12 - Sms anonim

Me
Kami sudah sampai
Lalu apa selanjutnya?

[Nomor anonim]
Di sana ada markas mereka
Coba cari

Selesai membaca pesan itu. [Name] segera memberitahu abang-abangnya yang ada di sana.

"Dia bilang ada markas di sini, kita harus mencarinya," ujar [name]. Tapi Halilintar terlihat menolak, ia menahan tangan adik perempuannya itu. "Kau yakin ini bukan jebakan?"

[Name] awalnya juga ragu. Tapi mengingat bahwa nomor anonim ini sering menelepon Grace. Itu berarti ia adalah orang yang bisa dipercaya. Jika memang penjahat, seharusnya Grace akan memblokir nomor tersebut.

[Name] mengangguk dengan tegas. Menampakkan bahwa dirinya sangat percaya dengan sms tersebut. Ia yakin bahwa orang ini akan menuntun mereka menemukan Grace dan Taufan.

"Tapi, bukankah berbahaya langsung menyerang ke markas musuh? Apalagi kita tidak tahu jumlah musuh di dalam sana." Gempa ada benarnya juga. Sejenak, mereka ragu lagi untuk mendobrak ke sana. Bisa-bisa usaha mereka mencari malah sia-sia.

"Sebentar, akan [name] tanya lagi." [Name] mengetikkan kembali kata-kata untuk dikirim kepada nomor anonim. Tak berapa lama, pesan tersebut kembali terbalas.

Me
Bukankah ada banyak musuh di dalam markas?
Kami tidak mungkin bisa mengalahkan mereka semua

[Nomor anonim]
Tenang saja
Beberapa sudah dilumpuhkan
Dari jalan masuk sampai tempat yang kalian tuju sudah cukup aman, namun berhati-hatilah. Di tempat yang kalian tuju mungkin terdapat bos mereka.

[Name] mengangguk mengerti saat membaca pesan tersebut. Ia menunjukkan sms itu lagi kepada kedua abangnya.

"[Name] sangat mempercayai sms itu ya," ujar Blaze. Betapa Blaze bisa melihat [name] tersenyum acap kali pesan tersebut terbalas. Tidak iri, mungkin Blaze hanya sedikit cemburu pada seorang anonim.

"Tapi, orang sms itu membantu kita." Duri tampak mendukung [name] untuk mempercayai sms tersebut.

"Tentu saja, ia adalah orang yang harus di percayai." [Name] tertawa kecil. Ia mengetikkan pesan balasan singkat ke nomor anonim. Lalu memasukkan handphone Grace dalam kantung celananya.

"Ya sudah, ayo cari markasnya. Tapi jangan berpencar," ingat Halilintar. Ia yang memimpin jalan agar mereka bisa mengikutinya dan tetap aman di bawah jagaan seorang kakak sulung.

Terdengar bunyi balasan sms lagi. Tapi [name] tidak membuka jawabannya karena sudah tahu apa jawaban tersebut.

[Name]. Karakter yang sudah jenius sejak masih kecil. Bertemu dengan Grace yang juga sama jeniusnya. Bahkan memecahkan teka-teki keluarganya seorang diri.

Tidak mungkin ia tidak tahu, bahwa--

Me
Makasih bang Solar^^

[Nomor anonim]
....
Kejeniusanmu tidak berkurang ya, [name]

--orang itu adalah kakaknya, Solar.

.

.

.

Saat membuka mata, hal yang pertama ia lihat adalah ruangan gelap. Ruangan yang berbeda dari saat ia pingsan sebelumnya.

Manik cyan itu memindai seisi ruangan. Menemukan bahwa dirinya berada dalam ruangan asing. Tempat asing. Dan parahnya, ia berada dalam keadaan tubuh terikat.

Ia menoleh ke samping, ada Taufan dan Ice yang tidak sadarkan diri. Grace tidak terlalu terkejut jika menemukan Ice dalam keadaan seperti itu padahal awalnya menyerang mereka.

Tapi dahi Grace mengernyit saat menemukan Taufan berada di sampingnya. Seingatnya, ia bersama Blaze malam itu di dalam supermarket untuk mencari makanan.

Ia memang tidak bisa membedakan antara Blaze dan Ice. Namun kalau Taufan, jelas berbeda dari postur tubuhnya yang lebih kecil. Sedangkan yang berbaring itu memakai jubah hitam, yang artinya ia adalah Ice.

Sudah cukup analisis yang melelahkan dari Grace tentang kedua orang tersebut. Ia harus mencari tahu ia sekarang berada di mana. Dan kenapa bisa ia terjebak dalam situasi seperti ini.

Seperti menonton film horor dimana sang tokoh utama di culik dalam sebuah basement gelap. Sial sekali dia yang menjadi tokoh utama tersebut. Tapi ia sangat yakin bahwa tempat ini bukanlah basement melainkan ruangan bos utama.

Grace mencoba melonggarkan talinya. Namun tali itu ternyata diikat dengan kuat. Grace meringis karena kesal namun menemukan sesuatu di yang terselip di baju Taufan.

'Kaca?'

Grace tidak tahu darimana kaca tersebut berasal. Tapi ia bisa memanfaatkan hal tersebut. Segera ia rebut kaca kecil itu dari selipan baju Taufan. Dan berusaha memotong tali yang mengikat tangannya.

Sulit. Mungkin malah sangat sulit. Kaca tersebut kecil dan tidak ada pelindungnya. Menyebabkan tangan Grace terluka karena tergores kaca tersebut. Meski begitu, ia tetap mencoba memotong tali tersebut.

Perlahan-lahan tali itu pun mulai melonggar. Tapi baru hendak melepaskan, ia mendengarkan bunyi langkah kaki yang masuk. Grace buru-buru berhenti dan kembali pura-pura pingsan.

Langkah kaki tersebut makin mendekat. Saat Grace merasa bahwa orang tersebut dekat dan berada di jarak jangkauannya. Ia segera melepas ikatan tali di tangannya dan menghunuskan pecahan kaca tersebut ke arah orang yang ada di sana.

'Mati kau!'

Tep!

Tangannya ditangkap. Grace membuka mata. Namun sontak matanya membelalak menemukan seseorang yang ia kenali.

Orang tersebut terkejut. Tangannya masih menahan tangan Grace yang hendak menghunus dirinya dengan pecahan kaca yang sudah ternoda darah.

"Kau mau membunuhku?"

"H-Halilintar?"

Grace menarik tangannya lagi. Ternyata di belakang Halilintar ada yang lain juga. [Name], Gempa, Blaze dan Duri. Grace terheran-heran, kenapa mereka bisa kemari?

"Ya ampun tanganmu, Grace." [Name] meraih tangan Grace yang menggenggam pecahan kaca. Lantas membuang pecahan kaca itu. Ia bisa melihat luka goresan yang sangat dalam di tangan Grace. Bahkan darah mengalir dari tangannya.

[Name] merobek kain di roknya. Segera mengikat tangan Grace yang berdarah itu dengan kain tersebut. Guna mencegah darah yang terus keluar dari gadis bule itu.

"Kenapa kalian bisa berada di sini," tanya Grace heran. [Name] mengeluarkan handphone dan menunjukkan sms sebelumnya dengan nomor anonim. "Dia menunjukkan jalan kemari."

"Oh."

"Cepatlah, kita harus keluar dari sini." Gempa terlihat celingukan. Ia was-was, takut jika akan ada seseorang dari markas ini yang melihat mereka.

"Ayo."

Halilintar membawa Taufan yang masih tak sadarkan diri. Sedangkan Ice dibawa oleh Blaze. Grace dibantu oleh [name] meski Grace sendiri menolak.

Mereka buru-buru keluar dari sana. Dan saat hendak mencapai pintu keluar. Ada sekelompok orang yang menghadang mereka. Mereka semua memakai jubah hitam sehingga tidak diketahui wajahnya.

Suara tepuk tangan menarik atensi mereka. Seseorang atau lebih dikenal dengan sebutan Borara itu datang sembari menepuk tangan. "Hebat juga kalian bisa masuk sejauh ini, tapi sayangnya kalian tidak bisa keluar dari sini."

Tentu, [name] dan yang lain sudah menduga hal ini. Mereka tidak akan mudah keluar dari sini. Apalagi masuk tanpa persiapan ke dalam markas musuh.

Halilintar menurunkan Taufan dan memberikannya ke Gempa. Ia lantas melipat lengan baju  bersiap untuk melawan. Blaze bahkan juga memberikan Ice ke Duri. Ikut bersiap bersama Halilintar. Grace masih lemas, tidak tahu bisa ikut bertarung atau tidak. [Name] terlihat menghadang mereka agar tidak mendekati Grace, Gempa ataupun Duri.

"Baiklah jika itu mau kalian." Borara menyeringai. "Tangkap mereka," perintahnya.

Semua musuh maju. Halilintar dan Blaze bertarung menghadapi mereka. [Name] ikut serta, siapa sangka jika seni bela diri yang diajari Halilintar ternyata bisa digunakan dengan baik oleh [name].

Grace hanya menghalangi. Tubuhnya terlalu lemas untuk bertarung habis-habisan. Ia juga tidak memiliki senjata di tubuhnya. Bahkan bajunya pun sudah diganti seperti pakaian pasien rumah sakit.

"Bagaimana ini? Mereka lebih banyak dan juga cukup kuat." Blaze terlihat kewalahan. [Name] sendiri juga tidak terlalu bisa menghadapi mereka semua dengan seni bela diri yang dipelajari secara otodidak.

"Uh." Halilintar kebingungan. Mereka terpojok. Lagipula dari awal bertarung di daerah musuh adalah kerugian bagi mereka.

Push!

Tiba-tiba muncul bom asap entah dari mana dan membuat kabut tebal. Mereka tidak bisa melihat apa-apa.

"Apa ini? Grace? Abang?" [Name] mencoba meraih salah satu sekutunya namun tidak menemukan siapapun. Kemudian, ada seseorang yang menarik tangannya dan membawanya keluar kabut.

Tahu-tahu, ia sudah berada di luar markas. Menemukan ada seorang berjubah hitam yang berdiri di dekat ia dan abang-abangnya serta Grace.

Ia membuat kode dari tangan untuk perintah mengikuti. Mereka tanpa banyak pikir pun mengikuti sosok misterius tersebut.

Sosok itu berlari. Mereka coba mengejar. Halilintar dan Blaze mengambil kembali Taufan dan Ice. Karena Gempa dan Duri kesusahan berlari sambil membawa mereka.

Sosok tersebut berlari hingga akhirnya mereka sampai di sebuah tempat sunyi. Seperti bekas tempat rumah sakit yang sudah tidak terpakai. Ia masuk ke sana dan menyuruh mereka untuk diam.

Tak lama, orang-orang dari markas sebelumnya terlihat melewati tempat itu. Sepertinya sedang mencari mereka. Namun tidak menemukan mereka yang sedang bersembunyi di dalam rumah sakit.

"Fuh." Blaze menghela nafas. Setelah memastikan suasana aman. Sosok itu kembali menyuruh mereka mengikutinya dan berlari. Mereka jadi buru-buru mengikutinya.

Mereka di bawa ke sebuah bukit asri dengan rerumputan hijau. Di sana, ada sebuah tempat kecil. Sosok itu menunjuk ke dalam sebuah rumah mainan kecil. [Name] langsung mendekati rumah tersebut dan menemukan obat-obatan serta perban.

[Name] tanpa berbasa-basi langsung mengambil itu semua untuk mengobati kedua kakaknya dan Grace.

Sosok itu berbalik, hendak pergi. Namun tangannya sudah lebih dulu dicekal oleh sang sulung. "Mau kemana? Kau harus jelaskan dulu mengenai hal ini."

Sosok itu tidak menjawab. Jubah hitamnya yang menutupi wajah membuat Halilintar tidak tahu siapakah yang ada di dalam sana.

[Name] yang selesai memberikan obat-obatan itu ke Gempa dan Duri pun akhirnya mendekati Halilintar dan sosok itu.

"Aku tahu siapa kau," ujar [name] dengan percaya diri.

"Kau abangku, ya kan?"

Mata Halilintar melotot. Yang lain terkejut. Sosok itu tersentak.

"Solar."

.

.

.

***tbc***

A/n:

Grace kira musuh, eh jodoh //plak astaghfirullah gak gak gitu :v canda

Ternyata [name] sudah tahu bahwa pengirim sms tersebut Solar? Oh, jangan bilang kalian lupa bahwa [name] saking jeniusnya udah lompat kelas 2 kali.

Jadi mereka berkumpul lagi nih? Eh? Emang semudah itu?

Ehe 🌚

Btw, Ruru ngetik ini sambil menahan lelah habis nguli bikin 120 nasi kotak di rumah sepupu. Pinggang Ruru encok. Rasanya mau hibernasi.

Doain Ruru supaya masih punya tenaga lagi buat upload besok, soalnya pas yang upload ini aja otaknya ngelag sebentar.

See you~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top