13. Of Course

"[Name] baik-baik aja kan?"

Kedua orang tua ketujuh kembar dan gadis ini tampak khawatir. Kerutan di wajah mereka mengartikan bahwa mereka telah bekerja keras. Aku tidak ingin membuat mereka juga khawatir.

"[Name] gapapa kok. Oh iya, makasih ya oleh-olehnya. [Name] suka." Aku tersenyum riang. Membuat mereka ikutan tersenyum dengan lega.

Kami kini makan malam bersama dengan masakan paduan antara bunda dan Gempa. Masakan mereka kuakui benar-benar sangat enak. Apalagi dengan lauk yang sangat banyak. Sepertinya merayakan kepulangan orang tua mereka setelah berbulan-bulan lamanya.

Kue-kue yang tadi disiapkan sudah dimakan habis-habisan oleh Ice dan Blaze. Mereka sempat kena marah namun orang tua mereka tidak apa-apa dengan kue itu.

Aku memakan sepiring nasi beserta lauk yang entah apa namanya. Ada sejumput sayur disana. Taufan yang meletakkannya. Padahal itu Halilintar yang taruh di piring Taufan. Namun Taufan memindahkannya ke piring milikku. Halilintar lantas memberikan tatapan tajam pada Taufan. Sedangkan ia malah pura-pura tidak tahu.

Padahal mereka sama saja. Sama-sama saling tidak mau makan sayur.

Oke lihat saja, aku akan membuat kalian makan sayur.

Aku melihat ke arah Duri. Dia makan salad. Kata Gempa, Duri memang suka makan sayuran.

"Wah bang Duri makan sayur ya? Gak kayak bang Hali sama bang Upan. Bang Duri keren, [name] juga mau kayak bang Duri." Duri yang mendengar pujian itu langsung tersenyum senang. "Sayur itu baik untuk kesehatan loh dan enak juga."

Saudara lain yang melihat hal itu terdiam. Blaze lantas mengambil mangkok sayur. "Aku juga bisa makan sayur!"

Halilintar dan Taufan yang sempat kusinggung sebelumnya juga bergerak untuk mengambil sayur. Lantas mereka semua memakan banyak sayur didalam piring mereka. Dan kedua orang tua mereka hanya tertawa kecil melihat kelakuan anak-anaknya.

Dan berkat hal itu, sayur yang biasanya selalu disingkirkan itu kini habis. Membuat Gempa dan sang bunda tersenyum bangga.

Dan yah, aku tahu apa yang mereka tunggu dariku.

"Wah abang-abang hebat makan sayur ya. [Name] jadi bangga, hehe."

Mereka tampak bangga setelah dipuji. Aku tahu itu kekanakan. Tapi memanfaatkan hal seperti ini mungkin boleh juga. Tingkat kesayangan mereka pada gadis ini terlalu berlebihan. Jika gadis ini sejenius itu, mungkin mereka bakalan jadi budak.

Oke, lupakan.

Makanan telah habis dan mereka telah selesai makan. Gempa, bunda dan Duri membereskan meja makan. Sisanya sudah lebih dulu berlalu ke kamar masing-masing.

Begitu pun aku yang sudah berada dikamarku sendiri.

Aku merenung. Surat yang hilang ada ditangan Taufan namun aku tidak bisa mengambilnya. Sekarang aku harus membuat rencana agar bisa menemui Rena.

Masalahnya, aku tidak tahu Rena ada dimana dan kemana dia pindah. Tidak ada satupun orang sekolah yang mau menjawab ketika aku bertanya.

Dan sekarang aku tidak tahu caranya mengetahui dimana Rena tinggal kecuali dengan memeriksa berkas disekolah. Tapi sudah pasti aku takkan diizinkan jika meminta untuk melihat berkas itu.

Aku juga tidak tahu wajah Rena sama sekali. Tidak ada satupun barang dikamar ini berupa foto Rena atau bagaimana. Sepertinya mereka benar-benar telah menghilangkan semua.

Jika aku sendiri bahkan tidak tahu wajar Rena. Bagaimana bisa aku menemuinya?

Bahkan jika itu kebetulan. Akan sangat tidak mungkin hal itu bisa terjadi. Mungkin gadis bernama Rena itu akan langsung lari begitu melihatku.

Tapi satu-satunya orang yang bisa aku tanya mengenai kehidupan [name] itu hanya dia. Selain dia, tidak ada yang mau memberitahuku. Dan lagi, kemungkinan Rena juga mengetahui alasan kenapa dan mengapa semua hal seperti ini bisa terjadi.

Seperti kenapa gadis ini bisa berteman dengan Rena. Lalu kenapa Grace bersikap aneh. Dan kenapa tiba-tiba Rena mulai membenci dan menjauhi gadis ini. Dan semua hal membingungkan yang terjadi hingga akhirnya aku bisa nyasar ditubuh gadis ini.

Dan pisau itu, kenapa rasanya letak tusukannya sama persis?

Dan entah kenapa saat itu aku begitu terkejut ketika ditusuk?

Aku menggeleng. Mencoba menepis pikiran aneh-aneh dari kepalaku. Kini yang harus aku lakukan hanyalah bertemu Rena.

Tapi bagaimana caranya?

.

.

.

Sudah dua minggu berlalu sejak pertama kali aku bangun ditubuh orang lain. Setidaknya sudah lebih dari seminggu aku sekolah. Dan aku selalu dijemput oleh Duri dan Solar.

Ayah dan bunda memang masih dirumah. Namun para kembar menyuruh mereka untuk istirahat dan tidak memaksakan diri. Biar mereka saja yang katanya akan mengurusku.

Padahal aku yakin sekali sebenarnya mereka tidak mau sampai orang tua mereka mengetahui hal yang terjadi sebenarnya padaku.

"Ah ada es krim. Duri beli es krim dulu ya." Duri berlari pergi menuju sebuah kedai es krim kecil. Aku duduk diam dipinggir jalan bersama Solar.

"[Name] akhir-akhir ini banyak memikirkan sesuatu ya." Solar angkat bicara. Membuatku menoleh dengan dahi berkerut karena bingung.

Solar balik menatapku dengan mata kelabunya yang ditutupi kacamata visor oranye. Membuatku sedikit tertegun. Tatapannya kali ini sedikit berbeda dan terlihat serius.

"[Name] selama ini mencari tahu tentang dirimu kan? Kau penasaran dengan hal yang terjadi sebelum hilang ingatan kan?" Aku sedikit tercenggang mendengar perkataan Solar. Aku tersenyum canggung, "Bang Solar ngomong apa sih?"

Aku tertawa, namun sepertinya pemuda dihadapanku masih ingin mengorek informasi dariku.

"Kau itu licik sepertiku dan pandai berbohong seperti bang Taufan. Berhenti menyembunyikan semuanya dibalik wajah polosmu itu." Nada suara Solar terdengar tidak bersahabat. Dia sangat berbeda. Sebenarnya kenapa Solar bisa mengetahuinya?

Apa Solar sudah mengatakan hal ini pada saudaranya yang lain?

Ini sudah tidak bisa disembunyikan lagi dihadapan Solar ya?

Aku tersenyum. Membuat mataku tertutup. "Kalo iya, kenapa?"

Solar tampak terkejut dengan jawabanku. Namun tetap memasang wajah cool miliknya.

"[Name] itu juga mau tahu kejadian sebelumnya. Tapi kenapa ya abang-abang yang lain selalu nutup-nutupin?" Aku memasang wajah imut. Seolah bertanya dengan bingung kepada Solar. Solar sendiri terlihat memikirkan sesuatu. Dahinya bahkan berkerut.

"Nggak kok, sekarang abang-abang yang lain gak bakal nutup-nutupin." Solar tersenyum, membuatku sedikit bingung.

Apa maksudnya?

Kenapa bisa?

Melihatku terdiam seperti itu. Solar terkekeh kecil dan mengelus pelan rambutku. "Kau bisa mendapatkan ingatanmu kembali, asal jangan berubah nantinya." Ia berujar dengan nada yang lembut. Sepoi-sepoi angin muncul ketika percakapan kami terjeda.

Aku menghela nafas. Aku bahkan tidak mengerti apa yang telah terjadi.

"Jadi [name] boleh mencari tahu ingatan [name] sebelumnya?"

"Boleh kok."

"Solaaar! [Nameee]!" Duri berlari menghampiri kami. Membawa tiga es krim ditangannya. Ia menyerahkan yang rasa stoberi padaku. "[Name] suka warna merah kan? Jadi Duri pilihin rasa stoberi."

Eh--?!

"Makasih bang Duri." Aku mengambil es krim berperisa stoberi itu dan menjilatnya sedikit. Kuakui, makanan-makanan berwarna merah itu ternyata cukup enak. Mungkin itu akan jadi makanan kesukaanku juga.

Di duniaku sebelumnya. Aku lebih suka makanan pedas. Dan rata-rata makananku memang pedasnya sampai warnanya saja jadi merah menyala.

Mungkin aku punya kesamaan dengan gadis ini.

Solar mendapat es krim vanila. Ia memakan es krimnya dan menggandeng tanganku. Kami mulai berjalan lagi menuju rumah.

Dan kini saatnya mencari tahu jati diri gadis ini yang sebenarnya.

.

.

.

Aku berdiri di depan pintu kamar salah satu abangku. Aku mengetuk pintu, terdengar sahutan dari dalam yang menyuruhku masuk.

Aku membuka pintu dan masuk. Mendapati sosok yang kucari tengah duduk di meja belajar tanpa menghadap ke arahku.

Aku mendekatinya. Membuatnya sedikit tersentak karena yang datang adalah aku.

Pemuda itu--Solar terlihat tanpa kacamata visor miliknya. Manik kelabunya terlihat bebas. Ia menatapku penuh tanya. "Ada apa malam-malam ke kamar abang nih?"

Aku tampak ragu. Melirik ke arah ranjang satunya dimana terdapat Duri yang tengah tertidur. Kalau bisa, aku tidak ingin ada yang mendengar percakapanku kali ini bersama Solar.

"Bang, boleh [name] minta tolong sesuatu?" ujarku.

Solar memutar kursinya menatapku. "Mau minta tolong apa?"

"Umm.." Aku merasa ragu. Kedua tanganku kukaitkan dibelakang dan bergerak gelisah. Solar masih setia menunggu.

"Kan kata abang Solar, [name] boleh cari tahu tentang ingatan [name]." Mendengar itu, Solar terkekeh. "Langsung aja tanya."

Aku masih ragu. Biarpun dia bilang langsung saja dan mereka takkan menghalangiku lagi. Aku rasanya yakin bahwa ia takkan mau melakukannya untukku.

"Ini soal Rena. Bisakah [name] bertemu dengannya?" Aku menunduk. Enggan menatap langsung ke manik kelabu milik Solar. Aku memilih menatap kakiku yang jari-jarinya terus bergerak gelisah.

Solar diam. Aku bisa merasakan ia menatapku terus menerus.

"Kenapa ingin bertemu dengannya?" tanyanya. Aku mengangkat kepala dan melihat ke arah Solar.

"[Name] mau mencari tahu semuanya. [Name] rasa Rena tahu mengenai semua hal yang terjadi."

Ia berdehem. "Jadi kamu sudah tahu kalau Rena yang menusuk perutmu?" Aku mengangguk. Tidak bisa bilang tidak, sepertinya Solar cepat mengerti situasi. Walau sombong dan narsisnya tidak kenal tempat dan waktu.

"Boleh kok."

Eh, serius?

"Beneran?" Tanyaku tak percaya. Solar mengangguk sambil tersenyum. "Abang bisa kasih tahu dia sekolah dimana, nggak jauh dari sini kok."

Aku tersenyum senang. Lalu mengangguk senang. "Makasih abang Solar.

"Tapi ada satu syarat."

Aku kembali terdiam. Senyumku luntur. Manusia satu ini ternyata ada maunya. Seharusnya aku sudah tahu hal itu.

"Syaratnya apa?"

Ia memperhatikanku dengan senyumannya yang tidak bisa kuartikan. Ia lalu tertawa kecil.

Badannya bergerak maju. Wajahnya mendekat ke arahku. Lalu berbisik kecil ditelingaku.

Suaranya yang serak itu berbisik halus. Ditambah situasi sunyi dan keadaan malam ini membuat suaranya terdengar jelas.

Senyuman licik terukir di wajah Solar. Satu syaratnya yang ia bisikkan secara halus ditelingaku.

Jika aku tidak ingat bahwa sekarang aku menjadi gadis kecil sekarang. Mungkin aku akan menampol Solar sekarang juga.

Aku terdiam. Mencerna ucapan Solar.

"Malam ini, [name] tidur denganku."

.

.

.

Tbc

A/n:

Okeh mantap. Ketiduran pas ngetik ini hehe.

Otak Ruru berotot.

By the way daring kalian gimana? Udah ngerjain tugas belum? Kalo yang udah kelas 3 sma, lagi belajar buat persiapan utbk? Hihi semangat ya.

Habis baca ini langsung kerjain tugasnya ya, jangan ditumpuk-tumpuk kayak Ruru. Nanti nyesal loh~

Yang semangat kerjain tugasnya loh.

Okay untuk cerita kali ini... um... bagian Solar ternyata cuma dapat segini hehe.

Pokoknya para abang-abangnya udah gak mau nutup-nutupin lagi karena kejadian surat kemarin. Dan Solar ngambil kesempatan dalam kesempitan banget.

Gapapa lah cuman bobok bareng. Mungkin Solar juga pengen tuh gara-gara liat [name] tidur sama Taufan dan Ice.

Teori-teori mulai dari chapter depan akan mulai terombang-ambing gak jelas karena si [name] bakalan ketemu sama Rena buat minta penjelasan.

Dan apakah yang terjadi nanti? Penasaran?

Tunggu chapter depan ya~ see you next time. Babay~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top