8. Kegiatan Menghangatkan

Hujan turun deras. Kiki sudah selesai melakukan live. Begitu kamera maati, yang mulai mencatat pesanan yang akan ia kirimkan esok hari. Penjualan hari ini lumayan, meskipun ia lakukan hanya dengan Ozi tanpa Nanda yang biasanya membantunya mencatat pemesan.

Sudah tengah malam rupanya, saat Kiki melirik jam dinding di atas televisi. Sementara Ozi tengah membuat mi karena merasa kelaparan. Cacing dalam perutnya sudah jedag-jedug tiktokan.

Masih sibuk mencatat, Ozi datang ke kamar membawa sebaskom mi dengan telur ceplok dan juga irisan cabe rawit. Melihatnya, Kiki langsung meneteskan liur.

"Enaknya, Bang. Bikin sebaskom gitu emang pakai berapa mi?" tanya Kiki penasaran.

"Tiga mi dari dua bungkus dan rasa yang berbeda," jelas Ozi sambil mengaduk mi kuah dengan uap mengepul dan harum semerbak di kamar tersebut.

"Wah percampuran dua rasa. Kayaknya asik nih," komentar Kiki yang mulai mendekat ke arah baskom tersebut. Mendekatkan wajah, memejamkan mata dan mencium aroma harum gurih dari mie kuah yang yang menggiurkan nurani.

"Abang bikin sebaskom gini, terus aku dibikinin apa?"

"Lah, ini kan buat kita berdua, Ki. Masa aku mau habisin sebaskom sendirian kek gini. Aku kan nggak lagi live mukbang, cuma Life jualan," jawab Ozi yang merasa dirinya tak serakus itu menghabiskan tiga bungkus mi sendirian.

Kiki Terharu. Ia sampai memejamkan mata dan memeluk tubuhnya sendiri. Merasa Ozi begitu perhatian padanya yang memang sudah kelaparan.

"Oh, Abang so sweet banget deh. Jadi takut nih, kalau lama-lama jadi sayang," kekeh Kiki yang membuat Ozi hanya mengernyitkan hidungnya.

"Udah buruan makan. Kamu butuh asupan tenaga dulu. Habis ini soalnya kamu harus memenuhi permintaan aku buat balas budi udah bantuin kamu jualan pakai banjir orderan tuh!" igat Ozi agar Kiki tak lupa dengan perjanjian mereka.

"Emang permintaannya apa sih? Aku disuruh beresin habis masaknya Abang?" tanya Kiki penasaran.

Ozi meringis dengan mata berkedip cepat. "Ada deh, pokoknya kamu beresin dulu semua ini terus habis itu kamu mandi yang wangi. Soalnya kamu bau keringat, Ki."

Meskipun tak paham dengan clue yang diberikan oleh Ozi, Kiki tak peduli. Yang jelas ia ingin segera makan mi yang keburu dingin nanti malah tidak enak dan makin surut kuahnya.

Di luar sana petir menyambar, hujan makin deras, udara dingin menyergap dua manusia yang sudah berkeringat akibat panas dan pedasnya mie kuah.

"Ini paduan rasa apa sama apa, Bang?"

"Satunya mie goreng, satunya soto yang isi dua. Jadi kalau ditotal dua bungkus isi tiga mi aku campuran jadi satu. Tapi enak kan?"

Kiki mengangguk pelan. "Iya enak aja, orang kita laper."

***

"Ini harus banget ya, Bang? Nggak bisa ditunda besok aja gitu. Udah tengah malam loh," keluh Kiki bernegosiasi pada sang suami yang sudah membuka baju, melepas celana dan berganti sarung. Kemudian berbaring tengkurap di atas ranjang.

"Kan kamu udah janji bakalan ngelakuin apa yang aku minta. Nah, aku minta itu kayak gini. Badan aku dipijit, dibelai kayak pijet relaksasi gitu, Ki. Mana aku dah beli minyak zaitun yang ada bijinya. Ternyata baunya wangi. Kata orang ini bisa buat melembabkan kulitku yang macam setengah kulit badak."

"Terus, kok ada rol on segala?" bingung Kiki.

"Oh, itu buat kerokin dulu punggung aku, Ki. Baru habis tu pijet pakek minyak berbiji."

Kiki melirik pada botol bening di sampingnya. Memang ada biji mojokeling di dalamnya dan botolnya pun ada tali yang terikat di mulut botol. Minyak estetik sekali. Apalah Kiki tahunya minyak tawon sama balsem.

"Kenapa nggak beli balsem aja sih, orang pijat tuh biasanya kan butuh yang panas-panas. Eh, Abang malah beli ginian. Pasti beli rol on ini korban iklan cewek-cewek di TV yang fashion show sambil kerokan. Lagian ya, Bang ... emangnya aku ini mbak mbak salon kecantikan apa?"

Ozi menengok ke belakang pada Kiki yang duduk di ampingnya, dengan sarung juga yang Kiki jadikan kemben.

"Lah, daripada kamu dibilang mbak-mbak pijat plus-plus. Lebih seksi mana kedengarannya?"

Kiki masih saja tak terima. Ia capek loh. Baru mandi setelah berkubang keringat dan air mata. Malahan ia belum sempat pakai baju tidurnya.

"Halah ini sama aja pijet ples-ples. Banyak mau."

"Astaga, Ki, aku kan cuma minta satu macam. Melayani suami. Cuma ya printilannya emang banyak. kan kamu udah janji bakalan ngelakuin apa aja yang aku mau. Sekarang bikin anget dulu tubuh aku sama kerokannya, terus bikin kepala sampai kaki ilang pegelnya. Manjadin aku, Ki."

Ozi sudah memejam mata sambil mengusapkan pipi ke bantal. Mencari posisi nyaman untuk ia akan merasakan sentuhan nikmat.

Kiki pasrah. Tangannya mulai bergerak mengoleskan roll on yang sudah didesain dengan tutup yang bisa dijadikan kerokan sekaligus seperti iklan di TV.

"Ki, habis selesai kerok sama pijet, kamu pijet juga wajah aku nih biar tetap cakep. Terus kepala aku juga pijatin, biar makin pintar perkalian."

"Iya, iya bawel banget mintanya macam-macam."

"Sekali-kali nyenengin suami, Ki. Ntar kapan-kapan gantian kamu yang aku manjain." Ozi berjanji.

"Ya udah aku mulai beraksi. Eh bentar, aku berdoa dulu biar acara melayani kamu ini dapat pahala dan lancar sampai selesai," harap Kiki sebelum ia memulai kegiatan malamnya menyentuh sang suami dengan pijatan dan remasan tangannya.

Satu garis berhasil dikerok, dua garis hingga punggung Ozi penuh dengan garis kerokan.

Setelah selesai mengerok, Kiki mengeluarkan minyak di tangan. Mengoleskan pada telapak tangan. Kiki pun muali memijat, meremas dari lengan lalu turun sampai ke kaki.

Kiki melakukannya sambil menguap terus menerus. Sekarang sana sudah mau jam dua dini hari dan dia masih sibuk mengurut sang suami yang malah mendengkur karena keenakan.

Selesai kaki, harusnya Ozi berbalik telentang untuk dipijat wajahnya. Hanya saja malas membangunkan Ozi, Kiki malah ikut tidur di samping laki-laki itu, sampai lupa untuk memakai baju lagi.

Dirinya tadi habis mandi karena memang gerah berkeringat setelah live dan juga makan. Baru juga ia masuk kamar dengan sarung yang i jadikan kemben, Ozi sudah langsung memintanya siap di atas kasur.

Dua manusia bersarung itu tertidur pulas dan mendengkur masing-masing, tanpa peduli ada lampu yang belum dimatikan dan pintu kamar yang terbuka lebar.

***

Adzan subuh membuat Ozi terbangun dengan tubuh segar. Menggeliat dan menguap, Ozi bangun lalu duduk sejenak. Tubuhnya terasa lembab karena diolesi minyak zaitun oleh Kiki semalam. Menelengkan kepala ke kanan da ke kiri sehingga berbunyi, Ozi lanjut menguap lagi sambil menoleh pada perempuan di sampingnya.

Mulutnya menganga karena menguap, langsung terkatup rapat begktu melihat bentuk Kiki yang di luar batas kewajaran dan mengganggu kejiwaan Ozi. Bagaimana bisa sarung yang dipakai Kiki mengumpul di perut, menampilkan gundukan atas dan bawah yang terpampang setengah nyata karena posisi Kiki yang meringkuk.

"Masya Allah, Kiki. Bangun!"

Ozi yang kaget sontak mendorong Kiki yang niatnya agar perempuan itu segera bangun, malah membuat sang istri terjatuh ke lantai.

Ozi makin ngeri. Ia menutup mulutnya kemudian mengintip pelan ke bawah. Di mana Kiki menggeliat membuka mata setengah terpejam dengan tangannya menggaruk pipi.

"Aduh," rintih Kiki.

Oh, Ozi sudah tak sanggup lagi melihat wujud Kiki. Karena sarung yang menjadi masalah dan mengganggu kejiwaan malah menyingkal bagian dada perempuan itu. Ozi langsung mundur turun dari kasur dan bergegas lari ke kamar mandi.

Sementara Kiki yang antara sadar dan tidak, malah naik lagi ke kasur sambil sekenanya membenarkan belitan kemben. Lanjut tidur dengan nyaman, tak peduli pada Ozi yang megap-megap di kamar mandi. Menenangkan si dia yang tiba-tiba ikut bangun dan lekas Ozi siram dengan air kran.

_____

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top