu berhenti dan memperhatikan ornamen disana dengan teliti" Yuki tersenyum kecil. Mengunci manik abunya pada Nagi dari layar.

"Mungkin karena Nagi-kun pangeran dan ia tertarik dengan interiornya. Klasik memang ciri khas Northmare" Ryuu menganggukan kepala setuju.

"Ahhhhh!" Haruka menutup wajah dengan bantal sofa "Aku tidak akan pernah setuju untuk berada di sana! Bahkan jika hanya berdiri untuk beberapa saat di dalam gedung mengerikan itu!"

"Mereka terlalu berani..." Torao menggelengkan kepalanya "..aku memang lelaki pemberani yang tak kenal takut tapi gedung ini pengecualian.."

"Lalu apa bedanya Midou-san?" Minami menaikan satu alisnya.

"Beda! Aku pemberani! Jika tidak berada di tempat seram seperti itu"!

"Hmm.. aku menyesal merespon ucapanmu Midou-san" Minami menahan diri untuk tidak menghantan kepala Torao dengan remot tv di depannya.

"Bagaimana bisa mereka berdiri tegap di tengah gelapnya ruangan yang hanya disinari lampu kamera??" Gaku mengernyitkan dahi.

"Sudah kukatakan Gaku, jika Trigger yang melakukan ini, kau hanya akan membuat kita malu" Sahut Tenn mendengus.

"B-Bukan begitu! Jika Trigger.. berarti kita hanya berempat dengan Anesagi! Namun Idolish7 menjadi delapan orang! Itu pasukan yang banyak!"

"Ah.. aku dengar seharusnya Trigger yang menerima job ini?" Touma masuk ke dalam percakapan dua member Trigger.

"Yah begitulah. Semua karena si pecundang ini, adikku harus berkorban" Tenn menunjuk Gaku yang masih mencoba memberi alasan atas penolakan job grupnya.

"Bukan begitu--- Ah!" Bantal yang tepat mengenai wajah Gaku memutus kalimatnya.

"Huhhhh! Aku ingin menonton! Jangan berisik Gaku!" Protes Momo dari seberang sofa.

.

.

.

-Idolish7-

"Hmm" Sougo memiringkan kepalanya sedikit. Menyadari jika mereka sudah cukup lama berada di lantai yang sama namun tak menemukan apapun untuk di jadikan objek acara "..kita sudah mengitari kamar-kamar di lantai 4 ini cukup lama bukan?"

Yamato menganggukan kepalanya "Sekitar 20 menit?"

"..dan tidak ada satu hantu pun yang muncul. Sad..." Nagi melengkungkan bibirnya kebawah. "Aku berharap bertemu dengan hantu yang menyukai cocona.."

"Nagi.. " Mitsuki membuka mulutnya dan menutupnya lagi. Membiarkan otaknya memproses beberapa kata yang dapat menjernihkan otak lelaki bersurai kuning di sampingnya "..anime itu bahkan belum ada 20 tahun lalu" Ujarnya menahan luapan emosi yang sempat mengetuk dirinya untuk segera dikeluarkan.

"Nanase-san apa kau melihat mereka?" Iori menyikut sedikit lengan Riku. Membuyarkan lamunan center grupnya itu dengan gerakan.

"Aneh sekali Iori" Riku mengernyitkan dahinya.

"...be-bentuk mereka aneh??" Tamaki mendekatkan diri pada Iori dan Riku.

"Bukan.." Riku menggelengkan kepalanya pelan "..mereka bahkan tak ada di manapun. Di lantai dasar dan pertama, aku masih melihat mereka berkeliaran. Namun semakin tinggi lantainya.. aku tidak menemukan satu sosok pun"

"Ahahahaha!" Tamaki berkacak pinggang "Bukankah itu berarti mereka tidak akan pernah muncul lagi?? apa mereka takut dengan kehadiran Souchan??"

"Berhentilah membawa namaku dalam hal apapun Tamaki-kun" Sougo mendengus sedikit kesal.

"Yah.. mau bagaimana lagi" Yamato menolehkan kepala kearah Banri "Banri-san. kita pindah posisi---!"

"!!!"

Tubuh kaku seketika.

Derap langkah kaki tegas itu terdengar menggema di lorong.

"...aku mendengar.. seperti langkah kaki yang berlari?" Banri mengarahkan kamera pada lorong gelap di sampingnya.

"Tidak Banri-san" Riku menarik tangan Banri untuk menuntun arah kameranya "Bukan di sana.. tapi dibelakang... Mitsuki"

Kepala tertoleh kearah Mitsuki bersamaan.

"....rr..gr...." Geraman parau terdengar.

"Nii-san..!" berusaha bertindak cepat ketika instingnya berteriak bahaya.

"!"

-Hello by SquishyMew on DeviantArt-

Dengan sekali lompatan, anjing yang terlihat menyeringai menampakan deretan taring berhasil mengunci pergerakan Mitsuki dibawahnya.

"Waaa!" Mitsuki menggeliat, berusaha melepaskan diri.

"...rrr!" Anjing hitam itu membuka lebar mulutnya dan siap menancapkan taring pada Mitsuki.

Mitsuki memejamkan matanya erat dan memekik keras.

Tak menaydari..

...jika seseorang sudah mengganti tempatnya.

"..."

"N-Nagi-kun!" Banri berteriak melihat anjing hitam itu menggigit lengan Nagi kuat. Menggilesnya tanpa jeda. Daging merah segar itu dapat terlihat. Cairannya menyembur hingga menempel pada seluruh tubuh Nagi. "...krt..!" Mereka dapat mendengar anjing hitam itu mencoba mematahkan tulangnya.

"Uhhhh!!!" Nagi meringkukan badan. Menggigit sudut bibirnya hingga merasakan cairan merah itu menjalar ke dalam rongga mulutnya. Menahan perih dan sakitnya lengan yang hampir putus karena tarikan hewan buas di dekatnya. Linangan bulir air menutupi penglihatannya.

Mitsuki terbelalak.

Tubuh bergetar menahan keterkejutannya.

Yamato dan Sougo berlari kearah Nagi.

Sougo menarik anjing hitam itu hingga melepaskan diri dari lengan Nagi. Yamato menendangnya masuk ke dalam pintu tangga darurat dan menutupnya keras.

"Rrr...!!!"

Mereka masih dapat mendengar anjing itu menghantam tubuhnya pada pintu besi. Menciptakan dentuman kencang yang dapat mendengungkan gendang telinga.

"N-Nagi!" Mitsuki berlari kearah Nagi yang kini sudah tersungkur memegangi lengannya. Cairan merah kental itu masih menyembur aktif hingga menggenang di bawah kakinya.

Riku hanya dapat memeluk lengan Iori erat. Menyembunyikan wajah pada bahu lelaki yang lebih muda darinya itu. Ujung jemari bergetar menahan debaran jantung. Iori menelan air liurnya. Memaksa nafas yang tercekat untuk segera memasukan oksigen ke dalam paru-parunya.

Tamaki menyandarkan punggung pada dinding, membekap mulutnya. Manik bergetar menatap lengan Nagi yang sudah terkoyak.

Hal yang paling ia takutkan terjadi.

Tamaki membenci kejadian seperti ini.

...dan ia semakin takut akan gelapnya sekitar..

"Sial!" Banri mendorong kamera kearah Yamato dan membuka jas hitamnya. Membalut lengan Nagi dengan sangat hati-hati "...kau tergigit terlalu dalam!" Paniknya melihat rembesan cairan merah itu mulai membasahi jasnya.

"...N-Nagicchi.." Tamaki berjalan mendekatinya dengan langkah tergontai "A-Apa itu daging...?"

Nagi membuka mulutnya. Kurangnya darah dalam tubuh membuat penglihatannya kabur. Kulit berubah pucat. Dengan senyuman kecil ia menjawab pertanyaan Tamaki "O-Ouh.. sowrry.. telah memperlihatkan hal menjijikan seperti ini"

"Tidak Nagi!" Mitsuki menempelkan kening pada dada Nagi. Membiarkan tangisannya pecah dan air mata membasahi baju lelaki bersurai kuning yang terkulai lemas dalam dekapan Banri "..ini semua salahku! Ini semua karena aku tidak bisa menjaga diri sendiri!"

"K-Kita harus menghentikan pendarahannya..!" Sougo mengendarkan pandangangnya "Cari jalan keluar selain tangga darurat itu!"

Yamato sempat terpaku. Kamera tak dihiraukan terjuntai dalam genggamannya. Tak memikirkan siaran langsung yang masih berlangsung. "Brengsek! Kenapa ada anjing di dalam gedung seperti ini! Apa mereka tidak memeriksanya?!" Ia menendang dinding keras. Melampiaskan segala kekesalannya pada kru yang telah membuat satu membernya terluka parah.

"H-Hentikan syuting ini.. aku juga ingin keluar.." Riku sesenggukan menahan rasa takut kehilangan membernya. "...ce-cepat! kita harus mengobati Nagi!"

"Jalur tangga darurat tadi.. satu-satunya jalan kita. Hotel ini sangat tua, lift hanya ada di antara lantai 5 hingga 13 dan itu sudah tidak berfungsi" Iori mengusap bulir keringat yang memenuhi keningnya "...apa yang harus kita lakukan?? Anjing itu masih berada di sana!" Panik memakan habis postur tenangnya.

"A-Aku akan segera mencarikan jalur lain" Sougo berlari kearah lorong lainnya. Iori mengikutinya dari belakang.

Riku menjatuhkan tubuhnya di samping sebuah cresenza tua. Masker yang dikenakan hanya semakin membuatnya sesaak. Ia pun melepasnya dan terpaksa menghirup udara bercampur partikel debu sekitar.

Terbatuk.

Sesak.

Dan air mata terus mengalir.

Namun tidak ada yang lebih takut baginya saat itu selain melihat Nagi yang mengatup-ngatupkan mulutnya. Mencoba memasukan sebanyak apapun udara ke dalam paru-parunya disaat rasa sakit mulai menghilangkan kesadarannya.

Tamaki melirikan mata kearah Riku dan mengusap punggungnya. "...k-kenapa kita bodoh.."

"H-Huh..?" Riku menolehkan kepala kearah Tamaki.

"Jika saja kita tidak memberikan seluruh ponsel kita pada kru, mungkin kita akan langsung dapat menghubungi pihak rumah sakit"

"...ada yang aneh" Yamato mengernyitkan dahinya. Satu tangan memegang kamera dan satu tangannya lagi mengusap kepala Mitsuki yang keningnya masih menempel pada dada Nagi. Mencengkram bajunya kuat. Aroma anyir mulai tercium dan mengusik ketenangan jiwa mereka. "..kita mengadakan siaran langsung, seharusnya mereka tahu apa yang terjadi pada kita saat ini tapi.." Jantung lelaki bersurai hijau itu mulai menggila. Bulunya bergidik ngeri, satu skenarion buruk terbesit dalam pikirannya "...mereka tidak menghampiri kita. Apa mereka.. sengaja..?"

"Kau bercanda..." Mitsuki membuka mulutnya lebar "...Bajingan!!!!" Ia memukul lantai dibawahnya kuat "Aku akan membunuh mereka jika luka Nagi menjadi permanen!!" Mitsuki mengepalkan tangannya kuat hingga aliran darah tersendat dan merubah permukaannya menjadi putih.

"..hhh.....h..." Nafas yang tersenggal itu mengalihkan perhatian mereka.

Tidak.

Bukan dari Riku.

"..N-Nagi-kun..! Bertahanlah!" Banri memeluk Nagi erat. Ia tidak dapat berbohong jika seluruh tubuhnya dingin. Manik biru milik lelaki bersurai kuning itu memudar. Pancaran terang sorot matanya menghilang "..Tidak.. Tidak..!"

.

.

.

-Idol Lain-

"O-Oi! Ini gila!" Gaku bangkit dari duduk dan mengacak surainya panik.

"Ini bukan lagi hal yang pantas untuk ditonton!" Ryuu membekap mulutnya yang masih terbuka lebar. Manik membulat penuh.

"A-Aku akan menghubungi Takanashi Papa!" Momo berlari untuk mengambil ponselnya yang berada diatas pantry dan menekan kontak pemimpin agensi Idolish7 itu.

"Uhhh! Sudah kuduga sada yang tidak beres dengan acara ini!" Touma menendang ujung sofa kuat. Gelisah menutup paras tegasnya. Tangan terkepal erat menahan kehwatiran akan grup rivalnya yang berada dalam situasi genting.

"R-Rokuya Nagi akan baik-baik saja bukan..?" Torao memaksa kalimat keluar dari bibirnya meski lidahnya kelu.

Minami meringkukan tubuhnya di samping sofa. wajah ayunya memucat setelah melihat hal yang jauh dari kata normal "..uhk!!" Ia membiarkan isi perutnya keluar dan menggenang di atas lantai. "Aku.. tidak..hh.. pernah semual ini.."

"Minami.." Haruka hanya dapat mengusap punggungnya pelan. Bulir air sudah bertengger di ujung matanya dan siap meluncur jika ia berkedip.

"Riku..." Tenn menatap lurus layar telivisi yang tak dapat menampilkan sosok adiknya penuh. Kamera kini hanya menyorot kaki Nagi dan Mitsuki di saat Yamato memegangnya "...Aku akan menuntut acara ini!!" Ia menggebrak meja dengan keras.

Yuki menganggukan kepala mengerti "Aku akan segera melaporkan ini!"

"H-Hey! Media sosial sudah menggila! Semua melayangkan protes!" Torao memantau pergerakan cepat jaringan internet pada media sosial. "Beberapa dari mereka sudah coba memberikan lokasi pasti gedung itu!"

"...semuanya.." Momo menunjuk layar dengan tangannya yang bergetar "...kenapa.. mereka mengikat Nagi..?"

"H-Huh..?"

.

.

.

-Idolish7-

Banri bangkit dari duduk dan merebahkan Nagi perlahan pada dinginnya lantai "..Sougo-kun dan Iori-kun tidak memiliki pencahayaan apapun. Bagaimana caranya mereka melihat sekitar?"

Yamato menepuk keningnya sendiri. Melihat kebodohannya yang masih menggenggam kamera "..kuharap anjing hitam yang kita kurung tadi adalah satu-satunya. Mungkin mereka memanfaatkan bias cahaya bulan yang menembus melewati celah jendela" Ia menunjuk salah satu jendela yang bagian luarnya terpahat kayu. "Kenapa mereka harus memaku seluruh jendela dengan kayu?? Siapa yang akan mengambil barang rongsokan ini??" Yamato berdecak kasar.

Nagi merasakan kepalanya berputar. Tubuhnya mati rasa dan penglihatannya semakin menghilang. "..uhk!!" Ia terduduk. Mitsuki yang sedari tadi berada disampingnya memucat. Melihat teman satu unitnya itu memuntahkan gumpalan darah.

"N-Nagi!" Riku merangkak kearahnya. Menyeret kakinya yang lemas. Tamaki bahkan tak dapat menggerakan apapun lagi.

"Bertahanlah Nagi!" Mitsuki menggenggam tangan dinginnya.

"Gu-Guys... bisakah aku meminta tolong sesuatu?" Nagi berbicara disela tarikan nafasnya yang semakin berat.

Mereka semua saling beradu pandang sebelum menganggukan kepala.

Nagi memaksakan sudut bibirnya tertarik ke atas "..ikat aku.."

"Huh???"

"Ke-Kenapa??"

"..untuk berjaga-jaga.." Nagi menepuk pelan lengan Mitsuki "..firasatku buruk. Aku rasa anjing hitam tadi bukanlah.. anjing biasa.."

"Tapi Nagi-kun-"

Tatapan tajam milik Nagi membungkam Banri seketika.

Yamato berdecih sebelum melepaskan ikat pinggangnya dan mengikat dua tangan Nagi menjadi satu.

Nagi lalu mengisyaratkan lewat mata agar mereka mengikat kakinya juga.

Kini Banri melakukan hal yang sama seperti Yamato.

"..Banri-san.. bagimana dengan kameranya??" Riku menunjuk lampu kamera yang masih berkelip merah. Menandakan pengambilan gambar masih berlangsung.

"Lampu penerangan kita hanya itu Riku-kun, terlebih.." Banri mengepalkan tangannya erat "...ini akan menjadi bukti di pengadilan nanti jika kita harus membunuh siapapun dalang dibalik layar ini.. keparat..!" Ia memukul dinding dengan keras. Menciptakan retakan baru pada permukaannya.

15 menit berlalu.

Nafas Nagi kini berhembus dengan ritme dan jeda cukup panjang.

Panik kembali hadir tanpa menyapa.

Mitsuki masih setia berdiam duduk di samping Nagi yang kepalanya mulai terhuyung. Wajah habis tertutup poni.

Sougo dan Iori kembali dengan tergesa. "Sebelah sana bisa kita lalui! Ada tangga darurat lain meski kecil---!" Manik Sougo melebar.

Melihat sosok disamping Mitsuki membuka mulut dan siap menerkam dirinya.

"---Mitsuki-san!!" Sougo mendorong Mitsuki menjauh dari Nagi.

"!"

"...uhk!!"

Pemandangan di depan mereka..

..sungguh di luar nalar.

Beberapa detik mematung.

Melihat cipratan darah itu menodai seluruh area.

Nagi... baru saja mengoyak leher Sougo.

Menggerakan kepalanya untuk menarik daging yang behasil diapit deretan giginya keluar.

"Ahhh!!" Sougo berteriak lantang. Mendorong Nagi sekuat tenaga. Satu tangan menutup lubang pada lehernya yang masih megucurkan darah. Tiap tetesannya menurunkan tingkat kesadarannya. Kepala berputar dan tubuhnya bergetar.

"S-Souchan!!" Tamaki terpaku di tempat. Menatap Nagi dan Sougo bergantian.

Manik pucat milik Sougo menatap Nagi yang menggeram kearahnya. Meski tangan dan kakinya terikat ia masih dapat bergerak dengan menyeret tubuhnya. "Rrr...hhhh..." Desahan tarikan nafas dari lelaki bersurai kuning itu terdengar.

Tidak.

Bukan lagi mengharapkan oksigen.

Ia .. lapar.

Darah segar yang mengalir dari lekuk tubuh Sougo mengunci segala perhatiannya.

"Sougo-san!!" Riku mencoba berlari kearahnya, namun Iori menahan pergerakannya.

Banri dan Yamato masih bertahan pada posisinya. Kaki lemas tak dapat digerakan.

"P-Pergi..!" Sougo mengambil kayu yang berada di dekat kakinya. "Aku akan menahannya!"

Nagi menggeram dan menerkamnya.

Sougo menghantam kepala Nagi kuat "...N-Nagi-kun! Ada apa denganmu!"

Nagi gelap mata. Ia menerjang tubuh Sougo dan menggigit bahunya.

"Uhk!!" Sougo mengangkat kayu dan menusuk tepat dada Nagi.

Namun.. lelaki bersurai kuning itu masih tak melepas gigitannya dari bahu Sougo. "N-Nagi-kun!!" Lelaki bersurai ungu pucat itu meronta untuk dilepaskan. "K-Kalian! pergi! Sekarang!" Perintah Sougo tegas.

"Nagicchi! Hentikan!" Tamaki berteriak histeris.

"Ini.." Iori menganalisa segala kejadian yang baru saja terjadi "..anjing itu.. bervirus! Liurnya menginfeksi kita!" Jelasnya, mengeratkan genggamannya pada pergelangan Riku yang terus memaksa untuk mendekati Sougo dengan teriakan piluhnya "Kita tidak tahu sudah berapa lama anjing itu disini!" Iori menundukan kepala, merasa bersalah dengan kalimat yang harus dilontarkannya "...kita tidak bisa membawa mereka berdua.."

"I-Ichi..." Yamato tercekat, menatap Iori tak percaya "..kau bercanda bukan..?"

"Sougo-san.." Iori membungkukan badan kearah.

"A-Aku tahu Iori-kun.." Sougo tersenyum kecil. Membiarkan bulir air yang mengalir pada pipinya terjatuh bebas ke atas lantai "..pergilah. Sungguh"

"Uh! Nanase-san, lari!" Iori menarik Riku menjauhi Nagi dan Sougo.

"T-Tunggu!" Riku mencoba menahan langkahnya, namun Iori lebih kuat darinya "S-Sougo-san!!"

"S-Sou.." Yamato dan Tamaki menarik Mitsuki bersama keduanya "..maafkan kami!!"

Banri menyambar kamera yang sempat tak dihiraukan dari lantai "Sougo-kun...!! Uhh!" Dan berlari bersama mengejar sisanya.

.

.

.

-Idol Lain-

"Aku katakan pada kalian untuk bertindak cepat bajingan!" Yuki berteriak pada ponselnya yang menghubungkan polisi. "Kalian pikir ini masalah sepele?! Nyawa beberapa orang dipertaruhkan disini!" Ia mengepalkan tangan kuat ketika kalimatnya tidak digubris "..aku tidak bercanda bodoh! Apa kalian para polisi tidak memiliki tv! Gunakan otak kecil kalian itu untuk bepikir dan melacak lokasi gedung tua itu!"

"Riku..!!" Tenn sudah diambang pintu kesabarannya. Ia membanting beberapa gelas di atas meja untuk menahan amarahnya "Yuki-san.. dimana lokasi gedung itu.. aku akan membunuh pihak acara ini segera..!" Gaku dan Ryuu menahan tangan Tenn yang mencoba meraih serpihan kaca dibawahnya.

"N-Nagi... S-Sougo..." Momo membenamkan wajah pada bantal dan berteriak sekencang yang ia bisa. Tangisannya sudah pecah sesaat Nagi tumbang.

Haruka memeluk Minami erat disaat lelaki bersurai pirang pucat itu sudah tak sadarkan diri "Uhh...!... hhh...." Isakkan memilukan itu terdengar darinya.

"R-Ryo-san.." Touma menghubungi pimpinan agensinya dengan suara bergetar. "..ya.. ya! Tolonglah! Lacak lokasi gedung tua itu!"

Torao menggigit ibu jarinya sebagai penahan panik yang kian meninggi "...jangan.. jangan ada lagi yang celaka..."

.

.

.

-Idolish7-

Tanpa berpikir panjang mereka berlari ke lantai atas. Bawah bukan lagi pilihan tepat setelah mereka membiarkan anjing hitam itu berkeliaran bebas. Setiap jendela yang mengarah keluar gedung tertutup rapat oleh kayu.

Frustasi menyerang dengan membabi buta.

"Tidak ada satupun jalan keluar! Apa mereka gila!" Yamato berdecak keras untuk kesekian kalinya. Riku telah berada pada punggungnya setelah kakinya menyerah untuk melangkah.

"....!!..."

"K-Kalian dengar itu?!" Mitsuki menolehkan kepala kesegala arah.

"Langkah yang sama sebelum anjing hitam itu muncul!" Banri mencari sumber suara dengan gelisah.

Mereka menghentikan langkah sesaat..

...bayangan samar itu..

"!"

"Rrr....!!"

Benar saja.

Anjing hitam itu berhasil melacak keberadaan mereka.

"Anjing hitam tadi! Berhasil mengikuti kita!"

"Ahhh! Lari!!" Iori untuk pertama kalinya memekik tinggi. Mendorong seluruh temannya berlari menuju pintu tangga darurat.

Tamaki berdiam sesaat.

Melihat jarak antara dirinya dengan pintu tangga darurat sangat jauh.

Dengan keputusan nekat, ia lebih memilih membuka pintu kamar dibelahnya.

"W-Wah! Aku tidak ingin mati...!!"

"!"

Pintu terbuka lebar..

...dan sosok dengan jenis yang sama lebih dulu menemukannya.

Anjing lain dengan tubuh lebih besar muncul dan menerkamnya langsung. Menggigit punggung dan mengoyak perut Tamaki dengan cakarnya.

"A-A-Ahhhh!!" Teriakan piluh menggema di lorong gelap. "Sakit!! Ini sakit...! Aku tidak ingin mati..!!" Anjing yang sejak awal mengejar mereka lebih memilih mengganti target terdekat dan bergabung dengan kawanannya.. menyantap Tamaki.

"Tamaki!!" Riku meronta dari punggung Yamato dan melompat. Berlari kearah Tamaki yang kini sudah dilumuri darahnya sendiri.

Iori menahan tangannya yang terulur "Tidak mungkin Nanase-san! Yotsuba-san sudah terinfeksi!"

Riku diangkat paksa oleh Iori.

Tangan masih terulur.. mencoba meraih Tamaki yang menangis histeris.

"Rikkun!! Rikkun!! kenapa kau meninggalkan aku..!!"

"Ahhhh!! Hhhh!!!" Riku memukul-mukul punggung Iori keras. Dirinya hancur melihat temannya mati dengan cara tidak normal.

Yamato tidak jauh berbeda. Ia membiarkan Mitsuki menampar wajahnya berkali-kali karena telah menariknya.

Banri terisak.

Hatinya sakit meninggalkan salah satu member termuda idol dibawah pengawasannya itu .. dengan kondisi mengenaskan.

.

.

.

-Idol Lain-

"Huh...hhh... ahhhhh!!!!" Haruka meringkuk di samping tubuh Minami. Tangisannya pecah. Menjambak surai mintnya kasar. rasa sakitnya tak terbendung lagi. Ia memang tak pernah menyukai Tamaki tapi tidak membencinya. Mereka cukup berteman baik di sekolah. "Y-Yotsuba.. Yotsuba...!!!"

"Siapa saja... tolonglah cepat..!" Momo menggigit kepalan tangannya sendiri. Kaki menendang kesegala arah disaat emosinya tak terkendali.

"Bagaimana bisa acara ini berubah menjadi pembunuhan masal!" Gaku menutup wajahnya sendiri, ia tak mampu lagi mengurusi Tenn disaat dirinya harus menguatkan hati.

Torao berusaha mencari lokasi gedung tua tak bernama itu menggunakan jaringan dari perusahaan ayahnya "Hotel.. harusnya lokasi hotel itu ada. Kenapa tidak muncul dalam internet manapun! Hotel terbengkalai---ah!" Ia merasakan surainya di tarik.

"K-Kujou Tenn!" Touma berusaha melepaskan cengkraman tangan Tenn pada kepala Toroa "Cepatlah brengsek! Nyawa adikku dalam bahaya!"

"Tenn-kun!" Yuki menarik paksa Tenn menjauh dari Torao.

"Kami-sama.. kami-sama... kami-sama.." Ryuu terus bergumam pada penguasa semesta. "Tolonglah anak-anak itu.."

.

.

.

-Idolish7-

Banri, Iori, Yamato, Mitsuki dan Riku masih terus melangkahkan kakinya. Mencoba peruntungan pada rooftop gedung yang terbuka dan meminta bantuan dari atas sana.

Namun..

Iori mengintip situasi dari balik dinding. Mendapati lantai gedung yang mereka singgahi.. dipenuhi oleh anjing.

"Bangsat! Turun! Kita tidak bisa naik! Mereka berkumpul di satu lantai!" Iori memerintahkan mereka untuk turun ke lantai sebelumnya.

"T-Tapi dibawah...!" Riku bahkan sudah tidak mempedulikan tarikan nafasnya yang semakin sesak. Ia hanya ingin keluar dari gedung itu segera!

"Setidaknya hanya dua anjing Nanase-san!"

"Kesini kalian semua... lorong bagian ini...!!" Banri menghentikan langkahnya. Mereka harus melewati lorong itu untuk mencapai tangga darurat lainnya, tapi...

Sosok yang berdiri di depan lorong.. menghadang jalan mereka.

Bagaimana bisa.. ia menyusul secepat itu..?

Dari lantai 4..

"...Sougo-san.." Riku kembali terisak melihat sosok temannya.

langkah tertatih dan tubuh habis besimbah darah.

"Hr..hh...!" Sougo berlari kearah mereka.

Banri menghantam kepalanya dengan ujung kamera.

"Waaaah!!!"

Banri, Mitsuki, Iori dan Riku telah mempercepat langkah mereka.

Hanya satu orang yang masih terpaku di tempat.

Berdiri.

Menatap Sougo dengan iba.

"Banri-san..!!" Yamato melambaikan tangan padanya. Satu tangan menunjuk kearah pintu lift yang terbuka. Senyuman lebar terpatri pada wajahnya "..aku titip sisa adikku padamu..!!"

Banti mendelikan matanya "Yamato-kun!!!"

Yamato berlari dan mendorong Sougo bersama dengan dirinya jatuh ke dalam lorong lift.

Hingga dentuman besar terdengar.

Riku dan Mitsuki mulai berteriak kencang "Ahhhh!!!! Hhhh.. hhhhh!!"

Mereka ingin berduka.

Namun tidak ada waktu untuk itu.

Langkah terus dipercepat.

Jantung dipacu.

Menuruni tangga darurat yang sudah mereka lewati tadi.

...kret...

"!"

Pintu besi terbuka dihadapan mereka.

...sosok lain..menghadang jalan.

"Uh..!" Iori mendorong Mitsuki dan Riku kearah Banri.

Memeluk sosok didepannya. Menjadikan dirinya perisai untuk kedua sisa membernya.

"Tidak...!!! Nagi! Jangan melukai Iori!" Riku meronta dan memukul kaki Nagi. Berteriak histeris ketika Nagi berhasil mengoyak bahu Iori. Mencipratkan cairan merah dari dalam tubuhnya.

"N-Nanase-san...! Nii-san! lari!" Iori menendang Riku yang memeluk pinggangnya.

"Tidak..!"

Mitsuki mencengkram kuat baju Iori "J-Jangan seperti ini.. Iori..!!"

Iori meringis menahan gigitan Nagi yang semakin liar. Mengunyah tubuhnya dengan lahap. "Ba-Banri-san.. kumohon.." Pinta Iori lirih.

Banri menampar dirinya sendiri. Menarik Mitsuki dan Riku paksa dengan menarik kerah baju mereka kasar.

"Tidak...!! Iori!!!"

"Iori..!!!"

...

Mitsuki, Riku dan Banri.

Ketiganya meperlambat langkah menuruni tangga ketika udara dalam paru-paru mereka telah habis.

Riku melirikan mata kearah Mitsuki yang menundukan kepalanya.

"Mitsuki.." Panggilnya lirih.

"Aku bodoh.. semua pergi karena kecerobohanku.. aku lemah.. aku pembawa sial.." Rutuk Mitsuki untuk dirinya sendiri. Tangan menjambak surai jingganya kuat. Menarik helainnya hingga beberapa tercabut dan terkepal dalam genggaman tangannya.

"Tidak.. tidak..." Riku memeluknya erat. Isakan halus terdengar darinya "..Mitsuki tidak salah.. kau bukan pembawa sial.. hhh.."

Banri memukul keningnya sendiri beberapa kali dengan kepalan tangannya. Ia merupakan orang dewasa diantara mereka.. dan membiarkan lelaki yang lebih muda darinya mati lebih dulu??

"Kita akan segera keluar dari sini dan membalaskan dendam pada---!"

Tap... Tap...

"!"

Riku membekap mulutnya sesaat langkah kaki terdengar, matanya mendelik hebat.

Banri menarik keduanya ke dekat tangga melingkar. Salah satu penghubung lantai bawah dengan atas.

"B-Banri-san.. kemana kita harus pergi..??" Riku mencengkram kuat ujung pakaian Banri. Panik tak mungkin dapat dibendungnya ketika langkah kaki yang terseret itu semakin mendekat. "D-Di lantai atas.. Iori... Nagi..."

"Tenang Riku-kun aku akan melindungi kalian" Banri menyodorkan kamera pada Riku dan memposisikan diri di depannya. Manik biru laut miliknya melirik Mitsuki yang tengah membuka pintu dibawah tangga. "Mitsuki-kun??"

Mitsuki mendengus kecil. Kedua tangan menyambar Banri dan Riku bersamaan. Mendorong keduanya paksa masuk ke dalam pintu di belakangnya. Tak menghiraukan protesan piluh dari keduanya. Mendorong meja untuk menahan dorongan dari dalam ruangan yang semakin kuat tiap detiknya.

"...Untuk kali ini saja kami-sama. Berikan aku kekuatan untuk menahan mereka di dalam.." Mitsuki menahan meja yang terus terdorong dengan tubuh kecilnya. "Aku ingin menebus dosaku.."

Ia lalu mengedarkan pandangan pada lorong sekitar. "Ah.. lantai ini.." Mitsuki tersenyum sendu.

Tap... Tap...

Tertatih dan menguarkan aroma anyir.

Tubuh yang sudah terkoyak hingga isi perutnya tercecer sesaat ia melangkah itu muncul dihadapaan Mitsuki.

Menyapanya dengan geraman.

Mitsuki terkekeh kecil. Bulir air yang sedari tadi bertengger pada ujung matanya mulai terjatuh menyusuri lekuk pipinya.

Tap... Tap...

Sosok di depannya kembali melangkah. Kini tepat kearahnya.

Mitsuki mengulurkan tangan padanya.

"Pasti sakit ya.. adikku yang malang.."

"Rrh..." Sosok itu perlahan mendekat.

"...maaf meninggalkanmu sendirian.." Ujung jemari Mitsuki menyentuh tangan yang berlumur cairan merah itu. Menarik sosoknya ke dalam dekapan.

Ia tak peduli.

Bagaimanapun.. mereka pernah hidup bersama.

Di bawah atap yang sama.

"..Uhk.." Mitsuki meringis. Merasakan bahunya digiles paksa oleh deretan gigi milik sosok itu. "...aku baru meninggalkanmu beberapa saat dan kau sudah selapar ini? Haha.." Ia mengusap surainya pelan "..dasar Tamaki.."

.

.

.

"Mitsuki!!" Riku menggedor pintu di depannya kuat. Entah mengapa saat itu tenaganya seakan menghilang meninggalkan raga. Apa ia benar selemah itu?

"Mitsuki-kun!" Banri bahkan menubrukan tubuhnya sendiri pada kerasnya material pintu. Memar pada bahu mulai terasa. Perihnya tak sanggup menurunkan segala panik dan penyesalannya "B-Bagaimana bisa Mitsuki-kun menahan pintu ini seorang diri??"

"Hhh... hh.." Riku meringkukan tubuhnya di sudut ruangan. Memeluk kakinya sendiri hingga lutut membenamkan wajahnya.

Sesak menyerang.

Namun bukan penyakitnya.

Perasaannya hancur.

Tak pernah terbayangkan member yang selalu menghabiskan waktu bersamanya... terpisah.

Antara hidup dan mati.

Pekerjaan yang awalnya dinanti berganti bencana.

Suka cita di pagi hari sirna ketika duka menerpa.

"Uhh... hh..." Riku mengepalkan tangannya kuat. Jika ini mimpi buruk ia ingin segera bangun.

Sungguh.

Kesialan apa yang mereka hadapi saat ini.

Kegilaan apa yang kami-sama rencanakan untuk mereka?

Banri membanting tubuhnya kasar. Nafas tersenggal menahan debaran jantung. Punggung berlapis kain basah bersandar pada dinding. Mendongakan kepala keatas. Meski samar.. ia dapat melihat ruangan yang biasa digunakan untuk menyimpan peralatan itu masih memiliki beberapa barang.

Tarik dan hembuskan.

Itulah kegiatan yang keduanya lakukan saat ini.

Pengapnya ruangan mulai menurunkan tingkat kesadaran Riku.

Pelupuk matanya terturun.

Mencengkram kain baju di depan dadanya.

Nafasnya memburu.

Banri melirikan mata untuk melihat kondisinya. Kerutan dalam hadir pada keningnya, sorotan mata menyimpan iba pada lelaki bersurai merah itu.

Lelaki bersurai panjang itu menggenggam benda tajam apapun yang dapat ditemukannya. Mengangkat tangan untuk mengusap bulir air yang masih menyusuri pipi Riku "Riku-kun.. kau telah berjuang sejauh ini" Senyumnya sendu.

"B-Banri-san.." Manik crimson bergetar menatap senyum penuh arti milik Banri. Tangan reflek menarik kemeja putih yang dikenakannya. "..k-kenapa kau berkata seakan pergi jauh?"

Banri menggelengkan kepalanya "Aku tidak pergi jauh.. kau tidak bisa berlama disini. Aku akan keluar dan melihat keadaan---"

"---Tidak!" Riku memeluk pinggang lelaki yang lebih tua darinya itu erat. Tangisannya pecah dan air mata membasahi kemeja putih Banri "Jangan tinggalkan aku! aku mohon Banri-san! aku tidak ingin kehilangan satu orang pun lagi!!"

"Riku-kun.. kondisimu akan semakin parah. Aku tidak akan lama" Banri mengusap pelan kepalanya.

"..k-kumohon.. Banri-san.. jangan keluar.. jangan keluar..." Riku terus menahan pergerakannya.

Banri terdiam.

Setengah wajahnya tertutup poni.

Menggigit ujung bibirnya.

Sebelum berujar..

"...Riku-kun. Maafkan aku" Ia mengangkat tangan dan memukul leher belakang Riku.

Tubuh Riku terhuyung ke depan dan Banri memeluknya erat "Uhh.." Membiarkan lengan panjangnya merengkuh beberapa saat lelaki bersurai merah itu. "..kumohon Riku-kun. Bertahanlah hingga bantuan datang. Jelaskan segala kejadian ini pada pihak berwajib.. Aku akan membukakan jalan untukmu.." Banri merebahkan tubuh Riku perlahan. Mengusap pipinya untuk terakhir kali dan bersiap mendobrak pintu di depannya.

"...kuharap daya batre kameranya masih cukup hingga bantuan datang.." Gumamnya mendorong kamera ke dekat Riku. Bangkit dan tersenyum "Sayonara.. Riku-kun"

.

.

.

"....ng...!"

Lelaki bersurai merah itu mengerjapkan matanya beberapa kali. Pening yang menyerang memaksanya untuk bangkit dari alam bawah sadarnya. Tarikan nafas masih berat namun ia harus tetap menjaga tubuhnya agar tidak tumbang.

"..apa yang.." Riku memegangi sudut kepalanya. Teringat aksi yang dilakukan Banri beberapa saat lalu "..Uhh.. Banri-san benar meninggalkan aku.."

Ia memeluk kamera yang lampunya mulai berkedip.

Batre di dalamnya akan segera habis.

Riku memeluk kamera itu seperti hidupnya bergantung pada benda itu.

"T-Tenn-nii.. aku takut tidak dapat bertemu denganmu lagi.." Gumamnya lirih. "..Uhk!" Ia terbatuk berat. Tenggorokannya serasa dikoyak oleh serpihan kaca. Sakit. "..aku.. harus keluar..." Riku mencoba berdiri dengan kakinya yang bergetar. Melihat engsel pintu yang sudah terlepas menandakan Banri berhasil membukanya.

Tangan diulurkan untuk menarik kenop pintu. Decitan halus sempat menyentak bahunya. Suara sekecil apapun membuatnya takut.

Membuka pintu dan melihat sebuah meja menghadang jalannya "..mungkihkan.." Ia menggigit kepalan tangannya untuk tidak berteriak "..Mitsuki menahan kami dengan ini.." Riku merangkak diatas meja dan turun dengan suara gemericik 'air' sebagai pengiring langkahnya.

Ujung sepatunya tertahan benda berat.

Mengarahkan kamera kebawah.

Membekap mulutnya erat.

Ia tidak boleh berteriak.

Tidak boleh!

Bahkan ketika.. tubuh Mitsuki berada di bawah kakinya.

Bagaimana Banri dapat melewatinya..??

Riku menatap wajah pucat Mitsuki dengan manik yang bergetar.

"..M-Mitsuki..." Ia memanggil namanya penuh kerinduan seakan tak berjumpa lama "..lihatlah. Kau tetap menggorehkan senyum meski.. tubuh bagian bawahmu hilang.. hh.. terima kasih banyak sudah melindungiku. Kau salah satu kakak terbaik yang aku milikku.." Dengan langkah ragu dan perihnya hati, Riku melangkahi Mitsuki. Melanjutkan perjalannya.

Mengendap.

Melewati lorong gelap.

Seorang diri.

Harapannya saat ini adalah dapat menemukan Banri---Hidup.

Setiap langkah menguarkan decitan yang mengidik rambut halus tubuhnya.

Menolehkan kepala kearah pintu tangga darurat. Mendorong pintunya hingga terbuka lebar.

Menuruni tangga dengan debaran jantung yang semakin menggila tiap langkahnya.

Kini ia berhasil menurun satu lantai.

"...!"

Mendengar langkah kaki dari tangga atas-jalur yang dilewatinya-membuat Riku masuk ke dalam lorong kamar. Mencari ruangan yang dapat dimasukinya.

Memilih kamar yang berada di pojok lorong ketika itu satu-satunya ruang terbuka.

Riku berlari dengan tergesa.

Menyembunyikan dirinya di bawah kasur.

Membekap mulut dan satu tangan ia gunakan untuk menutup lampu kamera.

Benar saja.

Seseorang berjalan mengikutinya.

Sreet.

Riku dapat melihat ujung sepatu orang itu.

Sreet.

Melangkah masuk ke dalam ruangan.

Sreet.

Riku ingin berteriak sekencang yang ia bisa.. ketika menyadari milik siapa sepatu itu..!

Tangan bergetar.

Kening menyentuh lantai dibawahnya.

Tidak.. sekarang ia benar-benar sendiri.

Satu orang yang bertahan hidup hanya dirinya.

Banri.. telah bergabung dengan mereka.

Riku terus mencoba menahan nafasnya agar tidak berhembus terlalu banyak. Panas uapnya dapat ia rasakan di sela jemarinya.

Disaat itulah.. ia mendengar suara yang menebar harapan padanya.

"Siapa saja! Kami dari tim penyelamat! Bergeraklah kearah jendela gedung! Lantai 3!"

Lantai .. 3?!

Riku mendelikan matanya.

Satu lantai lagi dibawahnya!

Riku memperhatikan kaki Banri yang mengarahkan tubuh keluar ruangan. Terpancing dengan suara gaduh tim penyelamat.

Menunggu beberapa saat sebelum berlari keluar dan menuruni tangga darurat.

Berlari..!

Tidak perlu menolehkan kepala ke belakang!

Ia hanya perlu menemui tim penyelamat itu!

Ia tidak akan bertemu Banri atau Mitsuki.

Yamato dan Sougo berada di tempat yang tak mudah dijangkau.

Nagi dan Tamaki berada dilantai atasnya.

Ya..!!

Riku bisa melewati ini!

Manik berbinar cerah melihat sorot cahaya lampu dari belokan ujung lorong.

"A-Aku disini...!" Untuk pertama kalinya Riku berteriak.

Hanya.. tinggal sedikit lagi.

"...!"

"Uhk!" Langkah terhenti tiba-tiba.

"..tidak.." Riku mengutuk dirinya sendiri telah melupakan seseorang.

Kini sosok itu berhasil sampai pada lantai yang sama dengannya.

Berjalan dengan langkah diseret. Meninggalkan bercak merah tiap detiknya.

..partnernya..

"Iori.." Riku menggumamkan namanya. Air mata kembali mengalir. Kini bibirnya bergetar hebat. "..maafkan aku. Uhh... aku tidak bisa bergabung dengan kalian.. kumohon biarkan aku pergi.." Piluh Riku memundurkan tubuhnya setiap Iori melangkah sekali.

Tapi apa daya..

..lisan bukanlah hal yang dapat dimengerti Iori sekarang.

"!"

Berlari dengan cepat dan menerjang tubuh Riku..!

"Iori..!!"

.

.

.

.

.

.

HEADLINE NEWS!

"Dunia Hiburan Berduka : 7 Tubuh Ditemukan Di Dalam Hotel Tua"

"Idolish7 Menjadi Korban Acara TV!!"

"Kepergian Para Idol Papan Atas"

"Penggemar Dan Keluarga Meminta Hukuman Mati!"

"Idolish7 Kini Hanya Tinggal Memori"

"Seluruh Album Idolish7 Merajai Tangga Lagu Jepang!"

.

.

.

Lelaki bersurai silver itu melirikan mata cemas kearah satu member grupnya. Tangan terangkat untuk sekedar menepuk pundaknya, namun diurunkannya. Center Trigger itu tidak membutuhkan pergerakan sia-sia seperti itu. Ia tahu centernya itu telah menerima semuanya dengan kelapangan hati luas.

"Tenn.. apakah segala keperluan sudah kau bawa?" Tanya Gaku sembari berdiri di samping Tenn yang sedikit mempercepat langkahnya. Berjalan menyusuri lorong dengan dominan cat putih.

Tenn menunjukan ransel yang kini tersampir pada bahunya "..hanya beberapa pakaian baru.." Balasnya tanpa menolehkan kepala kearah Gaku.

Ryuu berada di belakag keduanya. Kepala tertunduk lesu "..sudah tiga bulan sejak kejadian itu.." Gumamnya. Entah apa yang dipikirnya, melontarkan kalimat tabu diantara para idol itu.

"Hah.." Gaku menghela nafas panjang dan berat "..jika begini pada akhirnya, aku merasa kita mendorong kesialan Trigger pada grup lain"

"..karena kita yang seharusnya menerima pekerjaan itu benar bukan?" Ryuu menutup wajah dengan telapak tangannya. Isakkan halus dapat terdengar setelahnya. "Uhh... anak-anak malang.."

Tenn berdecak kasar "Tidak ada gunanya menangisi yang sudah pergi. Aku turut berduka.. tapi.." Ia membuka pintu di depan dengan mendorongnya perlahan. Manik merah muda menangkap sosok yang tengah meringkukan tubuh pada sudut ruangan. "..aku memiliki seseorang yang harus aku jaga" Ujarnya dan melangkah masuk ke dalam ruangan. Melompat bahkan menggeser beberapa barang yang terserak ketika berada di arah jalannya.

Gaku dan Ryuu saling beradu pandang sebelum mengikuti Tenn dari belakang.

Tenn menepuk pipinya. Berusaha mengganti sendu dengan senyuman lembut. Meski hanya topeng semata, ia harus kuat.

Demi adiknya.

Demi Riku.

"Riku.. " Tenn merendahkan tubuh di samping adiknya yang masih memeluk tubuhnya erat "..Tenn-nii datang berkunjung"

Lelaki bersurai merah itu mengangkat kepalanya. Gaku tersenyum dan Ryuu melambaikan tangan kearahnya "..Trigger.." Gumam Riku.

"Yap Riku-kun, kami datang untuk bermain denganmu" Ryuu menyerahkan beberapa buku gambar dan alat warna "..Aku berikan ini agar kau tidak bosan selama berada di kamar"

"Itu benar Nanase---Riku" Gaku mengkoreksi panggilannya. Nama belakangnya hanya akan menarik kembali memori kelam lelaki bersurai merah itu. Seseorang yang memanggil dengan nama 'Nanase-san' berdampak besar baginya. Riku akan langsung hilang kendali.

"..yayy~" Riku menerima pemberian Ryuu dengan cengiran lebar "Mainan baru~ wuhuuuu!" Ia mengangkat tangan tinggi. Suara riang yang terlepas dari bibirnya itu justru membuat hati Ryuu sakit. Membalikan badan dan segera menghapus bulir air yang mengalir dari salah satu matanya.

"Oi, Ryuu" Gaku berbisik padanya.

"M-Maaf.. aku tidak bisa.. Riku-kun.. Uh.." Ryuu berjalan keluar ruangan. Gaku melirik Tenn dan Riku sesaat sebelum berlari mengikuti teman segrupnya.

"Riku-kun berhasil selamat karena menusuk tubuh Iori-kun.." Ryuu menyandarkan punggung penuh pada dinding. Kepala terdongak menatap langit-langit lorong. "Tapi.. aksinya membuat ia kehilangan akal. Rasa bersalah itu benar-benar merenggut segalanya ..Gaku.."

Gaku menganggukan kepala mengerti "Ya.. Ryuu. Sekarang tugas kita adalah membantu Tenn untuk menjaga Riku"

Riku menjajarkan alat warna pemberian Ryuu. "Ini.." Ia menggelindingkan beberapa warna hingga memilih tujuh. "..Uh.. warna ini.." Riku memegangi kepalanya yang tiba-tiba saja berdenyut. Tenn terperanjat dan mencoba melihat ekspresinya adiknya saat itu "R-Riku??!"

Gaku dan Ryuu masuk kembali ke dalam ruangan setelah mendengar lantang suara paniknya.

"Aku menusuknya.. temanku.." Riku menatap Tenn lekat "..dimana Idolish7?? Kenapa mereka belum kembali? Apa mereka tour??"

Tenn menggelengkan kepala, tangisannya mulai terdengar. Hatinya sakit melihat kondisi adiknya "Riku.. Riku.." Ia hanya dapat terus memanggil namanya.

"A-Aku harus memberitahu Mitsuki.. jika aku tak sengaja.. membunuh iori..Yah.." Riku menganggukan kepala. Sorot mata menerawang seakan benak jauh melalang buana "..aku penjahat. Tenn-nii, aku seharusnya dihukum mati--!"

Tenn menarik Riku kedalam pelukannya "Tidak..! Riku!!" Membenamkan wajah pada ceruk lehernya "Jika saja.. ! Jika saja aku tahu dalang dibalik semua ini.. aku akan membunuhnya!!! Bajingan.. BAJINGAN KALIAN SEMUA!!"

.

.

.

-Epilog-

Seorang lelaki yang menggunakan topi baret berlari kearah meja dekat dengan pintu masuk apartemen. Lelaki lain bertubuh lebih besar tengah menghisap batang rokok dan mengepulkan asapnya bebas ke udara. "Boss! Film dokumenter kita sukses besar!!" Soraknya riang, menari dengan segenggam uang di tangannya "Yah.. walaupun hanya laku di dark market. Tak kusangka memposisikan pimpinan staff palsu di lokasi syuting sangat membantu kita kabur hahaha!"

Pemimpin dari lelaki bertopi baret itu menyunggingkan bibirnya "Sudah kukatakan, film dengan judul 'Lokced Up' itu akan bagus"

"Tapi.. harus menumbalkan nyawa orang lain.."

"Satu orang selamat" Pimpinannya mengangkat bahu tak peduli "Itu diluar perkiraanku"

"Hmmm~" Lelaki bertopi baret itu berdehum "Kasihan.. ia jadi gila"

"Ahaha. Kau terlalu naïf. Dalam dunia perfileman, penonton tidak perlu tahu bagaimana proses pembuatannya. Mereka hanya membutuhkan hiburan dalam banyak genre. Meski.. pemain dalam film itu mati sekalipun"

"Jadi kau benar tahu jika gedung itu menjadi pembuangan anjing rabies yang virusnya sudah bermutasi? Dan dapat menginfeksi manusia seperti.. hilang akal? Menjadi liar?" Lelaki bertopi baret itu menepuk tangannya "Kau kejam sekali... tapi kita sukses besar! Terlebih, sudah terlalu banyak orang gila di dunia. Membeli film ini dengan harga mahal di dark market. Entah mereka ingin mengenang para idol yang sudah mati itu atau hanya menari senang karena terhibur"

Pemimpin lelaki bertopi baret itu tertawa puas "Apa yang kau harapkan? Setiap film yang berlabel 'true story' akan lebih menarik bukan..?"

.

.

.

The End

.

.

.

Cerita ini hanya sebagai hiburan semata bagi mereka yang menyukai thriller story.

Jangan komen 'Author-nya jahat' atau 'Hati authornya kemana sih?'

Don't like, don't read.

Toh udah ada peringatannya juga.

Tapi jika kalian membaca hingga note ini, mungkin kalian menikmatinya. Hehe.

Sorry kalau ga begitu dapat feelnya.

Thanks :']

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top