EPILOG

Pintu ruang inap (Name) terbuka, dan masuklah laki-laki dengan rambut sewarna gulali. (Name) menarik napas sejenak, sebelum akhirnya menatap ke depan.

"Ramuda, halo," sapa (Name) tersenyum kecil.

"(Name), kenapa kau tidak melaporkanku pada pihak berwajib?" tanya Ramuda segera melangkah mendekat, "kudengar dari Jyuto kau menolak melaporkanku, kenapa?"

Namun Riou langsung berdiri dan merentangkan sebelah tangannya di depan (Name), melindungi sang adik. Ramuda yang melihat itu hanya bisa terdiam, sebelum akhirnya kembali ke posisi awalnya, di depan kasur (Name).

"Karena aku tidak mau," sahut (Name), "sekarang, dengarkan aku."

Ramuda menatap (Name), sementara yang ditatap melebarkan senyumnya.

"Terima kasih."

Iris Ramuda melebar, dan dia langsung menggeleng dengan kuat.

"Tidak! Jangan berterima kasih padaku! Aku tidak melakukan apa pun yang membuatmu harus berterima kasih, (Name)."

"Tapi tetap saja, jika kau tidak menyelamatkanku saat itu—keadaanku pasti akan lebih buruk dari sekarang," (Name) menunduk, menatap tangannya yang berada di atas selimut.

Ramuda terdiam, sebelum akhirnya menggertakkan giginya dan membuang pandangannya dengan kesal.

"Apa benar begitu, (Name)?" tanya Ramuda, "apa benar kau merasa begitu?"

(Name) mengangkat kepalanya, lalu terkekeh.

"Pertanyaan yang bagus," komentar (Name) menghela napas, "apa benar begitu? Aku berbohong jika mengatakan bahwa aku berterima kasih padamu."

(Name) kembali menatap tangannya, yang baru dia sadari sedikit gemetaran. (Name) menarik napas singkat, lalu menghembusnya.

"Aku mengalami trauma," gumam (Name), "mendengar namamu saja membuatku panik. Tapi tidak apa-apa, ada Kak Riou, jadi aku merasa aman."

Riou menoleh ke arah (Name) yang menatapnya, lalu mengangguk singkat, seolah mengatakan bahwa adiknya ini bisa percaya padanya. (Name) tersenyum, kemudian kembali menatap Ramuda.

"Oleh karena itu," ucap (Name) memulai, "sebagai ucapan terima kasihku karena sudah menolongku tempo hari, aku akan memberi Ramuda kesempatan kedua."

Iris Ramuda melebar, dan mulutnya menganga tak percaya.

"Hah?"

"Ah tapi tolong beri waktu untukku terapi dari trauma ini—jadi jangan temui aku sampai aku siap, ya?" pinta (Name) tersenyum sambil memiringkan kepalanya, "aku akan menghubungimu jika sudah siap, bagaimana?"

Ramuda hanya bisa menatap (Name) dengan tatapan tak percaya.

"(Name), kau itu benar-benar ...."

Ramuda menggeleng lalu mengusap wajahnya dengan kasar, sebelum akhirnya mengangguk pelan dan berjalan menuju keluar ruangan (Name).

"Terima kasih (Name)."

Setelah itu Ramuda keluar dari ruangan, menyisakan (Name) dan Riou di ruangan tersebut. Suasana menjadi hening untuk beberapa saat, sampai akhirnya Riou angkat bicara.

"Kenapa kau memberinya kesempatan kedua?"

(Name) menoleh ke arah Riou, kemudian tersenyum kecil.

"Karena semua ini salahku," jawab (Name).

Riou mengerutkan alisnya dengan heran.

"Kenapa begitu?"

"Aku tahu Ramuda menaruh perasaan khusus padaku," gumam (Name), "seharusnya aku tidak membuatnya berharap dengan bergantung padanya."

(Name) terkekeh, lalu menggeleng.

"Mungkin terdengar sombong, tapi itulah kenyataannya," jelas (Name), "Ramuda tidak memanggilku dengan sebutan Onee-san, dan saat menolongku, dia membawaku ke apartemennya yang sesungguhnya, bukan apartemen yang kebanyakan Onee-san kunjungi, serta Ramuda sendiri yang mengatakan bahwa dia memang menaruh perasaan khusus padaku."

(Name) menatap pergelangan tangannya yang dibalut perban.

"Salahku membiarkan dia jatuh cinta padaku, jadi aku menghukum diriku sendiri dengan memberinya kesempatan kedua."

[][][]

Setelah melihat (Name) kembali tertidur, Riou mengangkat tangannya untuk menepikan rambut (Name) yang berada di depan wajahnya.

"Kau memang adikku, (Name)."

"Itu adalah hasil tes DNA antara kau dengan Ayah dan Ibu, yang hasilnya menjelaskan bahwa kau memang anak mereka."

"Jadi, aku adik kandung kakak? A-aku keluarga kandung Busujima?"

Riou terdiam, sebelum akhirnya mencium kening (Name) lalu berdiri dan keluar dari ruangan (Name). Begitu Riou menutup pintu ruangan (Name), dia dihadapkan oleh dua temannya yang memasang wajah datar.

"Kami mendengar pembicaraan kalian dari awal. Ramuda tidak menutup pintunya dengan sempurna, jadi suara kalian samar terdengar keluar," jelas Jyuto.

Samatoki menghela napas panjang, dan Jyuto hanya menggelengkan kepalanya. Tampak jelas terlihat kalau mereka berdua kecewa dengan Riou.

"Kau memang sudah mengatakan kebenarannya," sahut Jyuto, "tapi kenapa hanya setengah dari selurunya?"

Riou tidak menjawab, dia hanya melihat tangannya yang sempat memegang rambut (Name), sebelum akhirnya tangannya mengepal dan Riou menatap kedua temannya.

"Kenapa ya?"

Samatoki kembali menghela napas.

"Apa-apaan ini? Kau juga ingin menghukum dirimu sendiri seperti (Name)? Karena selama ini sudah jatuh hati pada (Name)? Karena kau tidak melihatnya sebagai keluarga, melainkan sebagai lawan jenis?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top