Bagian 15
Raut wajah Salsa tidak enak untuk dipandang, bibir gadis itu sedari naik hingga turun dari taksi masih manyun. Pasalnya ia ingin pergi menggunakan motor tetapi tidak diizinkan Bram, sementara Pak Ardi membawa Safira pergi penelitian. Sepulang sekolah gadis itu memang sempat pulang ke rumah terlebih dahulu untuk menyimpan tas, lalu langsung pergi lagi tanpa mengganti seragam.
Gadis yang masih menggunakan seragam putih abu-abu itu memasuki toko buku, tujuan utamanya ingin mencari kamus bahasa asing. Mungkin sekalian dengan kumpulan soal-soal baru untuk ujian dan masuk perguruan tinggi. Sebelum berangkat sekolah tadi pagi, Bram memberi 500 ribu untuk pegangan dan satu juta di-transfer ke rekening miliknya. Namun, pulang nanti akan dicek uang tersebut digunakan untuk apa saja.
"Ini atau ini, ya?" tanya Salsa. Ia memegang dua buku campuran soal-soal pelajaran utama di jurusan IPA, tetapi bingung harus membeli yang mana.
Masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan. Tadi Salsa juga sudah mengecek ke website, buku di tangan kirinya memiliki soal lebih susah dibanding yang di tangan kanan. "Udahlah, ambil dua-duanya aja. Papa juga gak mungkin marah kalau dijajanin buku," kata Salsa. Ia lanjut mencari kamus bahasa asing, tetapi tidak ketemu.
"Salsa?"
Mendengar seseorang memanggil dari arah samping membuat Salsa langsung menoleh, ia mendapati kakak Fiona yang berjalan menghampiri tempatnya berdiri sekarang. "Eh, Kak Rey," sahut Salsa.
"Sendiri aja?" tanya Rey.
"Iya, Kak," balas Salsa.
Mata Salsa tak henti menatap Rey yang tampak lebih mempesona daripada pertemuan pertama mereka, gadis itu menggigit pipi bagian dalam agar tidak tersenyum. Walaupun ia jarang bergaul, tetapi jika disuguhi cowok ganteng tetap saja tidak bisa berpaling.
Suara Rey memecah lamunan Salsa, ia langsung kembali menghadap rak buku sambil tangannya menyusuri satu per satu buku yang ada di sana. Jujur saja, gadis itu merasa salah tingkah sekarang.
"Cari apa? Kayaknya kamu kebingungan," tanya Rey yang tetap pada posisinya dan memperhatikan Salsa semakin dalam.
Salsa kembali melihat ke arah Rey, tetapi kali ini ia berusaha mengendalikan diri agar tidak bertindak aneh. "Aku mau beli kamus bahasa asing, sekalian buku soal-soal buat ujian sama masuk PTN," jawabnya sambil memperlihatkan dua buku yang tadi sudah diambil.
"Belum ketemu kamusnya?"
Kepala Salsa menggeleng, selama ini ia hanya tahu bersih saja. Bram yang selalu membelikan buku, kadang kala juga Safira. Salsa tinggal menerima dan mengerjakan, makanya ketika langsung pergi sendiri membuat gadis itu kebingungan.
"Mas, kamus bahasa asing selain bahasa Inggris ada gak?" tanya Salsa saat salah satu pegawai toko lewat.
"Stoknya lagi kosong, Dek. Cuma ada yang ini aja. Kemungkinan minggu depan baru ada," jawabnya.
"Oh, gitu. Makasih," balas Salsa sambil melemparkan senyum.
Rey yang mendengar hal tersebut pun langsung kembali bertanya, "Emang kamu cari kamus apa?" Ia merasa asing dengan dirinya yang sekarang, bersama Salsa membuat laki-laki itu merasa damai. Padahal ini adalah pertemuan kedua mereka. Namun, setiap kali Fiona menceritakan tentang gadis yang berada di depannya ini membuat ketertarikan Rey semakin meningkat.
"Apa aja," ucap Salsa.
Laki-laki berkaos hitam dan lapisi kemeja kotak-kotak itu bingung untuk menyahuti ucapan Salsa, gadis seumuran adikknya ini terlalu misterius dan terkesan menutup diri dari lawan jenis. "Ayo, aku temenin ke toko buku lain. Kali aja ada," ujar Rey.
"Enggak usah, Kak," tolak Salsa.
Keduanya berjalan menuju kasir. Rey mempersilakan Salsa untuk membayar duluan, kemudian laki-laki itu melunasi buku referensi kuliah miliknya. "Gak apa-apa," ujar Rey.
Ia merutuki diri yang terkesan memaksa Salsa, tetapi hal itu tidak disesalinya sama sekali. Rey malah berharap Salsa menerima, laki-laki itu sudah menurunkan ego yang selama ini menggunung tinggi jika dihadapkan dengan orang asing.
Tangan Salsa memeluk kantung kresek yang berisi bukunya dengan erat, ia tidak enak jika harus merepotkan Rey. "Kamusnya gak terlalu penting, sih," tolak gadis itu sekali lagi.
Namun, kali ini Rey tidak mau menerima penolakan lagi. Ia langsung mendorong pelan tubuh Salsa dengan jari telunjuk kanan agar berjalan menuju motornya. "Udah. Ayo, ikut aja!" paksa laki-laki itu.
Dengan sangat terpaksa Salsa menaiki motor Rey, sebenarnya ia kurang nyaman duduk di motor tinggi seperti ini. Hanya saja, sebisa mungkin gadis itu mengendalikan diri karena tidak mau membuat kakak temannya tersebut tersinggung.
Masa udah ditolongin malah ngelunjak, batin Salsa.
Beruntung ketika sampai di toko buku yang dimaksud oleh Rey kamus yang dicari Salsa masih ada, ia langsung mengambil kamus bahasa Belanda dan Mandarin yang ingin dipelajarinya. Gadis itu kembali melihat-lihat tanpa mempedulikan keberadaan Rey yang terus berjalan di belakangnya. "Udah kali, ya?" gumam Salsa.
"Emang buat apa, sih?" Suara Rey membuat Salsa terkejut, ia segera membalikkan badan dan mendapati jaraknya dan Rey hanya tinggal sejengkal.
Perbedaan 15 centi di antara mereka membuat Salsa mendongak sedikit, lalu menjawab, "Buat belajar aja." Gadis itu memejamkan mata sebentar, detak jantungnya benar-benar tidak bisa dikendalikan.
Ketika melewati lorong rak novel, Rey berhenti sejenak. "Gak mau beli novel?" tawar laki-laki itu.
"Gak suka baca novel, Kak," jawab Salsa.
Setelah membayar, Salsa hendak memesan taksi untuk pulang. Namun, niatnya tersebut dihentikan oleh Rey yang bermaksud mengantarnya pulang. "Gak apa-apa. Lagian juga searah," kata laki-laki itu.
Sekali lagi, Salsa menaiki motor Rey tersebut. Ia bingung harus bagaimana untuk berterima kasih. Jika dipikir-pikir, di pertemuan pertama mereka Rey juga menolongnya. Sesampainya di depan rumah, Salsa segera turun.
"Makasih, ya, Kak. Maaf ngerepotin," ujarnya tak enak.
"Sama-sama, santai aja. Kalau gitu aku duluan, ya," pamit Rey.
Setelah kepergian Rey dari depan rumahnya, ia segera masuk. Gadis itu langsung menuju ke kamar karena tahu kedua orang tuanya belum pulang. Salsa mematut diri di depan kaca. Ia kembali teringat dengan ucapan para gadis yang melihatnya bersama Rey tadi. Mereka bilang Salsa sudah seperti orang tak terawat, berbeda dengan Rey yang tampil berkelas.
"Iya, sih, Kak Rey keren banget. Pasti orang-orang banyak yang ketawa lihat aku. Ih, malu-maluin, deh," gumam gadis itu.
Ia segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri, tetapi kembali berhenti di depan westafel untuk mencuci muka dengan air tanpa sabun. "Dilihat dari sisi mana pun, muka aku jauh dari kata cantik. Apalagi tadi berminyak banget," ucapnya.
"Pasti Kak Rey bakalan ilfeel."
Sedetik kemudian, Salsa tersadar dengan ucapannya tadi. "Eh, kok, malah jadi mikirin Kak Rey?" Gadis itu menepuk pelan kepalanya berkali-kali agar lupa dengan bayangan wajah Rey yang tiba-tiba muncul.
"Aduh, Salsa, kamu, tuh, ketinggian banget, deh, mimpinya! Segala pengen punya cowok kayak Kak Rey, gak pantes!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top