Epilog
Keheningan dimulai ketika percakapan telah habis dan Grace telah selesai menceritakan masa lalunya. [Name] terdiam sambil berusaha mencerna kata-kata dari Grace. Ia masih tidak percaya jika Grace pernah melalui hal yang sesuram itu.
"Bagaimana dengan Rayn dan Rena? Kemana mereka?"
[Name] tertegun. Ia sudah tahu akan diberikan pertanyaan seperti ini. Grace sudah koma selama 5 tahun, sudah pasti Grace tidak mengetahui apapun yang terjadi selama ini.
Meski ragu, [name] tidak bisa menyembunyikan kematian mereka berdua.
"Rayn dan Rena ... sudah tiada."
[Name] takut jika Grace akan menyalahkan diri sendiri, namun Grace justru seperti telah menebaknya. Ia hanya memperlihatkan tatapan sayu itu pada [name].
"Begitu ya."
"Sekarang, apa yang harus kita lakukan?" tanya [name] dengan nada meninggi. Sepertinya ia lelah menahan kesal dihatinya. "Meski Niel telah mati, tetap saja pada akhirnya tidak ada yang tersisa."
[Name] juga tahu jika Niel hanyalah nama samaran dari Noel meski itu tak berbeda jauh. Ia juga tidak mengerti, untuk apa repot-repot mengganti nama?
"Jadi Noel juga telah mati," gumam Grace lirih tanpa tenaga. Ia menggenggam selimutnya, seolah Melampiaskannya di sana.
Mereka juga tidak tahu harus apa karena sang antagonis telah mati dan mereka kini hanya merasa kesal tanpa alasan.
"Bagaimana dengan abang-abangmu?" tanya Grace. [Name] menunjukkan raut sedih. "Mereka baik-baik saja, hanya bang Taufan, bang ice dan bang Solar yang gak ada. Dan aku gak tahu mereka di mana."
Grace terlihat berpikir sejenak. Benang kusut ini masih belum terurai dengan benar. Masih banyak misteri yang belum terpecahkan.
"Aku sebenarnya penasaran soal Noel yang tiba-tiba berubah jahat, aku ingin tahu alasannya." Lalu ia menatap [name] yang hanya diam. "Dan kita juga harus mencari tahu kemana keberadaan abang-abangmu yang lain."
Sejenak mata [name] membelalak. Ia senang sekaligus takut. Namun tidak dapat dipungkiri jika ia benar-benar ingin mencari ketiga abangnya yang tersisa. Meski Rena dan Rayn tidak ada sekali pun. Mungkin kali ini ia bisa bekerja sama dengan Grace. Ia juga ingin tahu, kenapa semua permasalahan ini terjadi.
"Kalau kau mau pergi mencari tahu! Aku akan ikut!" [Name] benar-benar antusias. Grace mengulas senyum tipis. Lalu mengusap surai coklat itu hingga berantakan. [Name] terlihat cemberut dan Grace mengurai tawa lemah. "Baiklah, mungkin pencarian ini akan sulit tapi persiapkan dirimu."
"Tentu! Aku sangat siap!"
Meski Grace dan [name] masing-masing telah kehilangan. Bukan saatnya untuk bersedih dan meratapi nasib. Ini saatnya menguak kebenaran yang ada. Dan mereka akan bekerja sama untuk menyelesaikan ini.
.
.
.
"Tolong beritahu kami tentang keberadaan bang Taufan, bang Ice dan bang Solar!"
Di hadapan mereka kali ini adalah sisa keempat abangnya yang duduk dengan wajah tegang. Serta Grace yang duduk di samping [name] dengan wajah datar. Ia sudah keluar dari rumah sakit sekitar beberapa minggu yang lalu. Lalu pergi selama beberapa hari untuk bersiap.
Keempat abangnya tidak bisa menyembunyikan ketegangan. Meski Gempa sudah semaksimal mungkin menghindari pertanyaan tersebut dengan senyuman. Kali ini [name] membawa Grace beserta abang-abangnya yang dipaksa hadir.
Blaze memasang wajah sedih, seolah dipaksa mengingat sesuatu yang kelam. Begitupun dengan Duri yang langsung menundukkan kepala. Meski ini menyakitkan, tapi [name] harus mendapatkan jawaban yang benar. Ia yakin ketiga abangnya masih hidup dan mereka harus mencarinya.
"Mereka sudah mati."
Jawaban yang ketus itu berasal dari Halilintar yang langsung dapat teriakan keras dari Blaze. "MEREKA BELUM MATI!!"
"Blaze, tenanglah!" sahut Gempa untuk menghentikan perkelahian. Namun Duri ikutan menyahut dengan suara gemetar. "Duri yakin kalo mereka belum mati!"
"Kalian ini—"
"Berhenti."
Suara Grace yang berat itu langsung membuat semua perhatian mengarah ke arahnya. Gadis itu berdehem. "Bisa jelaskan? Kenapa kalian bisa menganggapnya mati dan ada yang menganggap tidak mati."
Halilintar berdecih, "Ini bukan urusanmu."
"Ini urusan kami!" kilah [name] dengan suara meninggi. "Aku ingin menemukan bang Taufan, bang Ice dan bang Solar. Jadi kumohon, jelaskan pada kami."
Untuk menghentikan semua yang hendak memulai keributan. Gempa angkat bicara. "Aku akan angkat bicara."
Dan Gempa memulai ceritanya.
[Flashback: On]
Selesai dengan kejadian [name] pergi bersama Rayn dan Rena. Grace mengalahkan semuanya seperti orang mengamuk. Namun Grace tidak bisa mengalahkan Noel. Rena terlihat datang kembali dan membantu Grace meski hal itu sia-sia.
Ledakan bom mulai terjadi. Bom meledakkan diri satu-persatu hingga membuat tanah berguncang. Noel berhasil mendapatkan Grace dan membuatnya pingsan. Ia membawa Grace pergi, dengan sebuah ancaman untuk Rena.
Sebelum Grace pingsan, ia sempat menembakkan suar ke langit, tanda bahwa mereka kalah dan rencana terus berganti.
Karena suar itulah, teman-teman abang-abang [name] yang kebetulan berada di sana pun datang. Tapi pulau benar-benar terguncang hebat dan mereka semakin kewalahan menyelamatkan diri.
Gopal menarik Duri pergi, begitu pun Yaya dan Ying yang membawa Gempa serta Blaze yang tak terluka terlalu parah namun kepayahan untuk berdiri. Bahkan Halilintar pun pincang dan harus di papah oleh Fang. Rena hilang dalam keriuhan itu dan pergi entah kemana.
Masalah mereka sekarang, mereka tidak bisa membawa semua dari ketujuh bersaudara ini. Taufan tergeletak di tanah tanpa bergerak. Ice juga terbaring di kubangan darahnya sendiri. Bahkan Solar tidak terlihat di manapun.
"Apa yang kau lakukan? Kita harus membawa Taufan, Ice dan Solar! Kenapa kalian meninggalkannya?!" teriak Halilintar tidak terima. Yang lain mengerti, namun mereka saja sudah kekurangan orang untuk saling membawa.
Namun Fang tetap memaksa mereka pergi. "Sudahlah Halilintar! Taufan dan Ice belum tentu masih hidup!"
"Kau bodoh! Mereka pasti masih hidup!"
"Jangan naif! Kau bahkan tidak bisa berdiri dengan kakimu sendiri!"
Ledakan makin menjadi dan makin besar. Mereka makin kewalahan. Fang memaksa Halilintar untuk pergi dari sana. Belum lagi kondisi tanah yang terus berguncang, membuat mereka kesusahan berjalan.
Dan dengan itu, mereka meninggalkan Taufan dan Ice yang terbaring di tanah.
Serta Solar yang menghilang.
Untuk menyelamatkan diri mereka sendiri.
[Flashback: Off]
Selesai. Gempa selesai bercerita.
"Jadi, kalian menganggap bahwa bang Taufan dan bang Ice telah mati?" ujar [name] tak percaya. Namun ia mendapat tepukan pelan dari Grace. Grace tersenyum tipis, "Masih ada harapan kalau mereka masih hidup."
[Name] yang seolah baru saja mendapat semangat pun mengangguk. "Kau benar, kita harus mencari mereka."
"Apa maksud kalian dengan mencari mereka?" tanya Blaze dengan kerutan di dahi.
"[Name] dan Grace berencana mencari keberadaan bang Taufan, bang Ice serta bang Solar. Lalu juga menguak kebenaran tentang kejadian yang sebenarnya."
"Kami akan pergi ke pulau itu ... pulau bencana."
Mereka tertegun. Merasa sakit jika hanya mengucapkan nama pulau itu. Pulau rintis. Kampung halaman mereka berada.
Namun tekad Grace dan [name] sangat kuat. Mereka takkan mau dihentikan dengan alasan sederhana.
.
.
.
Grace menyender di mobil sedan hitam miliknya yang masih berkilau. Menatap jam antik di tangannya. Ia menunggu seseorang keluar dari rumah itu.
"Maaf menunggu lama Grace! Abang-abangku kerepotan mencari barang mereka tadi." [Name] menghampiri dengan satu koper di tangannya.
"Hanya satu koper?" tanya Grace untuk memastikan. [Name] mengangguk. "Lagipula kita ke sana untuk investigasi, bukan pindah rumah."
"Kau benar."
Yang lain pun juga muncul dengan masing-masing membawa koper dan barang bawaan yang banyak. Grace menurunkan kacamata hitamnya. "Sepertinya mereka hendak pindah rumah." Namun di tanggapi dengan kekehan oleh [name] karena merasa itu adalah sebuah candaan.
"Abang-abang beneran mau ikut [name] pergi?" tanya [name] untuk memastikan lagi. Takutnya keempat abangnya salah mengira bahwa mereka sedang liburan.
"Kau tidak bisa ditinggalkan sendirian, nanti hilang lagi," sarkas Halilintar dengan wajah judesnya.
"Bang Gempa juga ingin mencari keberadaan bang Taufan, Blaze dan Solar." Gempa menginterupsi. Mendapat anggukan setuju dari Blaze dan Duri.
Mereka bertekad untuk mencari saudaranya.
Meski terjadi hal tidak diinginkan sekalipun.
"Kalau begitu semangat!" ujar [name] dengan semangat membara. "Fuyo!" sahut Blaze dan Duri tak kalah membara. Grace segera membuka bagasi dan menyuruh mereka untuk segera memasukkan barang-barang mereka dalam bagasi.
Setelah itu mereka semua masuk mobil dengan posisi Grace yang mengendarai.
"Kau menyetir mobil? Sudah dapat lisensi?" tanya Halilintar yang mendapat dengusan kecil dari [name]. [Name] tahu jika Halilintar adalah polisi yang di cuti kan sementara. Namun bertanya hal seperti ini saja bisa membuat mood [name] memburuk.
Grace menyungging senyum. "Untuk apa punya lisensi selagi bisa menyogok dengan uang."
"Ap—?!!"
"Pegangan, kita akan sampai bandara dalam lima menit."
Gas diinjak. Mobil langsung tancap gas begitu saja.
"AAAAA!!!"
Semoga mereka selamat sampai tujuan.
.
.
.
The End
A/n:
Dan kita sampai pada chapter terakhir dari book ini.
Omong-omong bagaimana?
Yes, misteri masih belum terpecahkan. Ruru tahu kalian bakal nuntut Ruru buat bikin season 2. So yeah.
Ruru akan open QnA seperti biasanya di akhir cerita. Tapi sebelum itu, jawab beberapa pertanyaan dari Ruru ya.
- Tahu book ini darimana?
- Kenapa masih tetap baca book ini sampai akhir?
- Antara [name], Rayn, Rena dan Grace. Siapa karakter yang kalian suka?
- Menurutmu, kemana ketiga abangnya yang hilang?
- Momen mana yang berkesan di book ini?
- Menurut kalian, Ruru orangnya bagaimana berdasarkan penilaian kalian dari cara Ruru menulis cerita?
Oke cukup XD makasih buat yang udah jawab pertanyaan random dari Ruru.
Sekarang, oke kasih pertanyaan-pertanyaan kalian buat QnA ya~ disini, pokoknya komen aja disini juga bisa.
Okey see you~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top