2. Bulimia Nervosa
Diet pasti bukanlah kata asing untuk kebanyakan orang. Atau mungkin beberapa dari kita pernah melakukannya saat merasa memiliki berat badan terlebih. Ada beberapa jenis diet, dan masing-masing dilakukan dengan cara yang berbeda-beda. Mulai dari mengurangi porsi makan, menambah jumlah sayur dan buah, hingga mengkonsumsi obat tertentu. Yang paling ekstream adalah dengan memuntahkan kembali makanan yang telah ditelan.
Dilansir dari alodokter.com, bulimia atau bulimia nervosa adalah gangguan pola makan yang ditandai dengan kecenderungan memuntahkan kembali makanan yang telah dimakan. Kondisi ini dapat dialamai oleh siapa saja, terutama wanita dewasa atau remaja yang tidak puas dengan berat badannya. Bulimia termasuk dalam gangguan mental yang berbahaya dan dapat mengancam nyawa.
1. Penyebab bulimia.
Belum diketahui secara pasti apa penyebab bulimia, tapi ada beberapa faktor yang memicu terjadinya kondisi tersebut, antara lain:
a. Faktor keturunan.
Resiko seseorang menderita suatu kelainan akan lebih besar jika ada anggota keluarganya yang mengalami kelainan yang sama.
b. Faktor emosional dan psikologis.
Risiko terkena bulimia makin tinggi jika seseorang mengalami gangguan emosional dan psikologis, seperti depresi, rasa cemas, gangguan stres pascatrauma (PTSD), dan obsessive compulsive disorder (OCD).
c. Faktor lingkungan sosial
Bulimia dapat muncul akibat pengaruh tekanan dan kritik dari orang-orang sekitar mengenai kebiasaan makan, bentuk tubuh, atau berat badan.
d. Faktor pekerjaan
Beberapa jenis pekerjaan menuntut pekerjanya untuk tetap menjaga berat badan ideal, misalnya model atau atlet. Tuntutan ini dapat menyebabkan pekerja tersebut mengalami depresi atau bulimia.
2. Gejala bulimia.
Gejala awal seseorang menderita bulimia adalah kebiasaan melakukan diet ketat dengan tidak makan sama sekali atau hanya mengonsumsi makanan tertentu dalam jumlah yang sangat sedikit.
Kondisi ini terus berlangsung hingga penderita kehilangan kendali dan mengonsumsi makanan secara berlebihan, meskipun dirinya tidak merasa lapar. Kebiasaan ini muncul karena masalah emosional, seperti stres atau depresi.
Penderita akan merasa bersalah, menyesal, dan membenci diri sendiri, sehingga memaksa tubuhnya untuk mengeluarkan semua makanan dengan cara tidak alami, seperti menggunakan obat pencahar atau memaksa diri untuk muntah.
Gejala psikologis lainnya yang dapat muncul pada bulimia adalah:
-Merasa takut gemuk.
-Selalu beranggapan negatif terhadap berat badan dan bentuk tubuhnya sendiri.
-Kecenderungan menyendiri dan menarik diri dari lingkungan sosial.
-Rasa percaya diri rendah dan cemas.
-Tidak mau makan di tempat umum atau di hadapan orang lain.
-Selain itu, penderita bulimia juga dapat menunjukkan gejala fisik, berupa:
-Tubuh terasa lemah.
-Radang tenggorokan.
-Sakit perut atau perut kembung.
-Pembengkakan di bagian pipi dan rahang.
-Gigi rusak dan bau mulut.
3. Diagnosis Bulimia
Seseorang dikatakan menderita bulimia apabila mengalami gejala memuntahkan makanannya sekali dalam seminggu selama setidaknya tiga bulan. Untuk menentukan apakah seseorang menderita bulimia atau tidak, dokter akan mengajukan pertanyaan kepada pasien dan keluarga pasien.
Dokter juga akan melakukan pemeriksaan fisik, seperti memeriksa kondisi gigi yang rusak atau terkikis akibat paparan asam dalam muntah. Pemeriksaan mata juga mungkin dilakukan untuk mengetahui apakah ada pembuluh darah mata yang pecah. Ketika muntah, pembuluh darah akan tegang dan berisiko pecah. Dokter juga akan memeriksa tangan pasien. Penderita bulimia cenderung memiliki luka kecil dan kapalan di bagian atas sendi jari karena sering digunakan untuk memaksa diri agar muntah.
Tidak hanya pemeriksaan fisik, tes darah dan urine juga dilakukan untuk mendeteksi kondisi lain yang dapat menyebabkan bulimia dan memeriksa dampak bulimia dalam tubuh, seperti dehidrasi atau gangguan elektrolit. Dokter juga melakukan echo jantung untuk mendeteksi gangguan pada jantung.
4. Pengobatan Bulimia
Fokus utama pengobatan bulimia adalah mengobati gangguan mental yang dialami penderita dan memperbaiki pola makan. Upaya pengobatan ini melibatkan peran dari berbagai pihak, yaitu keluarga, psikiater, dan dokter gizi. Ada beberapa metode pengobatan untuk menangani bulimia, yaitu:
a. Psikoterapi
Bertujuan untuk membantu penderita bulimia dalam membangun kembali sikap dan pikiran positif terhadap makanan dan pola makan. Ada dua jenis psikoterapi yang dapat dilakukan, yaitu:
b. Terapi perilaku kognitif
digunakan untuk membantu mengembalikan pola makan penderita, serta mengubah perilaku yang tidak sehat menjadi sehat dan pola pikir yang negatif menjadi positif.
c. Terapi interpersonal
bertujuan untuk membantu pasien dalam berinteraksi dengan orang lain, serta meningkatkan kemampuan penderita dalam berkomunikasi dan menyelesaikan masalah.
d. Obat-obatan
Untuk meredakan gejala yang dialami penderita bulimia, dokter akan memberikan fluoxetine. Obat ini merupakan jenis obat antidepresan yang paling sering digunakan untuk mengobati bulimia, namun tidak diperuntukkan bagi penderita bulimia di bawah usia 18 tahun.
e. Konseling gizi
Bertujuan untuk mengubah pola makan dan pola pikir terhadap makanan, meningkatkan asupan nutrisi dalam tubuh, serta meningkatkan berat badan secara perlahan.
5. Pencegahan Bulimia
Langkah pencegahan bulimia belum diketahui secara pasti hingga saat ini. Namun, peran keluarga dan teman dapat membantu mengarahkan penderita bulimia ke arah perilaku yang lebih sehat. Cara yang dapat dilakukan adalah:
-Meningkatkan rasa percaya diri dengan saling memberikan motivasi untuk selalu hidup sehat setiap hari.
-Menghindari pembicaraan yang berhubungan dengan fisik atau yang memengaruhi psikologis penderita, misalnya badannya terlalu kurus atau gemuk, serta wajahnya tidak cantik.
-Mengajak anggota keluarga untuk selalu makan bersama keluarga.
-Melarang diet dengan cara tidak sehat, seperti menggunakan obat pencahar atau memaksakan diri untuk muntah.
-Berhenti melakukan body shaming kepada orang lain.
6. Bulimia dan Anoreksia
Jika dibaca sekilas, bulimia akan mengingatkan kita dengan gangguan makan yang lain, yaitu Anoreksia nervosa. Namun, keduanya berbeda.
Perbedaan utama antara penderita anoreksia dan bulimia dapat dilihat melalui bentuk tubuhnya. Penderita anoreksia mengalami penurunan berat badan yang signifikan sebesar 15% atau lebih dari berat badan ideal sehingga tubuhnya terlihat sangat kurus. Sedangkan penderita bulimia biasanya berada pada berat badan normal atau di atas normal.
Karena berat badannya yang sangat kurus, maka penderita anoreksia bisanya mengalami amenore atau tidak mengalami periode menstruasi. Sedangkan bulimia mengalami periode menstruasi yang tidak teratur.
Jika penderita anoreksia menghindari makan saat merasa tertekan, penderita bulimia justru makan berlebihan ketika sedang menghadapi masalah atau sedang tertekan. Namun, setelah periode makan besarnya itu, penderita bulimia kemudian akan berusaha mengeluarkan kembali apa yang dimakannya. Bisa dengan cara memuntahkannya kembali dengan paksa, menggunakan obat pencahar atau diuretik, puasa, atau dengan melakukan olahraga berlebihan.
Bulimia ditandai dengan siklus diet teratur dari periode makan berlebih (binge eating) dan perilaku kompensasi dengan membersihkan diri dari makanan atau purging untuk mencegah kenaikan berat badan. Sedangkan, penderita anoreksia tidak selalu melakukan binge eating dan purging. Ketika seseorang dengan anoreksia juga melakukan binge eating dan purging secara teratur, mungkin individu tersebut juga mempunyai kecenderungan untuk menderita bulimia.
Sumber:
-https://www.alodokter.com/bulimia
-https://www.google.com/amp/s/hellosehat.com/hidup-sehat/psikologi/apa-bedanya-anoreksia-dan-bulimia/amp/
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top