16 - Mencari
"Sebenarnya, kau mau cari apa sih, Grace?" [Name] heran kenapa Grace tidak mau kembali dan memutuskan tetap di pulau bencana untuk mencari tahu sesuatu. [Name] yakin jika ini ada hubungannya dengan Noel, kakak Grace yang diduga sudah mati namun ternyata masih hidup.
[Name] juga tidak tahu kenapa Noel bisa-bisanya masih hidup. Padahal yang lain yakin jika Noel telah tiada.
Grace tidak langsung menjawab pertanyaan [name]. Hanya duduk diam menikmati angin sepoi sambil memikirkan sesuatu.
Sehabis berkemah kemarin, atau lebih tepatnya numpang tidur di halaman rumah yang sudah tak memiliki penghuni. Mereka sudah bersiap pagi-pagi untuk mengikuti kemana Grace akan pergi.
"Apa yang sedang kau pikirkan seserius itu?" [Name] kesal karena Grace tak kunjung menjawab dan hanya melamun.
Grace membuka mulut. "Memikirkan bagaimana cara membuang kalian kembali."
"Kata-kata yang cukup jahat." [Name] melipat kedua tangannya di depan dada. Ia memanyunkan bibir. Grace hanya bisa terkekeh datar melihat ekspresi [name] yang seperti itu.
"Hentikan wajah jelekmu itu, memalukan." Grace dengan seenaknya menoyor kepala [name] hingga gadis berambut coklat itu hampir saja terjungkal ke samping. Sepertinya karena keseringan berkelahi, Grace jadi lupa untuk mengurangi kekuatannya hanya untuk menoyor kepala [name]. Untung saja [name] juga lumayan kuat.
[Name] melirik ke tangan Grace. "Grace, tanganmu berotot ya. Kalau tidak salah ingat, waktu di arena pertandingan itu, kau juga punya tubuh yang atletis."
Grace menorehkan kepalanya ke arah [name]. Lantas memiringkan kepalanya heran. "Aneh kan? Padahal aku sudah tertidur selama lima tahun."
"Benar." [Name] ikutan berpikir keras. "Harusnya kau tidak memiliki sixpack itu. Tapi, kau kan koma sejak SD. Apa di SD, tubuh Grace memang sudah atletis?!"
Grace menggeleng. "Tidak juga, waktu itu aku masih kecil, mana punya tubuh atletis."
[Name] terkesiap. Pikirannya melayang ketika ia pertama kali melihat Grace yang sedang koma. Dimana saat itu Grace berada di dalam tabung yang katanya buatan orang tua Grace dulu.
'Jangan-jangan ....'
"Hoi, jangan melamun."
Grace tampak mengangkut barang-barang ke belakang mobil. [Name] buru-buru membantu Grace untuk membersihkan bekas kemah mereka.
"Jadi, kemana tujuan pertama kita?" tanya [name]. Grace berpikir sejenak. Benar juga, meski Grace bilang bahwa ia ingin mencari tahu sesuatu. Ia juga belum tahu mau ke mana terlebih dahulu. Meski tampaknya pergi ke perusahaan bekas orang tuanya di pulau ini cukup menarik.
"Ke perusahaan orang tuaku dulu, mungkin di sana ada berkas berkas atau sesuatu."
"Perusahaan?" [Name] mengangguk mengerti, kini ia sudah paham kenapa Grace bisa sekaya ini. Pasti perusahaan orang tuanya ada di mana-mana selain di pulau Rintis. Dengar-dengar, perusahaan Greenland yang pernah disebut-sebut musuh itu ada di Kuala lumpur, Indonesia bahkan Singapore.
Dan yang [name] tahu. Perusahaan itu membuat dan menciptakan alat-alat elektronik untuk mempermudah pekerjaan. Barang-barang itu terjual sampai Amerika. Pantas saja keuntungan penjualan perusahaan Greenland sangat fantastis.
"Alat-alat elektronik ..." [Name] tahu ada yang janggal. Ya, tentang alat-alat elektronik. Tentang tabung yang dipakai Grace saat ia koma.
Bahkan alat yang Grace dan Rayn tusukkan ke [name] hingga membuat [name] hilang ingatan.
Jangan lupakan bom aneh yang dimana bentuknya hanya seperti mainan bola. Dan hanya Grace yang tahu cara mematikan bom tersebut.
[Name] rasa. Selain perusahaan Greenland kaya raya karena penjualan alat-alat elektroniknya. Pasti ada hubungannya dengan barang-barang terlarang itu.
Itu artinya, mereka juga menjual barang itu secara ilegal.
[Name] melihat ke arah Grace yang sedang memanggil semua untuk segera naik ke mobil karena mereka akan berangkat.
[Name] jadi sedikit murung. Rasa iba memenuhi benaknya. "Grace, aku akan menyelamatkanmu ..."
"... Sampai akhir."
.
.
.
"Seperti film-film zombie gak sih?" celetuk Blaze saat melihat tempat pemberhentian mereka. Yaitu sebuah perusahaan yang sudah tak berpenghuni namun masih berdiri tegak. Berbagai tumbuhan menghiasi perusahaan yang memiliki 10 lantai itu.
"Takkan ada zombie." Solar memutar bola mata malas.
"Biar aku yang masuk, kalian tunggu saja disini." Grace berinisiatif pergi sebelum [name] langsung menarik tangannya. "Enak aja, aku juga ikut!"
"Untuk apa kau ikut? Tidak ada mainan anak kecil di dalam sana," sarkas Grace.
Srak!
"Eh?" Mereka semua terkejut dan sama-sama menoleh ke arah bagian mobil yang dalam kondisi terbalik.
"Larii!!" Dua orang anak kecil. Yang satu perempuan dan satu laki-laki. Mereka berdua berlari begitu mereka semua melihat ke arah kedua anak kecil itu.
"Hei tunggu!" [Name] langsung mengejar. Duri dan Blaze berinisiatif mengejar [name] untuk mencegah gadis itu sembrono dan menghilang.
Ketika kedua anak kecil itu berbelok ke salah satu bangunan. [name] yang ikut masuk ke sana tidak menemukan apapun. Hanya ada jalan buntu. Sontak ia heran.
"[Name]? Kau tak apa?" Blaze menghampiri bersama Duri. Mereka melihat sekeliling. "Loh? Anak kecilnya kemana?"
"Gatau, habis belok ke sini, hilang."
"Ih, jangan-jangan hantu?" celetuk Duri. Lagi-lagi ia malah memasang ekspresi sedih. "Huwaaa ada hantuu!!" Duri langsung lari dari sana. [Name] dan Blaze hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Kenapa ada anak kecil di tempat seperti ini?" heran [name]. Ia hanya bergumam kecil. Tidak ada yang mendengarnya.
[Name] sempat menoleh lagi ke arah dimana kedua anak kecil itu menghilang. Ia merasakan perasaan aneh saat melihat kedua anak kecil itu.
"Bagaimana? Hilang?" Blaze mengangguk.
Grace tidak menunggu lagi. Ia langsung berjalan ke arah gedung bekas GreendLand itu. Sedangkan Luke melambai dari mobil mereka. "Aku akan berjaga di sini."
Akhirnya mereka terpecah lagi menjadi dua. [Name], Grace, Halilintar dan Solar masuk ke dalam gedung. Sisanya berada di luar gedung, menunggu di mobil bersama Luke.
Bagian dalam gedung tampak berantakan. Mereka berempat juga was-was. Musuh bisa saja menyerang di mana-mana.
Grace lanjut berjalan naik ke lantai atas melalui tangga. Mereka tentu saja tidak bisa menaiki lift karena ini adalah gedung terbengkalai. Entah mereka harus menaiki tangga sampai ke lantai berapa.
[Name] melihat kiri dan kanan secara was-was. Ia merasa janggal dengan kedua anak kecil tadi. Seolah bukan hanya mereka berdua yang ada di sini. Namun menepis praduga yang berlebihan, lebih baik ia anggap kedua anak kecil yang ia temui tadi adalah hantu saja.
"Ada apa [name]? Kau tidak enak badan?" Solar bertanya dengan khawatir. [Name] menggeleng sambil terkekeh. "Gapapa bang, cuma ngerasa was-was aja."
"Begitu."
"Kita mau naik sampai lantai berapa?" tanya Halilintar. Jujur saja, ia merasa kakinya kram karena terus-menerus naik tangga seperti ini. Bukan hanya Halilintar sebenarnya, Solar dan [name] juga sudah merasakan bahwa kakinya sakit.
"Satu lantai lagi," jawab Grace tanpa berhenti melangkahkan kakinya untuk terus naik.
Setelah sampai di lantai yang mereka tuju. Grace masuk ke sana dan berjalan lagi sambil melihat satu-persatu nama di pintu yang ada di sana.
"Mencari ruangan bosnya kah?" gumam [name].
Grace berhenti di depan sebuah pintu yang arsitekturnya berbeda dari yang lain. Mencoba masuk ke sana namun pintunya macet dan tidak mau terbuka.
"Sial." Grace membuat ancang-ancang akan mendobrak pintu. Belum sempat Halilintar menghentikannya. Grace telah lebih dulu mendobrak pintu itu dengan kuat dan pintu itu terbuka.
Malah lepas dan jatuh. Sepertinya engselnya telah karatan.
Mereka masuk ke dalam ruangan tersebut. Tampak ruangan tersebut masihlah lumayan rapi. Sepertinya karena tidak terlalu dekat dengan bom dan berada di lantai atas. Jadi tidak terlalu hancur kecuali kaca-kaca dinding gedung yang berserakan di dalam.
"Mau cari apa?" tanya [name]. Grace berpikir sejenak. "Cari saja berkas-berkas tentang perusahaan ini atau apapun yang mencurigakan."
"Siap~"
Mereka berempat pun mulai berpencar di ruangan luas itu dan mengobrak-abrik laci atau pun lemari untuk menemukan benda ataupun berkas yang mencurigakan.
Grace ada di meja pimpinan. Membuka laci dan mengeluarkan semua berkas yang ada.
Mereka sibuk dengan urusan masing-masing. Terlebih Halilintar yang sampai mencongkel sebuah brankas namun malah menemukan uang. "Cih, tidak berguna."
"Berkas, berkas, hmm ..." [Name] menemukan berkas-berkas tentang barang-barang yang dijual di perusahaan ini dan cara kerjanya. Dirasa itu mungkin ada yang penting. [Name] memilah-milah dirasa ada barang ilegal yang dijual.
Solar mengecek laci di bagian lemari yang fungsinya seolah cuma pajangan. Menemukan beberapa alat asing yang bentuknya aneh. Sepertinya barang gagal atau barang percobaan pertama. Namun barang-barang itu seolah rusak.
Beralih ke Grace yang membuka satu-persatu berkas tersebut dan meneliti setiap tulisan yang ada di berkas itu. Ia menemukan fakta bahwa perusahaan ini dulu pernah bangkrut, namun kemudian bangkit kembali dan menjadi terkenal.
Bahkan nama-nama barang elektronik yang aneh dan asing. Tidak ada gambar, hanya namanya. Grace menebak bisa saja di salah satu nama-nama itu ada barang yang ilegal. Namun percuma, dia tidak tahu yang mana.
Dia buka laci yang lain. Menemukan berkas-berkas surat lamaran. Sepertinya lamaran lama. Anehnya, surat lamaran itu hanya satu. Dan tersimpan rapi di laci itu.
Ada barang lain tentunya. Seperti informasi tentang si pembuat surat lamaran kerja itu.
"Aneh." Grace menatap lamat-lamat foto itu. "Aku seperti pernah melihatnya."
"Kau menemukan sesuatu, Grace?" [Name] datang dengan beberapa lembar berkas yang ia yakini adalah barang-barang ilegal yang dijual di pasar gelap.
Grace melirik ke arah [name] sebentar. Ia mengangguk singkat. "Orang ini terlihat mencurigakan dan familiar untukku."
[Name] ikutan melihat ke arah foto tersebut. Foto seorang laki-laki dengan latar background berwarna merah. Sepertinya melamar kerja. Namun yang aneh adalah kenapa begitu banyak informasi tentangnya. Bahkan disimpan di dalam satu laci yang memang isinya hanya tentang orang ini.
"Teman abangmu mungkin?" terka [name].
Grace angkat bahu. "Tidak mungkin kurasa."
Setelah itu. Ia mengecek berkas lain lagi. Namun ia berhenti. Matanya membelalak.
Berkas itu. Berkas yang tampaknya berasal dari sebuah rumah sakit.
"I-ini?"
.
.
.
***tbc***
A/n:
Hai, kangen gak dengan cerita ini?
Lama banget ya? Maaf
Btw, Ruru--I mean Aza(nama baruku ehey).
Disini Aza cuman mau kasih tahu. Bahwa Aza lupa beberapa plot tentang cerita ini dan berusaha mengingat. Barusan baca ulang dari awal sih.
Jadi ini chapter 16. Seperti biasa, targetku adalah kurang dari 30 chapter.
Mari kita ulik sebentar tentang chapter kali ini.
Sepertinya [name] curiga tentang tabung itu? Kenapa Grace bisa punya tubuh yang atletis?
Sebenarnya apa yang mau dicari sama Grace sih?
Kedua anak kecil itu siapa? Kok [name] ngerasain firasat buruk? Kok ada anak-anak disana? Apa mereka benar-benar cuma hantu atau ada sesuatu yang lain?
Siapa orang di balik berkas lamaran itu? Kenapa ada banyak informasi tentangnya?
Apa yang Grace temukan di akhir?
Begitu banyak misteri yang belum terpecahkan. Aku harap kalian masih kuat dan mau lanjut membaca cerita ini dan menemaniku sampai akhir.
Kalian PTS? Semangat ya 💙
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top