22 - Bukan salah siapa-siapa
Sinar matahari yang terang, masuk menembus ke lewat jendela. Meski tidak disinari cahaya lampu, sekeliling ruangan masih terlihat jelas. Sosok kedua orang yang berdiri di tangga masih tetap diam hingga salah satu membuka pembicaraan.
"Lama tidak berjumpa, Grace." Senyuman yang Noel pancarkan pun terlihat hangat. Grace mengernyitkan dahi. Teringat lagi tentang surat diagnosis yang ia temukan di laci meja. Tentang kemungkinan Noel memiliki kepribadian ganda, entah karena apa.
Grace mengepalkan tangannya erat. Hingga memutuskan untuk menjawab salam sang kakak. "Ya, sudah 5 tahun lamanya."
"Lima tahun?" Noel tampak bergumam sendiri dengan wajah bingung. Lalu setelah itu hanya tersenyum tipis. "Begitu, ya."
"Mana Taufan, Ice dan Solar? Kau sembunyikan dimana?" Grace langsung bertanya tanpa basi-basi. Noel masih dengan posisi dan wajah tenangnya. Mata cyannya menatap Grace dengan tenang.
"Aku tidak menyembunyikan mereka."
"Lalu, dimana mereka?"
"Kenapa kau peduli dengan mereka?" Raut wajah Noel sedikit berubah sedih. Grace hanya mundur satu langkah. Melihat sang adik yang enggan mendekat, Noel memundurkan tubuhnya beberapa langkah hingga sinar matahari tidak sampai menyinarinya.
"Aku harap, kau tidak mencari tahu segala hal terlalu jauh, Grace." Kakaknya seolah memberi peringatan. Meski nada suaranya tetap sama. Grace sendiri hanya bisa terdiam tanpa suara ketika sosok kakak yang ia lihat berbalik begitu saja, lalu pergi meninggalkannya.
"Kau mau pergi begitu saja?" bentak Grace. Ia maju dua langkah hingga sorot mentari mengenai wajahnya. Mata cyan itu terlihat menuntut penjelasan untuk menyudahi rasa ingin tahunya. Sebuah kejadian besar terjadi, Grace harus tahu kenapa semua hal terjadi.
Ia tidak bisa hanya diam dan menerima fakta. Selagi bahkan nyawa mereka dipertaruhkan disini.
Sang kakak hanya terdiam di tempat. Membuat Grace geram dan menaiki tangga, tempat kakaknya berada. Ketika tangan itu hendak menggapai, terdengar suara siulan familiar.
Noel, bersiul. Menyanyikan sebuah nada lewat siulannya.
Grace ingat betul nada siulan itu. Noel selalu bersiul ketika sedang sedih. Sewaktu kecil, Grace sering mendapati sang kakak yang bersiul sendirian di tempat-tempat sepi.
Namun siulan itu tidak pernah Grace dengar lagi ketika kejadian yang menimpa keluarganya.
"Noel bersedih? Kenapa?"
Terpaku dalam pikirannya. Grace hanya bisa menurunkan tangannya dan berdiri menghadap punggung Noel yang lebih lebar darinya.
Grace berbalik dan jalan menuruni tangga. Siulan masih terdengar. Grace kembali ingat masa kecilnya.
Dikala Noel bersiul sedih. Grace akan datang padanya dan menyanyikan sebuah lagu.
"The cloud blakened~"
Sebuah nada ciptaan Grace yang berhasil membuat Noel tersenyum.
"The sky collapses the earth~"
Langkah demi langkah ia turuni tangga hingga ke dasar.
"When I found out~"
Lalu, siulan Noel berhenti. Perlahan, lelaki itu melihat ke arah Grace.
"A painfull statement~"
Mungkin Grace sangat muak dengan Noel. Bahkan sangat membencinya. Tapi sebagai seorang adik, ia tahu itu kakaknya.
Meski terjadi banyak hal yang membuat dunianya serasa hancur. Bahkan Grace sangat muak dan jijik untuk tetap hidup. Instingnya mengatakan bahwa ini bukan saat yang tepat untuk membunuh seseorang.
Ia harus menemukan yang lain terlebih dahulu.
Grace sudah keluar dari rumah itu. Noel hanya mengamati.
Lalu, sebuah tangan terulur bersamaan dengan sebuah pistol yang ditodongkan ke kepalanya. Noel berbalik badan untuk melihat siapa sosok seseorang yang tengah menodongkan pistol padanya.
Seorang perempuan berambut coklat. Dengan mata hazel yang menatap tajam.
Noel tersenyum. "Hai, teman Grace?"
.
.
.
Grace kembali ke tempat Luke berada. Menghela napas panjang karena heran dengan kejadian barusan. Ia tidak tahu kenapa, tapi dirinya menolak untuk meraih Noel.
Entah kenapa setiap semakin mendekati Noel, Grace bisa merasakan rasa sakit yang entah apa itu.
Grace mengelap dahi Luke yang berkeringat. Lantas setelah itu, Luke membuka matanya dan menarik napas panjang. Grace buru-buru memberikan obat tersebut padanya.
Setelah beberapa saat, Luke akhirnya tenang. Lalu Luke sekenanya meraih Grace yang duduk tepat di atas ranjang dan bersandar di bahunya.
"Luke?" panggil Grace dengan nada terkejut. Luke menarik Grace, memeluknya. Karena iba, Grace hanya bisa membalas untuk mengusap punggung Luke.
"Kenapa? Ada apa?" tanya Grace pada Luke. Melihat keadaan Luke yang manja seperti ini, ia jadi bertanya-tanya.
"Aku pusing," gumam Luke. Luke tidak berbohong, semenjak ia berakhir ke dalam bagasi mobil, kepalanya jadi pusing melihat kelakuan yang lain. Mau bagaimana pun, ia juga takut yang lain jadi dalam bahaya ketika mereka dengan seenaknya membuat rencana sendiri.
Bahkan ia tidak tahu bagaimana nasib Taufan, Ice dan Solar yang waktu itu mencoba menangkap Noel.
"Berapa umurmu?" tanya Grace. Grace lupa dengan Luke apalagi setelah lama koma. Ia lupa menanyakan umurnya. Kapan ya terakhir kali ia melihat Luke?
"Aku masih anak SMA, kak Grace." Luke langsung melepas pelukannya dan duduk diam di samping Grace. "Baru masuk SMA."
Grace tidak lupa dengan Luke. Pertama kali bangun, selain [name], Luke adalah orang selanjutnya yang datang menemui Grace. Selama ini, Luke melindungi harta warisan orang tua Grace yang waktu itu ada di tangan Noel. Karena semenjak Noel mati, dan keadaan Grace pun koma. Banyak keluarga mereka yang lain hendak merebut warisan itu.
Dan Luke satu-satunya yang menjaga warisan itu demi Grace saat ia bangun.
Sebenarnya, Luke memiliki hak harta warisan jika semisal saja Grace tidak bangun. Karena satu-satunya sepupu yang dekat dengan mereka adalah Luke seorang. Dan lagi, dalam surat pernyataan warisan mungkin sudah tertulis nama Luke.
Namun Luke menolak menggunakan harta itu dan menunggu Grace bangun. Seperti anjing yang menunggu majikannya pulang.
Bagi Luke, Grace dan Noel hanya satu-satunya keluarga yang ia miliki.
"Umurmu masih muda." Grace memberikan pat-pat pada Luke. Lalu beralih mengambil senjata dan koper berisi surat. "Apa itu?" tanya Luke penasaran.
"Koper ini isinya dokumen, aku akan mencari tahu kebenaran isi dokumen ini dan mencari yang lain." Grace berdiri memegang senapannya. "Kau bisa berdiri?"
"Ya, aku bisa." Luke berdiri.
Terpikir di benak Luke untuk memberitahu soal apa yang terjadi. Tapi, ia enggan. Takut antara Grace tidak percaya atau justru langsung stress. Maka dari itu Luke memilih bungkam.
"Kita akan kemana?" tanya Luke. Grace memasukkan peluru dalam senjatanya.
"Mencari [name] terlebih dahulu. Aku rasa, telah terjadi sesuatu."
"... sesuatu, kah."
"Ayo Luke, kita harus segera keluar dari pulau ini secepatnya."
"Hu'um!"
.
.
.
Temaram lampu yang ada sepertinya tidak cukup untuk menerangi sebuah ruangan yang bahkan tidak memiliki jendela. Terbaring sosok yang dalam keadaan tubuh terperban tengah bergerak gelisah.
"Ungh ..."
Sosok itu membuka mata. Manik merah rubynya melihat sekeliling.
"Aku ... dimana?"
Halilintar duduk. Lalu merasakan nyeri pada bagian sisi kiri perutnya. Namun telah terperban dengan rapi.
Halilintar melihat kiri dan kanan. Sebuah ruangan yang ia tebak berada dalam sebuah basement. Dikarenakan tidak ada cahaya yang masuk. Apalagi, pintu keluar berada di atas tangga.
Halilintar langsung teringat saat sebelum ia kemari. [Name] yang tiba-tiba menembaknya seperti itu.
"[Name]--"
Halilintar langsung berdiri. Meraih sebuah jaket dan memakainya. Mengabaikan rasa nyeri di perut, ia naik tangga dan berusaha membuka pintu.
"Sial, dikunci?" Halilintar menggeram. Ia langsung mendobrak paksa pintu tersebut dengan kekuatannya yang ada. Pintu berhasil terbuka, ia melihat sekeliling dan menemukan dirinya berada dalam sebuah rumah.
Hanya rumah asing. Melihat pakaian yang sedang ia pakai tampak kotor dan dilumuri darah. Halilintar memilih pergi ke lemari baju dan mengambil pakaian yang layak pakai.
Sepertinya rumah ini dulunya dimiliki oleh seorang ibu dan anak laki-laki dewasa. Terbukti dari rumah ini yang rapi dan terawat. Lalu baju-baju yang ada juga hanya baju-baju anak remaja laki-laki.
Setelah mengganti bajunya. Halilintar ke dapur untuk mengisi energinya.
Lalu, di meja makan. Ia menemukan sesuatu yang tertutup tudung saji. Bahkan di rak piring pun, ia melihat bekas seolah-olah ada yang baru saja memasak disini.
"Orang rumah? Tidak mungkin." Halilintar menepis kenyataan saat ia berpikir bahwa hantu pemilik rumah ini yang memasak untuknya.
Halilintar membuka tudung saji dan melihat sepiring nasi goreng. Melihat nasi goreng tersebut benar-benar masih baru, ia akhirnya duduk dan memakan nasi goreng itu.
Ya, dan rasanya adalah nasi goreng yang familiar.
Karena belum lama ini, ia pernah dimasakkan nasi goreng oleh adiknya.
"[Name]?" Halilintar menggenggam erat sendoknya. Bingung dengan apa yang terjadi. "Kenapa? Kenapa?"
Halilintar tidak bisa marah ke [name]. Karena, [name] adalah adiknya. Selain itu, ia juga sebenarnya tidak tahu apa yang terjadi pada [name] selama 5 tahun lamanya.
Karena sewaktu sebelum kesadarannya hilang. [Name] sempat mengatakan beberapa hal padanya.
"Maaf ya, aku sudah mencoba bertahan jadi adik yang kalian kenal."
Mata adiknya saat itu terlihat sedih.
"Tapi sepertinya itu terlalu sulit ketika kepribadianku telah terbentuk berbeda dengan yang ada di masa lalu."
Halilintar ingin berteriak saja rasanya.
"Tapi aku tetap adik kalian kok."
Halilintar tidak menyangka bahwa telah terjadi sesuatu yang membuat [name] berbeda. Apalagi setelah lima tahun dalam keadaan hilang ingatan. [Name] pasti telah membentuk kepribadiannya sendiri karena tidak mengingat dirinya yang asli di masa lalu.
Bukan salah [name] atau pun Halilintar. Mereka berdua sama-sama tidak tahu dan menyembunyikan sebuah hal.
Dulu sewaktu pertama kali [name] kehilangan ingatannya dan tidak mengenal Halilintar. Halilintar merasa jika itu adalah sebuah kesempatan untuk merubah sikap si bungsu kepada ketujuh kakak-kakaknya.
Namun lucunya, [name] sendiri terlihat mencoba menguak semuanya saat kecil.
Sifat [name] yang lucu dan kekanakan. Kalau dibilang bahwa [name] memang memiliki kepribadian seperti itu, Halilintar salah. Sejujurnya, [name] dari kecil memang sinis dan memiliki pemikiran dewasa. Terbukti dari semua tindakannya sejak kecil.
Namun, mereka semua tertipu oleh tindakan polos [name]. Karena mereka semua lebih menerima jika [name] bertingkah polos dibanding sinis dan dewasa.
"Argh! Sialan!!"
Halilintar menggebrak meja hingga segelas air jatuh di atas meja. Membuat meja tergenang air.
Halilintar menyalahkan dirinya atas ketidaksadarannya sebagai seorang kakak.
Ia membenci dirinya sendiri. Sebagai kakak sulung yang tidak bertanggung jawab.
Kakak sulung yang gagal.
.
.
.
***tbc***
A/n:
Sadar sesuatu gak tentang Noel?
Luke cuma anggap Grace kakak sepupu kok, gak lebih. Lagipula mereka sedarah. Dan Luke sudah berencana melamar [name] meski gada yang restu (termasuk author.g)
Jadi menurut kalian, sifat [name] yang asli itu bagaimana?
Kasian gak sama Halilintar?
Oiya kemarin saya udah menjanjikan untuk face reveal Luke kan? Ini dia.
Kenapa? Beda agama? Ckck kasian.
Grace, Luke, Noel emang non. Rayn juga kok. Karena mereka bukan asli Malay. Rayn separuh Amerika-Malay. Sedangkan keluarga Grace murni bule karena nikahnya sesama bule bukan Malay.
Kalo [name] dan abang-abangnya pasti muslim.
Nah sekian pembahasan ini. Author pamit undur diri karena laper.
Bay 💙
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top