7 - Sadis

"Tidak mungkin."

Mata mereka membelalak. Mereka yakin dengan jelas bahwa orang yang mereka lihat adalah kakak kedua mereka yang menghilang.

[Name] lari lebih dulu. Menghampiri seseorang yang mereka anggap itu Taufan. Lalu memegang lengannya.

"Kak Taufan?"

Orang tersebut menoleh.

Mata, rambut, wajah. Hingga keseluruhan tubuhnya. Itu benar-benar Taufan, kakak kedua mereka.

Manik Taufan menatapi wajah [name]. Ia tersenyum kaku.

"Maaf, kamu siapa?"

"Uh? Kak, a-aku [name] loh! Kakak lupa karena aku sudah dewasa dan berbeda kan? Iya kan?"

Yang lain ikut datang menghampiri. Membuat Taufan melihat ke arah mereka semua dengan ragu. Ia lantas menarik tangannya yang digenggam erat oleh [name]. "Maaf, tapi aku tidak mengenalmu."

"Taufan! Jangan bermain-main! Kau tidak mungkin melupakan kami kan?" Emosi Halilintar bergejolak. Gempa menahan Halilintar agar tidak gegabah.

"Kak Taufan gak mungkin lupa Duri kan? Kita sering main sama-sama. Sama Blaze juga." Duri berjalan mendekat. Tapi Taufan lebih dulu mundur menjauhi mereka.

Ia jadi takut. Selain karena tidak mengenal mereka semua. Mereka juga terlihat memaksanya untuk mengingat hal yang bahkan tidak dia ketahui.

Grace merasa ini semua sudah diluar batas. Grace langsung menarik lengan Taufan. "Siapa namamu?"

"Taufan," jawabnya.

"Bagaimana kau tahu kalau itu namamu?"

"Aku." Ia sedikit ragu. "Mereka bilang itu nama yang tertulis di kapsul tabung tempat aku keluar."

Mata Grace membulat. "Kapsul tabung?" Grace langsung merogoh handphone miliknya. Membuka galeri dan mengambil satu gambar berbentuk kapsul tabung. Lalu memperlihatkannya kepada Taufan. "Seperti ini?"

Taufan mengangguk. "Ya."

Grace tanpa aba-aba langsung menarik Taufan pergi dari sana. Namun, ada seseorang yang menghentikannya. Seorang laki-laki yang sepertinya adalah penduduk di pemukiman ini.

"Mau kau bawa dia kemana?" tanyanya. Grace memasang wajah sangar. "Minggir, ini bukan urusanmu."

"Tentu saja urusanku, dia budak milikku."

Dahi Grace mengernyit. Yang lain tentu saja mendengar perbincangan ini. Halilintar langsung mendekat dengan tampang marah. "Budak apa maksudmu, hah?!!"

Laki-laki itu tersenyum meremehkan. "Hukum ditempat ini adalah rimba. Siapa yang kuat, dia yang berkuasa. Kau mengerti?"

Sudah mereka duga. Firasat buruk tentang pemukiman ini ternyata benar.

"Kau mau uang berapa? Biar kuberikan asal kau berikan Taufan pada kami." Grace tak tahan. Taufan yang ada digenggamannya saja sudah mulai memberontak karena takut.

Laki-laki itu malah tertawa. "Uang? Disini sudah tidak memerlukan uang. Yang kuat lah yang bertahan."

Grace tersenyum miring mendengarnya. "Lalu? Kau mau apa agar aku bisa membawa orang ini?"

"Seperti aturan tempat ini, kita berduel. Jika kau menang, kau boleh membawanya pergi. Tapi jika kau kalah." Ia menyentuh pipi Grace. Grace langsung menepis tangan itu. Merasa jijik dengan sentuhan orang asing. "Kau jadi milikku."

"Apa-apaan itu? Kau mau melawan perempuan?!" pekik Halilintar tidak terima.

"Ini adalah peraturan yang harus kalian patuhi sejak menginjak tempat ini." Seseorang datang mendekat. Dia adalah pemimpin tempat ini. Kokoci.

"Tak kusangka kalian semua menjadi tidak waras karena tinggal di pulau," sarkas [name]. Ia melihat orang-orang di sana dengan tampang marah.

"Aku duel denganmu. Kalau kau kalah, kalian semua jadi budakku," tambah lelaki tadi. Orang-orang yang tadinya sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Kini sudah menatapi mereka dan bersorak untuk lelaki ini.

"Brengsek!" umpat Blaze.

"Itu tidak adil!" sahut Gempa tidak terima. Lelaki itu melawan Grace, namun taruhannya adalah mereka semua.

"Baik." Grace melepas Taufan. Memberinya ke Blaze dan Duri. Grace mengencangkan ikat rambut serta melepas sweater tebal yang ia pakai. Terlihat hanya memakai tanktop hitam. Memperlihatkan bentuk tubuhnya yang ternyata atletis. [name] bahkan baru tahu jika tubuh Grace terlatih seperti itu.

Namun, terlihat bekas luka besar di punggung atas.

Wajah Grace berubah garang. Manik cyannya terlihat menusuk. Tanpa senyum, ia tatapi lelaki itu tanpa gemetar.

"Kau maju lima orang pun tak apa, akan kuhabisi semuanya."

.

.

.

"Grace akan baik-baik saja?" tanya Duri. [Name] tersenyum kecil saat membalas. "Pasti, dia pasti bisa mengalahkan lelaki itu."

"Ck!" Halilintar tak berhenti menahan kesal. Kini mereka semua termasuk Taufan berada di dalam kerangkeng. Dan Grace di tengah-tengah arena bersama lelaki tadi.

Suara riuh penonton terdengar. Bukan pemukiman lagi, tapi sudah seperti arena kematian. Suara-suara sorakan hanya ditujukan untuk lelaki itu.

"Perhatian! Ini adalah pertandingan untuk mengambil budak! Jadi siapapun bisa mengajak berduel!" jelas seorang komentator di meja atas. Grace berdecih, merasa ini semua tidak adil.

Pasti akan ada banyak sekali orang yang nantinya mengajak Grace berduel untuk merebut keluarga boboiboy itu darinya. Apalagi wajah mereka yang diatas standar, gencar menjadi rebutan.

Tapi Grace tidak akan biarkan siapapun mendapatkan mereka semua.

"Mulai!!" Bunyi peluit terdengar. Lelaki itu langsung saja menyerang Grace dengan tinju. Grace langsung menghindar ke samping. Ia masih menyerang, Grace bertahan.

"Hanya ini kemampuanmu, gadis sombong?"

Brak!

Sebuah bogem mentah dilayangkan dengan kuat ke arah Grace. Tangannya yang membentuk silang pun tidak kuat menahan serangan itu hingga terpental ke belakang. Tubuhnya dengan kuat menghantam dinding arena.

"Ukh!"

Darah mengalir dari mulutnya. Pandangannya sontak berkunang-kunang. Lelaki itu berlari mendekat, Grace langsung melompat berputar dan menendang wajah lelaki itu dengan kakinya.

Belum sempat kabur. Kaki Grace lebih dulu ditangkap. Lalu dibanting dengan kasar ke tanah. Dengan cepat ia pijak kepala Grace dengan kaki besarnya.

"GRACEEEEE!!!" pekik [name] dengan kuat. Ia mencoba mendobrak kerangkeng. "LEPAS! GRACE!! JANGAN SAKITI DIA!!"

"Hei, diam!!" Salah satu orang yang menjaga kerangkeng tersebut menyuruh [name] untuk diam. Tapi [name] masih terus memberontak.

Buak!

"Uhuk!"

"[NAME]!!" Gempa menahan tubuh [name] yang jatuh ke bawah akibat tendangan kasar dari penjaga itu. Halilintar naik pitam, "Kau--"

"Jangan!" tangan Halilintar ditahan oleh Taufan yang ikut dikurung di dalam sana. "Nanti kau akan dihukum oleh mereka."

"Lalu? Aku harus diam saja?!" pekik Halilintar dengan kesal. Taufan ciut.

"Apa kau mati gadis kecil?"

Suara itu menarik perhatian mereka semua ke arah Grace yang terkapar di tanah. Akibat hantaman kuat tadi. Kepala Grace sampai berdarah.

Lelaki itu menendang tubuh Grace yang tak bergerak. Seseorang melemparkan tombak padanya yang akhirnya ia tangkap. "Kasihan, lebih baik kau mati saja deh."

"Dia--" Blaze sampai melotot. Itu tidak main-main. Mereka akan benar-benar membunuh Grace.

"GRACE!! BANGUN!!" pekik Blaze dan Duri dengan kuat dari dalam kerangkeng. Namun sama seperti [name]. Mereka ditendang dengan kuat oleh penjaga di sana.

Halilintar sudah sangat emosi. Ini semua jelas diluar batas manusiawi. Mereka semua sudah bukan manusia lagi. Tempat ini adalah neraka.

Pulau rintis benar-benar telah berubah menjadi pulau bencana.

Grep!

Tangan Grace menahan tombak yang hendak mengenai tubuhnya. Langsung ia geser tombak itu ke samping sehingga menancap ke tanah disebelahnya. Ia bangkit, dengan tubuh babak belur. Lantas menatap dengan penuh amarah.

Satu serangan ia lepaskan ke kaki lelaki itu. Lelaki itu berteriak saat tahu-tahu kaki kirinya terluka dan mengeluarkan banyak darah.

"Apa? Bukankah tadi kau juga mau memakai senjata?" Suara Grace terdengar berat. Di kedua tangannya ada semacam senjata cincin dengan kedua ujung yang tajam.

"Lagipula jika membunuh kalian semua di sini, aku takkan masuk penjara."

Selesai berkata seperti itu. Ia melesat maju dengan cepat. Lelaki tadi bertahan dengan satu kakinya. Tapi entah dari mana sepatu yang Grace pakai ternyata mengeluarkan pisau di ujungnya. Langsung ia gunakan untuk menendang kaki satunya.

Lelaki itu terjatuh karena kedua  kaki telah terluka.

"T-tolong ... a-ampuni aku ..."

"Ampun?" Grace menyeringai. "Tadi apa kau dengar saat [name] berteriak untuk jangan menyakitiku?"

"A-ampun ..." Lelaki itu gemetar. Dengan kedua kaki yang sudah tidak bisa lagi digunakan untuk berdiri. Ia menyeret-nyeret tubuhnya.

Srak!

Grace melukai tangan kanan lelaki itu. "Bilang apa?"

"A-ampun! Kumohon! Kumohon!!"

Lagi, kali ini tangan kiri lelaki itu juga kena sabetan benda tajam di tangannya. Grace masih menyeringai saat melakukan itu. "Apa?"

"AAAA!!! A-AKU MOHON!!"

Srak!

"Apa? Kau bilang apa?"

Srak!

"Apa?"

Semakin lama semakin menjadi. Grace tahu-tahu sudah berdiri di atasnya. Menyerang terus dengan senjata tajam di kedua tangannya.

Suasana mendadak sunyi. Para penonton terdiam menyaksikan hal yang terjadi dengan tragis di depan mata. Lelaki itu seolah tercabik binatang buas dengan liar.

Suara tawa Grace menggema. Ia berhenti begitu lelaki di hadapannya sudah tidak lagi bergerak. Darah tersebar dimana-mana hingga mengotori pakaiannya.

Mereka semua yang ada di sana telah menyaksikan sendiri. Bagaimana seorang Grace membunuh dengan sadis. Lelaki itu mati di tempat, dengan tubuh yang sudah tidak beraturan isinya.

Grace melihat ke tempat dimana yang lain di kurung. Lantas tujuannya berpindah ke sana.

"TANGKAP DIA! SIAPAPUN YANG MENANGKAPNYA AKAN MENDAPATKAN BUDAK DI TEMPAT INI!!" pekik komentator di sana dengan panik. Orang-orang sibuk berbisik. Hingga akhirnya turun sejumlah orang yang hendak menghentikannya.

Grace memungut tombak yang tadi tertancap di tanah saat ia bertarung. Ia tersenyum lebar.

"Anak ayam turun sembilan~"

Grace mulai bernyanyi. Entah bernyanyi apa. Namun mereka semua memutuskan untuk menyerang bersama-sama.

Grace tanpa ragu langsung saja mengayunkan tombaknya hingga memutus kepala salah satu orang yang hendak menyerang ke arahnya.

"Mati satu tinggal delapan~"

Lagunya terus bersambung. Dengan santainya ia ayunkan bawah tombak menusuk ke mata salah satu orang lagi. Hingga orang tersebut jatuh ke bawah dan berteriak.

"Anak ayam sisa delapan~"

Ujung tombaknya menusuk ke wajah orang itu dengan sadis.

"Mati satu tinggal tujuh~"

Dua orang menyerang dari kedua sisi yang berbeda. Grace menunduk dan mengambil belati dari kedua tangan orang yang mati itu. Lalu melemparnya dan tepat menusuk jantung kedua orang tersebut.

"Anak ayam sisa tujuh~"

Ia berjalan lagi sambil menghindar saat ada yang menyerang.

"Mati dua tinggal lima~"

Senjata lain kini berada di tangannya. Masih dengan senyuman yang tak pudar. Ia berputar dan menghantam satu orang dengan kaki. Dua orang yang menyerang bersamaan, ia tarik dan patahkan kedua tangannya. Dua sisanya ia hajar dengan belati yang tersisa.

Bunyi tulang patah itu membuat siapapun yang mendengarnya jelas merinding.

"Mati lagi dua tersisa tiga~"

Dua orang tadi, ia patahkan lehernya.

"Mati satu tersisa dua~"

Satunya ia hajar sampai mati.

"Mati dua--"

Lagu itu berhenti saat Grace dengan cepat menangkis serangan lain. Lalu mematahkan tulang mereka saat ia berhasil mendapatkan tubuh mereka.

Semua orang di arena sudah tidak ada yang sanggup berdiri. Bahkan kelihatan tidak ada yang mau turun ke arena lagi.

Grace melihat ke arah sang pemimpin tempat ini. Kokoci yang sedang menonton. Senyuman Grace makin lebar.

"Mati dua tinggal induknya~"

.

.

.

***tbc***

A/n:

Ternyata itu benar-benar Taufan! Tapi dia hilang ingatan.

Terbongkarlah wujuh pemukiman yang sebenarnya. Mereka sudah hancur, bersama dengan manusia di dalamnya.

Chapter ini dipenuhi oleh Grace yang mengeluarkan sisi sadisnya. Apa kalian bosan? Pasti iya ya, Grace doang yang highlight.

Udah tahu betapa sadisnya Grace ketika mode marah? XD kurang kerasa karena ini novel sih. Coba kalo live action. Beuh mantap, darahnya muncrat muncrat 😳

Jeng! Jeng! Akankah mereka berhasil kabur dari sana? Jawabannya ada di chapter esok XD (semoga)

Babay

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top