19. Fairy Tales
Aku berbaring di atas kasur sambil menatap langit-langit kamar. Lampu kamar telah di matikan sedari tadi dan aku tak kunjung tertidur.
Aku tidak tidur sendiri. Tepat disebelah ku ada sosok lain yang tidur terlelap. Itu Gempa, tertidur menghadap ke arahku.
Bukan tanpa alasan aku bisa tidur bersama salah satu dari tujuh bersaudara itu. Saat sedang merayakan pesta ulang tahun dan kejadian dimana mereka menghukum Solar. Aku bertanya-tanya kenapa Halilintar tidak ikutan dihukum padahal dia melakukan hal yang tidak jauh beda dari Solar.
Mereka ribut setelah ada yang menyinggung soal tidur malam bersamaku. Dan mereka ricuh karena berebut ingin tidur bersamaku malam ini. Kedua orang tua mereka tidak tinggal diam, akhirnya mereka disuruh untuk undian. Minus Taufan, Ice dan Solar karena mereka sudah pernah tidur bersamaku.
Ternyata yang memenangkan undian adalah Gempa. Dan katanya mereka akan undian lagi untuk menentukan, siapa yang akan tidur lagi denganku.
Ini terdengar ambigu tapi kuharap kalian paham apa yang aku maksud dengan tidur bersama.
Aku sekarang sedang memikirkan bagaimana caranya untuk tidur. Meski sudah menghitung domba sebanyak 7.318 kali. Tetap saja hal itu tidak membuahkan hasil.
Sekarang sudah larut malam sedangkan besok akan sekolah. Kuharap aku takkan mengantuk dan tertidur dikelas nantinya.
"Nggak bisa tidur?"
Aku refleks menoleh ke asal suara. Terlihat di sampingku, Gempa bangun dan melihat ke arahku. Aku mengangguk, mengiyakan pertanyaannya. Ia tersenyum kecil, manik emasnya terlihat lelah. Ia lalu berbisik dengan suara serak. "Mau abang bacain dongeng?"
Dongeng?
Aku rasa hal ini tidak masalah. Aku kembali mengangguk, aba-aba agar dia segera bercerita.
"Dahulu kala di istana, hidup seorang putri yang sangat cantik. Ia dilindungi oleh ketujuh ksatria." Gempa mulai mendongeng dengan suaranya yang sangat lembut dan halus. Ia sedikit berbisik, tidak ingin terlalu ribut.
"Namun karena kecantikan sang putri. Putri pun seringkali diculik dan ketujuh ksatria akan menyelamatkannya." Aku mulai menghayati cerita tersebut. "Lalu suatu hari, muncul seorang penyihir jahat yang menculik sang putri dan mengutuk ketujuh ksatria menjadi kurcaci."
Kurcaci?
"Sang putri pun dibawa pergi dan ketujuh ksatria yang telah menjadi kurcaci tersebut harus mencari sang putri untuk menghilangkan kutukan tersebut." Ia lanjut bercerita.
"Sudah bertahun-tahun berlalu dan sang putri tidak juga ditemukan. Hingga mereka menemukan sang putri di dalam rumah mereka di dalam hutan. Namun sayangnya sang putri tidak mengetahui bahwa ketujuh kurcaci tersebut adalah ketujuh ksatria yang mencarinya."
Manik emas itu masih setia memandangiku.
"Ketujuh kurcaci tersebut tidak ingin memberitahu bahwa mereka adalah ksatria. Mereka hidup bersama selama beberapa hari sebelum sang penyihir datang dan memberikan apel beracun kepada sang putri."
Tunggu, apakah ini cerita snow white yang di modifikasi?
"Sang putri pun tertidur dan ketujuh kurcaci harus menemukan pangeran untuk menemukan sang putri. Dan saat mereka menemukannya, mereka membawa sang pangeran kehadapan putri. Akhirnya sang putri terbangun dan mereka hidup bahagia selamanya." Saat menceritakan bagian ending. Aku bisa mendengar suara lirih Gempa yang menyiratkan kesedihan.
"Lalu, bagaimana dengan ketujuh kurcaci itu? tanyaku. Ia menggeleng, " Mereka tetap menjadi kurcaci."
"Kenapa?" tanyaku lagi. Tatapannya semakin sedih. "Karena ketujuh kurcaci itu tidak ingin menganggu kebahagiaan sang putri dengan kutukan mereka yang belum sirna."
Alisku bertautan. Aku sedikit mendengkus kasar dan membuat tatapan Gempa menjadi bingung.
Endingnya sangat memaksa.
Aku bangkit dari tidurku dan berdiri diatas ranjang. Menatap tak suka pada Gempa. Gempa sendiri telah beralih menjadi duduk ketika melihatku berdiri.
"Ada apa [name]."
"Endingnya! [Name] gak suka endingnya! Kenapa harus sama pangeran? Kenapa gak sama ketujuh ksatria?" Pekik ku tak terima. Gempa gagap dan menaruh jari telunjuk di depan bibirnya. "Sst jangan teriak, udah malam."
"Sang putri yang tertidur karena apel racun akhirnya terbangun saat ketujuh ksatria mengatakan perasaan mereka yang sebenarnya kepada sang putri. Putri yang mengetahui kutukan pada ketujuh ksatria miliknya akhirnya merasa sedih. Sang putri pun ikutan jujur, air matanya jatuh ke tanah dan muncul bunga dari tanah tersebut. Bunga yang berkelopak tujuh itu akhirnya dicabut oleh sang putri dan memberikan masing-masing kelopak untuk dimakan. Kutukan pun hilang, mereka berhasil kembali ke wujud semula." Aku bercerita dengan cepat. Membuat Gempa di hadapanku lantas terdiam. "Sang putri dan ketujuh ksatria pun akhirnya hidup bahagia selamanya di istana."
Aku sangat tidak peduli kalau ceritanya benar-benar ngawur. Aku sangat tidak ingin pemuda di hadapanku ini bersedih lagi. Aku sangat tidak mau melihat mereka bersedih.
Tak mau!
"Tamat."
"[N-name]..." Lirih Gempa.
"[Name] juga tidak peduli jika abang-abang [name] mau berubah seperti apapun. [Name] hanya mau kalian, [name] gak butuh apapun lagi selain kalian."
Gempa tersentak. Sepertinya benar, dongeng ini tentang gadis ini bersama mereka bertujuh.
"[Name] gak akan ninggalin kalian lagi. Karena itu..." Aku mendekati Gempa dan duduk di hadapannya. "...abang Gempa jangan pasang wajah sedih begitu, [name] jadi ikut sedih."
Gempa terkejut. Ia tersenyum kecut sembari menangkup wajahku dengan kedua tangannya yang besar. Ia terkekeh kecil. "Abang tahu, karena itu, [name] jangan pergi-pergi lagi ya?"
Aku tertawa riang. "Tentu."
Gempa mencium keningku lalu kembali berbaring. "Ayo tidur, udah larut malam." Ia menepuk-nepuk kasur disampingnya. Aku segera berbaring di sana. Kami jadi berhadap-hadapan.
Aku menguap. Gempa kembali mengecup pipiku dan mengusapnya pelan.
"Selamat tidur adikku sayang."
.
.
.
Pelajaran di depan mata tampak sangat membosankan. Lagipula ini adalah pelajaran anak sd sedangkan aku sudah sma. Aku tidak perlu bersusah payah di kelas ini.
Tempat dudukku yang berada tepat di samping jendela dan berada di pojok. Aku bisa merasakan hembusan angin segar menerpa wajahku melalui jendela.
Berbeda dengan siswa kelas. Aku hanya duduk sendirian disini. Teman sebangku ku—Rena—sudah pindah sekolah karena kejadian tusuk perut. Dan entah kenapa sepertinya Grace sendiri tidak tertarik untuk menggantikan tempat Rena.
Aku melirik-lirik ke arah Grace yang sedang duduk diam memperhatikan pelajaran. Sekilas, ia seperti anak sd pada umumnya. Namun setelah mendengar cerita Rena, aku tak menyangka dia adalah psikopat keji.
Dan lagi, ternyata Rena dan Grace tinggal di satu rumah.
Semuanya benar-benar membuatku pusing. Kejadian seperti ini, sudah jauh melampaui akal sehat manusia. Aku ingin mengatakan hal seperti itu tidak mungkin. Namun aku yang nyasar ditubuh orang lain seperti ini tidak mungkin bisa bilang begitu. Nyatanya, keadaanku sekarang lebih tidak masuk akal.
Tapi Rena percaya bahwa aku bukanlah [name] yang sesungguhnya. Ia benar-benar menganggap ku berbeda.
Selain dari cerita Rena, aku harus mencari tahu hal lainnya sendiri. Dan mengenai alasan kenapa sampai [name] melakukan hal-hal jahat kepada abang-abangnya sendiri.
"Permisi."
Seseorang di ambang pintu menghentikan kegiatan mengajar. Kami sekelas pun serentak menatap orang di ambang pintu tersebut. Terlihat seorang anak laki-laki dengan seragam sekolahnya tengah berdiri dengan gugup.
"Maaf saya terlambat."
"Tidak apa-apa. Kemari dan perkenalkan dirimu."
Oh, anak baru?
"Iya terima kasih." Ia berjalan memasuki kelas dan berdiri di depan kelas dengan wajah gugup. "Perkenalkan, namaku Rayn Kelvin. Kalian bisa memanggilku Rayn. Aku awalnya sekolah di rumah bersama guru private. S-semoga kita bisa berteman."
"Baiklah Rayn. Ada yang mau bertanya pada Rayn?" Bu guru bertanya. Banyak anak murid—kebanyakan perempuan—mengangkat tangan dengan antusias. Namun kulihat Grace sama sekali tidak tertarik.
"Kenapa kamu sekolah di rumah? Apa kamu sakit?"
"Bagaimana rasanya sekolah dirumah?"
"Rumahmu dimana?"
Woe! Woe! Pertanyaannya udah melantur sangat jauh!
"Umm... Aku sekolah dirumah karena tubuhku lemah. Rasanya sepi sekolah dirumah makanya aku ingin sekolah di sekolah seperti ini." Ia menjawab dengan lirih. Tak ingin kericuhan terjadi, sang guru menyuruh Rayn untuk duduk di kursinya.
Yang mana bangku kosong hanya ada disebelahku.
"Umm... Permisi." Dia benar-benar anak yang gugup. Aku menyuruh dia duduk. Dia segera duduk dan mengeluarkan alat tulisnya.
Jika aku perhatikan. Tingginya sama saja, tidak jauh berbeda dariku. Cukup pendek untuk seukuran anak laki-laki. Tubuh bahkan wajahnya berwarna putih pucat. Bibirnya berwarna merah seperti buah ceri. Karena pucatnya, ia terlihat seperti vampir.
"Umm... A-apa ada yang salah pada wajahku?" Dia menoleh. Bertanya dengan gugup ke arahku. Aku berdehem, merasa malu karena ketahuan terus-menerus menghadap ke arahnya.
"Maaf, wajahmu terlalu enak untuk dipandang," Ujarku sekenanya. "Um... Terima kasih?"
Angin lagi-lagi berhembus. Membuat rambut hitam Rayn bergerak. Mata coklatnya tampak menyipit memperhatikan tulisan di papan tulis.
"Nggak keliatan?" Tanyaku. "Eh... I-iya."
Aku menggeser catatanku ke arahnya. Ia menatap dengan bingung. "Lihat punyaku saja. Kalau ada yang tidak paham, kau bisa tanya padaku."
"Uh oh! Terima kasih banyak um..."
"Namaku [name]." Aku tersenyum tipis ke arahnya. "Salam kenal, Rayn."
Wajahnya sedikit tersipu. Ia memalingkan wajah sambil mengelus tengkuk. "Salam kenal, [name]."
.
.
.
Jam istirahat telah berdering. Sang guru keluar dan tiba-tiba banyak anak sudah mengelilingi kami. Mereka hanya terpaku pada satu hal, yaitu Rayn. Aku yang duduk disebelahnya jadi merasa kepanasan karena dikerubungi. Padahal aku ingin makan bekal buatan Gempa.
Rayn terlihat kewalahan. Ku intip dibalik laci mejanya, ada kotak bekal berwarna biru. Sepertinya dia juga ingin memakan bekalnya. Cukup masuk akal, karena dia sakit.
Aku mengambil bekalku kemudian berdiri. Aku menepuk pelan pundak Rayn. Rayn menoleh ke arahku. "Mau ikut aku?" Aku memberikan kode dengan menunjukkan bekal punyaku. Ia mengangguk cepat, mengambil bekal miliknya dan lantas berdiri.
"Maaf ya, Raynnya kupinjam dulu." Setelah itu aku berlalu sambil menarik tangan Rayn keluar dari kelas. Tidak memperdulikan tatapan yang lainnya. Aku tahu, semenjak sikap [name] berubah dingin. Para murid di sekolah ini mulai takut dan tidak suka pada [name]. Sedangkan Grace, hanya memperhatikan dalam diam.
Aku membawa Rayn menuju taman belakang sekolah yang memang tidak ramai. Aku melepaskan tangannya dan mengajaknya duduk disebelahku. Kami duduk dibawah pohon rindang beralaskan rumput.
Rayn terlihat ragu untuk duduk di rumput.
"Tidak apa-apa. Rumput tidak akan membuatmu mati. Lagipula ini hanya rumput liar bukan rumput beracun." Aku masih mencoba menyuruhnya untuk duduk.
Meski enggan, ia akhirnya duduk di rumput dan membuka bekalnya. Terlihat berbagai sayuran disana.
Aku mengerutkan dahi. "Kamu makan itu? Dagingnya mana?"
Ia menggeleng. "Ibu melarangku makan daging. Katanya berminyak."
Aku mendesis heran. Lalu mengambil daging milikku. Mengarahkannya ke mulut Rayn. "Makan ini. Ini buatan bang Gempa, kalau makan pasti jadi segar bugar kayak aku."
"T-tapi..."
"Nggak ada tapi-tapian." Aku langsung menyuap daging itu ke mulutnya selagi mulutnya terbuka. Ia terkejut namun tidak memuntahkannya. Ia memakan dan menelannya dengan lambat.
"Gimana? Enak kan?"
Ia menggangguk. "E-enak."
Aku terkekeh. "Masakan bang Gempa itu yang paling enak didunia. Apalagi biskuitnya bang Upan."
Dia ikutan terkekeh kecil. "[Name] punya banyak abang ya? Kedengarannya seru." Aku balas dengan anggukan antusias. "Kadang mereka aneh sih tapi mereka baik kok."
Wajahnya kembali merona. Entah karena hawa panas sehingga rona merah di kulit pucatnya itu terlihat jelas.
Ia tersenyum tipis. Lalu berkata lirih.
"Kamu juga, baik."
.
.
.
Tbc
A/n:
Eak Ruru mendatangkan karakter baru~
//sfx: dum dum tas
Jangan salah, Rayn bakalan jadi karakter penting dan berpengaruh ke kehidupannya [name] nanti. Kalian ada firasat-firasat gak si Rayn ini bakalan ngapain?
Dan dongengnya si Gempa. Kalian keingetan sesuatu gak sih? XD
Dongengnya absurd banget. Ruru gak pandai bikin dongeng dan berujung makin gak jelas.
Apaan coba pas nangis numbuh bunga? Kelopak dimakan, kutukannya ilang? Awokwok XD //ditabok
Okey see you next time~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top