17. Flashback Rena (3)

Rena memasuki sekolah barunya setelah ia diadopsi. Sesuai perkataan Grace, ia bisa hidup normal dengan keluarganya asal tidak macam-macam. Dan waktu pembunuhan Rena diundur karena tubuhnya yang dipenuhi luka.

Rena langsung masuk ke kelas 3 sekolah dasar karena umurnya memang pas disana. Rena awalnya baik-baik saja hingga kejadian itu terjadi.

"Waahh kak Rena sekolah disini juga? [Name] mau masuk kesini loh, kelas 1 hehe."

Gadis itu--[name] ternyata masuk ke sekolah dasar yang sama dengannya. Rena awalnya sama sekali tidak mempersalahkan kedatangan [name]. Namun ia memiliki masalah yang serius.

Grace memandangi [name] dengan senyum yang tidak dapat diartikan.

Bagi Rena, itu adalah sesuatu yang buruk. Ia lantas menjauhi [name] dengan segala cara namun yang terjadi malah lebih buruk.

"Kak Rena gak bisa main dengan [name] karena kita beda kelas kan? Sekarang [name] sekelas dengan kak Rena loh." [Name] tersenyum riang. Tanpa tahu sebuah marabahaya tengah mengincarnya--

--melalui diriku.

Rena sama sekali tidak menyangka sedikitpun bahwa [name] nekat lompat kelas demi mendekatinya. Ia menyelesaikan semua tugas dan menunjukkan bahwa ia pantas berada dikelas 3.

Dan Grace yang sepertinya menginginkan [name] menjadi boneka. Mulai menggunakan Rena sebagai umpan untuk menarik [name] ke dalam jebakannya. Namun Rena yang menyadari hal itu tentu saja tidak ingin itu terjadi.

"MENJAUHLAH DARIKU!!" Rena sendiri sudah merasa frustasi. Tinggal bersama seorang psikopat dan psikopat itu mengincar [name]. Rena selalu mengatakan bahwa ia sama sekali tidak pernah sekalipun memperdulikan [name].

Tapi kenapa?

Kenapa aku tetap berusaha menyelamatkannya?

[Name] tidak pernah menyerah sekalipun. Hal itu semakin membuat Rena stress. Ia bahkan sekarang sudah menjadi bahan bullyan karena pernah membentak [name] dan bersikap seperti orang aneh.

Dan Grace yang mempunyai rencana licik, terus-menerus melakukan sesuatu secara diam-diam. Seolah alurnya dan endingnya bahkan telah ditentukan.

Rena pernah sekali bertemu dengan abang [name] yaitu Halilintar. Rena memutuskan untuk membicarakan sesuatu dengannya.

"Bisakah aku meminta tolong." Manik ruby itu terlihat curiga. Apalagi dengan keadaan [name] yang seperti anak tidak terurus.

"Apa yang kau inginkan?"

"Tolong," suara gadis itu bergetar. "Tolong buat [name] menjauhiku."

Dahi pemuda itu berkerut. "Apa maksud--"

"Kau mengerti maksudku!" Rena memotong. Dirinya bahkan sudah terlalu lelah untuk menjelaskan.

"Kumohon... tolong buat [name] menjauhiku...."

Halilintar tidak lagi bertanya saat melihat isakan kecil terdengar. Rena menangis sesenggukan. Tubuhnya bergetar karena lelah dan takut. Ia hanyalah bocah sd. Apa yang bisa ia lakukan?

Ia hanya ingin hidup normal seperti yang lainnya. Itu saja.

Namun kenapa takdir begitu kejam pada dirinya? Apa mempermainkannya sejauh ini belum cukup untuk rasa puas?

Sejujurnya, butuh berapa lama lagi hingga Rena terbebas dari semua ini?

.

.

.

"Apa lagi yang kau inginkan?"

Suara Rena terdengar dingin. Tatapan matanya kini tak selembut dulu. Tekanan batin yang sudah sedari dulu ia dapatkan kini membuatnya seperti boneka.

[Name] terlihat gugup. Mereka sudah kelas 6 SD dan itu artinya sudah cukup dewasa. [Name] merasa harus meminta maaf karena terus-menerus memaksa Rena bersamanya.

"[name] minta maaf karena selalu meminta untuk dekat dengan kak Rena meski kak Rena benci dengan [name]."

Tidak, bukan begitu--

"[Name] mulai sekarang gak akan ganggu kak Rena lagi dan [name] mau minta maaf ke semua abang [name]."

[Name] tersenyum sambil tertawa kecil. Mata ungu Rena membulat.

Bukan--

"Makasih atas semuanya, kak Rena."

Rena merasa sesak. Seharusnya ia senang karena [name] takkan lagi berada didekatnya. Tapi kenapa?

Kenapa rasanya sesak?

Air mata Rena turun dengan deras. Rena merasa sangat sedih. Baru kali ini setelah sekian lamanya ia menangis. Menangis karena orang yang dekat dengannya kini akan pergi meninggalkannya.

"E-eh kak Rena? Kenapa nangis?" [Name] panik. Ia tidak tahu harus berbuat apa untuk menengkan Rena.

Mereka berada di kantin sekolah dengan pengunjung yang tak begitu ramai. Orang-orang disana memperhatikan Rena yang menangis begitu pilu. Rasa sakit dan pedih, keluar begitu saja.

Rena tidak bisa berhenti. Air matanya tidak mau berhenti seberapa keras ia mengelapnya.

Tembok tinggi yang ia buat rapat kini telah hancur.

Padahal ini yang aku inginkan.

"Wah, Rena menangis karena [name] memutuskan untuk meninggalkannya?"

Suara licik Grace terdengar. Membuat tubuh Rena merinding seketika. Ia berhenti menangis dan menoleh ke arah Grace yang berdiri disampingnya. Grace tersenyum padanya.

Senyuman penuh arti yang sangat Rena benci.

Grace menarik Rena mendekatinya. Lalu berbisik kecil ditelinga gadis itu dengan sedikit seringaian samar.

"Terima kasih. Berkatmu, semua rencanaku berjalan sesuai alur."

Tubuh Rena menegang. Grace terkekeh samar di telinga Rena dan kemudian menjauh.

Berjalan sesuai alur katanya--?!

Rena menggeram. Pikirannya sudah kalut oleh kebencian dan rasa takut yang luar biasa. Semua yang ia tahan-tahan kini membuat semuanya meledak begitu saja. Dan hal itu yang membuat boomerang untuknya.

Pikiran Rena sudah benar-benar kacau. Seorang gadis SD yang selama hidupnya selalu ditanam kebencian dan ketakutan kini tidak bisa bertahan. Pikirannya benar-benar kosong dan ia tidak memperdulikan apapun lagi.

Ia tidak butuh apapun lagi.

Ia tidak menginginkan apapun lagi.

"Akan aku bunuh kau."

Suara yang amat berbeda dari Rena. Jarak Grace dan dirinya yang tidak jauh beberapa jengkal. Tangannya bergerak begitu saja dan meraih sebuah pisau diatas meja kantin yang berada dibelakangnya. Entah kenapa pisau dapur itu bisa berada diatas sana.

Dan tangan Rena dengan cepat mengayunkannya ke leher Grace. Namun Grace yang memiliki refleks dan insting cepat itu segera menghindari pisau itu. Hingga jarak mereka terpaut beberapa meter.

Anak-anak yang menonton kejadian itu pun menjerit ketakutan. Mereka mulai lari berhamburan menjauhi kantin.

Grace menyeringai.

Kini hanya ada mereka bertiga dikantin itu. Karena sang pemilik kantin tidak berani mendekati mereka. Si psikopat dan Iblis yang saling bertarung. Lalu malaikat lugu yang hanya menonton tanpa mengerti apa-apa. Mereka dalam situasi yang benar-benar terlalu rumit untuk seukuran anak SD.

Rena berlari maju hendak menebas Grace lagi. Pikirannya benar-benar melupakan bahwa dirinya adalah manusia. Yang ia inginkan hanyalah mengurangi bebannya.

Grace lagi-lagi menghindar. Rena memutar tangannya dan memukul kepala Rena dengan tangkai pisau. Grace terjatuh, namun dengan cepat berguling ketika Rena hendak menancapkan pisau kearahnya.

Grace cepat-cepat berdiri. Rena menatap nyalang kepadanya. Sedangkan Grace sendiri tetap mempertahankan seringaiannya.

[Name] terlihar gemetar. Ia sama sekali tidak mengerti dengan apa yang terjadi.

"A-apa yang kalian lakukan? B-berhenti--"

Grace yang kala itu menoleh kepada [name] membuat kesempatan untuk Rena menyerang. Grace sempat terhempas karena memaksa menghindar dan langsung menerjang perut Rena hingga ia terlempar beberapa meter.

[Name] menangkap Rena. Rena ngos-ngosan dengan nafas tidak teratur dan tangannya yang bergetar.

"Kenapa kalian melakukan ini? Kak Rena, ayo berhen--"

"Diam."

[Name] tertegun mendengar suara yang berasal dari mulut Rena. Gadis itu memelototi [name] dengan pandangan kosong. Ia bukanlah lagi Rena yang [name] kenal.

"Aku akan membunuhnya."

Perkataan itu sama sekali tidak main-main. [Name] takut karena ia juga manusia dan masih kecil. Ia sama sekali tidak memahami dengan apa yang ada dihadapannya.

Tepat ketika Rena ingin berdiri. [Name] menarik Rena agar tidak mencoba menyerang Grace lagi. Tubuh kecil [name] bergetar karena takut. Tapi ia lebih takut lagi jika penyelamat nyawanya seperti ini.

"Hentikan..." suara [name] bergetar.

Namun entah benar-benar sudah gila atau kerasukan setan. Rena kembali menatap wajah [name] dengan tatapan kosong dan tanpa ekspresi. Seperti sebuah robot yang tidak memiliki hati.

"Benar juga. Jika kamu mati maka hal seperti ini takkan terjadi."

Deg!

Grace melotot. Rena yang tiba-tiba mengayunkan pisaunya dan--

Jleb!

Pisau itu menembus di perut [name]. [Name] terdiam tanpa bisa berkata-kata. Pisau itu kembali dicabut paksa oleh Rena dengan wajah tanpa ekspresinya.

Jiwanya benar-benar telah hancur.

Darah dengan deras mengucur di perut [name]. [Name] bahkan mengeluarkan darah dari mulutnya saat terbatuk.

"Jika kau mati maka semuanya akan selesai."

Grace berteriak frustasi saat melihat [name] dengan keadaan seperti itu. Ia jatuh berlutut dan menjambak rambutnya sendiri. Teriakan tidak jelas terus keluar dari mulutnya tanpa henti. Pupil biru pudarnya bergetar.

"TIDAAK!! TIDAAAAAK!!!"

Seringaian yang Grace tunjukkan daritadi lantas memudar. Ia berteriak kesal. Memukul lantai dengan tangannya hingga berdarah.

Rena hanya berdiri diam disana dengan memegang pisau berlumur darah. Manik ungunya menatap kosong ke arah [name] yang sekarat. Matanya terlihat redup. Ekspresi yang tidak pernah dilihat oleh siapapun sebelumnya.

"Ke... na... p-pa...?"

[Name] berbicara terbata-bata karena tubuhnya tidak kuat menahan. Ia ambruk ke lantai. Membuat genangan darah itu semakin banyak mengotori lantai. Manik hazel milik [name] makin meredup.

Manik hazelnya sempat bersitatap dengan manik ungu Rena sejenak.

[Name] tidak dapat mendengar apapun lagi. Penglihatan di matanya kini seperti layar televisi yang rusak. Tubuhnya mulai mendingin.

Untuk sejenak. [Name] dapat melihat Grace yang menghampirinya sambil berteriak-teriak. Grace bahkan membuka seragam putih miliknya dan mengoyaknya untuk mengikat bagian perut [name] yang tertusuk.

Grace menahan darah keluar sebanyak mungkin. Berteriak entah apa yang tidak bisa lagi didengar oleh [name].

Namun sebelum dirinya ditelan oleh kegelapan. [Name] juga melihat mata ungu Rena yang bercahaya kembali. Kemudian ekspresi takut dan wajah pucat yang ia tunjukkan. Membuat [name] tersenyum samar. Bahagia karena melihat Rena kembali untuk yang terakhir kalinya.

Abang-abang, maaf ya [name] gak bisa ngajak kalian ke pasar malam yang baru buka itu.

Rena, maaf karena nggak sadar tentang kerumitanmu.

Dan Grace, maaf karena kita nggak pernah bertemu dari awal.

Pandangan [name] menggelap. Ia kehilangan kesadarannya. Rena dan Grace berteriak-teriak memanggil namanya.

Sebuah malapetaka yang mereka rasakan hari ini baru permulaan.

Karena malapetaka yang sebenarnya, baru saja dimulai.

Karena takdir masih ingin bermain-main dengan mereka bertiga.

[Flashback: Off]

.

.

.

Tbc

A/n:

Akhirnya flashback Rena selesai.

Ruru nggak tahu ruru ngetik apaan ini. Ruru skip-skip karena ngantuk.

Kita bahas chapter ini sejenak.

Jadi Grace pikir bahwa semuanya sudah berjalan rencana. Tapi ternyata Rena tiba-tiba jadi gila dan malah menusuk [name]. Terus [name] udah selamat meskipun darahnya udah banyak keluar gitu karena sang takdir masih ingin mempermainkan mereka lebih jauh lagi.

Grace, gadis psikopat, licik, cerdik dan pandai bersandiwara lalu membuat alur.

Rena, gadis yatim piatu dengan sifat dewasa dan pintar. Memiliki kepekaan tinggi dan pandai melihat situasi.

[Name], gadis sempurna yang memiliki jiwa putih. Jenius, hingga pandai meniru orang-orang disekitarnya.

Mereka bertiga, jarang ketemu yang model bertiga kayak gini.

Sebenarnya, jika bagian pertemuan mereka digeser sedikit. Endingnya bakalan jadi beda loh.

Oh dan Ruru mau kasih tahu sesuatu. Sebenarnya cerita ini publish dua hari sekali. Tapi karena ruru lagi capek dan sangaaat ngantuk.

Ruru putuskan untuk istirahat dihari rabu dan kamis. Nanti hari sabtu baru ruru publish lagi.

Okey segitu dulu, see you next time~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top