Bagian 8
Senyum tak lepas dari wajah Salsa, suasana hatinya hari ini sangat baik. Ia menyusuri lorong sekolah dengan langkah riang, kedua tangannya memegang tali tas yang digendong belakang. Nyaris dua belas tahun duduk di bangku sekolah, baru hari ini gadis itu merasa tanpa beban.
"Anjani!" teriak Salsa tanpa tahu malu, lagi pula koridor saat ini masih sepi karena belum banyak murid yang datang.
"Apa?" tanya Anjani ketika Salsa sudah menyejajarkan jarak mereka.
"Aku ada ide bagus, kamu harus ikutan," ucap gadis bertas biru itu.
Salsa menarik tangan Anjani menuju taman sekolah setelah mereka meletakkan tas di kelas, lalu duduk di salah satu bangku yang tersedia di sana. Tempat ini sering digunakan para murid untuk bersantai karena hawanya yang sejuk. Gadis berkuncir kuda yang ditarik hanya pasrah, ia juga tidak protes saat teman sekelasnya itu bersikap agak aneh pagi ini. "Kenapa, sih? Kamu kayaknya seneng banget," desaknya.
Tubuh Salsa yang tadi menghadap ke depan langsung menyerong ke arah Anjani, ia dengan sangat antusias mengatakan, "Iya. Setelah kita pulang dari panti kemarin, malamnya aku tiba-tiba kepikiran buat bikin klub."
Dahi Anjani mengernyit, ia kembali bertanya, "Klub apa?" Gadis itu terlihat kebingungan karena ucapan Salsa yang tak utuh.
"Kamu sering insecure gak?" tanya Salsa balik.
"Pastilah," sahut Anjani sedikit sewot.
Jari jempol, telunjuk, dan tengah gadis itu langsung dijentikkan di depan Anjani hingga gadis itu terkejut. Ia menepis pelan tangan Salsa yang terkekeh melihat keterkejutannya tadi. "Nah, klub ini fungsinya supaya kita enggak insecure lagi," balas Salsa.
"Maksudnya gimana?" tanya Anjani yang masih kurang mengerti dengan penjelasan Salsa tadi.
"Nanti kita adain kegiatan sharing gitu, loh, sama teman-teman yang lain. Terus saling kasih pendapat dan solusi," jawab Salsa.
"Boleh. Kayaknya seru juga," ucap Anjani mulai tertarik.
"Tapi siapa yang mau diajak gabung?"
Padahal ia sendiri yang memikirkan ide tersebut, tetapi Salsa benar-benar bingung harus mengajak siapa untuk bergabung. Tadi malam memang ada beberapa nama yang sempat terlintas di benaknya, hanya saja gadis itu ragu mengajak mereka.
"Fiona, Liana, Zifa, Ria, Rebecca, dan Selena. Kayaknya kalau kita ajak mereka seru, kita juga cukup dekat sama meskipun beda kelas," usul Anjani.
Cukup lama Salsa terdiam mendengar ucapan Anjani, gadis itu menimbang-nimbang enam orang yang disebutkan tadi. Mereka memang lumayan kenal, tetapi tidak terlalu akrab. Beberapa nama yang diusulkan Anjani pun sempat terpikir olehnya tadi malam, hanya saja ia kembali tidak yakin.
Anjani yang mengerti kegelisahan Salsa segera mengusap bahunya, lalu mengucapkan, "Dicoba aja dulu, nanti kalau mereka nolak baru cari yang lain. Aku juga punya banyak kenalan yang suka ngeluh insecure."
"Oke, deh. Besok kita ajak mereka, ya. Hari ini cukup kita aja yang tahu," ujar Salsa.
❤❤❤
Ketika sampai di rumah, gadis itu dikagetkan dengan keberadaan orang tuanya yang berada di ruang keluarga. "Ma, Pa, kapan sampai?" tanya Salsa.
"Satu jam yang lalu," jawab Bram.
Sebenarnya mereka berencana untuk pulang pagi, tetapi ada beberapa kendala yang terjadi di jalanan sehingga baru sampai siang ini. Safira menunjuk koper yang berada di ujung sofa, lalu mengatakan, "Tuh, oleh-oleh buat kamu."
Mata Salsa berbinar mendengar kata oleh-oleh, ia membayangkan almond crispy, kue lapis, dan kerupuk ikan yang katanya enak-enak atau kaos cakcuk dan julajuli. Namun, harapan gadis itu seolah diterjunkan dari langit hingga ke dasar bumi. Dalam koper tersebut hanya berisikan berbagai macam buku tanpa ada cemilan.
"Makasih, Ma, Pa," ucap Salsa terpaksa. Ia kembali menutup koper dan segera pamit untuk ke kamar sambil mengangkat koper, beruntung tidak terlalu berat sehingga Salsa lebih mudah membawanya.
Sesampainya di kamar, Salsa langsung menuju kasur dan berbaring di sana. Sejak pelajaran terakhir tadi kepalanya sudah pusing dan tubuhnya juga ikut panas, tetapi masih bisa ditahan hingga sampai di rumah.
Bukannya tidak mau merepotkan Safira dan Bram, tetapi Salsa tahu mereka tidak akan peduli jika ia sakit dan tetap dipaksa belajar. Gadis itu menghapus keringat dingin yang mengalir di dahinya dengan tangan, lalu segera bangun sebelum mamanya berteriak menyuruh makan.
"Kalau dibawa mandi yang ada makin demam," gumam Salsa sembari memilih baju kasual.
Gadis yang memakai seragam sekolah itu segera berganti baju tanpa mandi terlebih dahulu, ia memakai hand body yang banyak agar Safira tidak curiga dan membasuh muka supaya terlihat segar. Beberapa lembar tisu digunakan untuk mengeringkan wajah, lalu memakai bedak dan pelembab bibir. Salsa memang tidak pandai memakai make up, mau pergi ke mana pun ia tetap hanya menggunakan dua produk itu saja.
"Salsa, makan!" teriak Safira.
Benar saja, mamanya sudah berteriak menyuruh makan. Jika Safira berada di rumah saat ia pulang sekolah, maka ada makan siang sebelum berangkat les. Mungkin lebih tepatnya makan sore karena sekarang sudah pukul tiga. Salsa meraih tas khusus les yang berada di meja belajar dan menentengnya, lalu segera sebelum disusul ke kamar.
"Kamu makan sendiri, ya, mama sama papa udah makan tadi," kata Safira.
"Iya, Ma."
Salsa segera mengambil nasi dan lauk yang terasa sedikit panas, mungkin tadi mamanya sudah memanaskan sebelum ia turun. Seperti biasa, selalu ada ayam goreng sebagai menu wajib di rumah. Gadis itu memang sangat menyukai makanan favorit Ipin di serial Upin Ipin.
Setelah selesai makan, ia mencuci piring dan mengemaskan meja makan. Gadis itu mengambin tas dan segera berpamitan untuk berangkat les. "Ma, Pa, aku pergi dulu, ya," pamitnya.
"Bilang sama Pak Ardi, jangan pulang! Tunggu aja di sana, kalau mau istirahat di mobil aja. Kamu juga, pulang les gak usah keluyuran lagi!" perintah Bram.
"Iya, Pa," balas Salsa setengah hati.
Mood-nya saat ini sedang tidak baik-baik saja, tetapi apa yang dikatakan orang tuanya diiyakan saja agar lebih cepat. Setelah bersalaman, Salsa segera keluar dari rumahnya dan menghampiri Pak Ardi yang duduk di pos satpam depan rumahnya.
Pria yang sudah lebih dari setengah abad itu segera bangkit dan lebih dulu menghampiri Salsa. "Mau pergi sekarang, Non?" tanyanya basa-basi.
"Iya, Pak. Tolong antar saya ke tempat les, ya," jawab Salsa sambil menyandarkan diri di tepi pagar.
Kepalanya semakin berdenyut pusing, padahal tadi sudah makan. Biasanya jika seperti ini ia hanya butuh tidur, tetapi tidak bisa dilakukan sekarang. Ia memijat pelan pelipis sambil menghirup aroma minyak kayu putih. "Semoga aja pas les nanti aku gak pingsan."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top