Balas *my fiction 9

Seorang gadis berumur lima tahun menangis di pinggir jalan, kabar bahwa orang tuanya sudah tiada membuatnya sangat sedih. Dulu dia bingung saat mengunjungi tempat kakek neneknya, semua orang mengenakan pakaian hitam, dan suasananya suram. Mereka menatapi dua batu yang ujungnya seperti penghapus pensil. Tertulis nama kakek nenek nya disana, gadis itu masih bingung. Ada apa ini? Kenapa semuanya sedih? Dimana kakek dan nenek? Sang gadis hanya diam sambil menatap orang tuanya polos, ingin bertanya, tapi dia masih tau sopan santun, dia pendam rasa ingin taunya, sampai langit menghitam pertanda hujan akan turun. Semua yang merasakan bajunya basah segera pergi bubar tapi anehnya hujan itu tak membuat baju gadis itu basah. Seakan tak ingin membuat sang gadis sakit akibat dinginnya air mata sang langit. Dia berdiri sendirian disana. Semua memanggilnya untuk segera berteduh, tapi sang gadis masih terfokus pada 2 batu mirip penghapus pensil didepannya ini.

Kini ia tau kenapa ada batu itu disana.

"Ke-kenapa...? Hiks!.. Ayah.. Ibu.. a-aku.." dia menangis sejadi-jadinya. Umur lima tahun bukanlah masa bayi lagi, dia mengerti semuanya, sebab akibat, hidup mati, baik buruk, karma, semuanya.

"Hei." dia mendengar ada orang yang memanggilnya, tapi tak dihiraukannya. Orang itu kembali menguncang bahunya, sang gadis menghapus air matanya kasar. Menatap orang itu datar, sangat datar, air matanya tak tumpah lagi. Menyebabkan matanya sembab karna menangis cukup lama. "Kamu kenapa menangis disini?" tanya orang itu, sang gadis memperhatikan pakaian orang itu, anak SMA ya.. Pikirnya. "Kau mau apa?" orang itu tersentak sejenak, gadis dihadapannya ini tidak memanggilnya embel-embel 'kakak' seperti anak kecil lainnya, sangat datar, dan tegas. "Kakak tanya, kenapa kamu nangis disini?" tanya nya lembut, sang gadis dihadapannya menatapnya datar, lalu membuang muka. "Bukan urusanmu, lebih baik kau menyelesaikan tugasmu yang menumpuk itu." orang itu terkejut lagi. Anak usia lima tahun ini sangat berani mengatakan kenyataan. Tugasnya memang menumpuk. Apa dia bisa membaca situasiku?

"Bagaimana kamu tau kalau kakak punya tugas menumpuk?" tanya nya bingung, sang gadis tak menjawab, langsung melangkah pergi. "Hei!" orang itu makin penasaran saat sang gadis melangkah pergi. Dia memegang tangannya membuat sang gadis menatapnya marah. "Lepas!" ucap sang gadis, orang itu tak melepaskannya. Dia membungkukkan badan menatap sang gadis yang merasa takut. "Tenang saja. Katakan apa yang terjadi." sang gadis kembali menangis, teringat semua keluarganya sudah tak ada lag.

Apa aku bisa mempercayai orang ini? Bagaimana kalau dia membunuhku?

Orang itu tersenyum tipis, melonggarkan pegangan tangannya lalu memegang pundak gadis itu. "Katakanlah." ucapnya lembut, gadis itu langsung menangis deras, menjelaskan dengan suara bergetar, seperti mempercayai orang yang baru saja ia anggap jahat. "O-orang tuaku.. Su-sudah.." ucapnya terbata, orang itu masih menunggu.

Persetan dengan tugas, dia harus menolong anak ini. "Me-ning-gal.." dia menghapus air matanya kasar, menatap orang didepannya yang syok mendengarnya, tatapannya datar. "Kau juga mau membunuhku?" tanya sang gadis, orang itu tersadar, menggeleng, tapi dipotong sang gadis. "Oh, tentu saja." dia tertawa hambar, orang itu semakin merasa iba. "Kau mau membunuhku, apa lagi yang bisa aku harapkan dari diriku ini? Tak punya orang tua, kerabat sudah mati semua." dia kembali tersenyum kecil, lalu tertawa kembali. "Benar, lebih baik aku menyusul mereka disana." gadis itu menatap bintang dilangit malam.

Orang itu berdiri, membawa sang gadis berlari. Sang gadis yang bingung malah menurut, mereka sampai disebuah rumah.

"Val! Val!" panggil orang itu, orang bernama Val muncul dari pintu.

"Kenapa, Rav?" tanya Valdo.

Raven menunjuk gadis disebelahnya dengan dagu, Valdo mengernyit. "Dia yatim, Val." Val yang mengerti langsung menarik gadis itu masuk bersama Raven dibelakangnya.

"Bunda! Bunda Yian!" panggil Valdo, seorang wanita yang merasa dipanggil pun datang dari dapur. "Ada apa, Val?" tanya Yian, Valdo menunjuk gadis itu. "Anggota baru, Bun," ujarnya nyengir, Yian tersenyum lebar, menatap gadis yang digandeng Valdo.

"Siapa namamu, Nak?" tanya Yian.

Gadis itu bingung, terdiam sebentar lalu berucap pelan. "Pearlyn." ucapnya, Yian mendekatinya lalu membungkuk mensejajarkan tingginya dengan Pearlyn.

"Pearlyn, namamu cantik." puji Yian, Pearlyn mengangguk lalu tersenyum tipis.

Manis sekali anak ini! Batin mereka bertiga bersamaan.

Bagaimana tidak? Senyumannya sangat manis, membuat orang-orang yang melihatnya seperti mendapat energi baru.

"Nah, kamu mau dipanggil apa?" tanya Yian lagi. "Pearl saja." jawabnya cepat, wow.

"Kamu akan tinggal disini mulai sekarang. Nak Raven, kamu mau menginap?" Raven menggeleng, tersenyum, "Tidak, Bunda. Tugas numpuk, tolong jaga dia ya." Raven bergegas pergi. Meninggalkan mereka bertiga.

"Nama bunda, Bunda Yian. Panggil saja Bunda. Kakak itu namanya Valdo." Yian menunjuk dirinya sendiri dan Valdo. "Yang tadi siapa namanya?" tanya Pearlyn, "Yang tadi? Kakak yang membawamu kesini?" Yian melirik Valdo, Valdo mengatakan nama 'Raven' dengan pelan. "Oh, namanya Raven. Sekarang kamu mandi dulu ya? Lalu makan dan tidur. Ini sudah larut."

Pearlyn mengangguk saja. Dia merasa dia lebih baik berada disini daripada dijalanan sana tak ada kerjaan. Setelah semua selesai, dia berbaring dikasur sebelah orang yang Yian bilang bernama Vidya, umurnya 8 tahun, lebih tua dari Pearlyn. Pearlyn menatap langit-langit kamar, merenung, tapi karna lelah dia tertidur.

Sejak kejadian itu, Pearlyn tak pernah mendapat kabar dari Raven. Raven saja sudah hampir tidak pernah kesini lagi. Yian bilang Raven sudah pergi keluar kota melanjutkan pendidikannya disana.

Pearlyn juga bersekolah, sekolah yang sama dengan anak-anak panti lainnya disini. Disini hidupnya menjadi lebih berwarna, banyak orang dan candaan setiap harinya. Mereka semua juga sekolah ditempat yang sama. Sampai mereka lulus kuliah ditempat yang sama juga dan bekerja. Bakat mereka berbeda-beda, makanya mereka berpencar mencari pekerjaan didaerah lain. Mereka pamit dengan anak-anak panti lain, juga Yian. Berpisah melanjutkan hidupnya.

Dua puluh tahun kemudian..

"Ck!" desis seseorang.

seorang pria berkepala tiga itu menopang kepalanya diatas meja, pekerjaan perusahaan nya makin banyak saja, banyak pesanan, papan untuk promosi, iklan, dan bahan yang dibutuhkan.

"Pak direktur, anda memiliki tamu." ucap karyawan nya membuka pintu. "Suruh dia menunggu sebentar." jawab orang yang dipanggil pak direktur itu tanpa mengangkat kepalanya. "Tapi pak, dia bilang dia adalah kerabat bapak."

Kerabat?

"Suruh masuk," ujarnya menaikkan kepala, "Baik." karyawan itu berkata pelan pada tamu itu, "Nona, anda boleh masuk."

Tamu itu masuk, menunjukkan senyum lebarnya. "Hai, Raven." sapanya.

DEG.

Tunggu, kenapa aku merasa dêja vû pada senyuman itu? Ah tidak-tidak.

"Maaf, anda siapa ya?" tanya Raven, ya, pak direktur itu adalah Raven. "Kau tak mengingatku?" ucapnya datar.

Datar? Hei, hanya satu orang gadis yang bersikap datar padanya. Gadis yang dia temui dua puluh tahun lalu. Apa jangan-jangan...

"Pearl?" tanya Raven memastikan. Pearlyn tersenyum lebar, mendekati Raven, "Ya, ini aku. Pearlyn. Bocah yang dulu kau titipkan pada Bunda Yian," ujar Pearlyn nyengir.

"Terkejut?" yang benar saja, tentu saja Raven terkejut! Sekarang Pearlyn sudah besar dan makin manis. Rambutnya panjang sampai kebawah rok. Berbeda dengan rambutnya yang hanya berkisar seperempat punggung nya dulu.

"Aku bukan bocah lagi. Apa kabar?" Raven masih diam membeku, "Baik." Pearlyn menyerahkan satu map pada Raven yang diterima dengan senang hati oleh Raven.

"Ini...?" Raven menatap Pearlyn lama, lalu tersenyum.

"Pak Raven, saya ingin menjadi karyawan anda, diperusahaan ini," ujar Pearlyn sopan.

Raven mengangguk sopan. "Anda diterima, Pearlyn Verrison."

Akhirnya, mereka bertemu kembali.

***END***

Ya! Hai lagi bersama Vanne. Aku lumanyan bingung gimana buatnya biar Si Pearlyn nanti membantu Raven. Akhirnya jadi begini, lah.

Pengin nya sih buat perusahaan Raven bangkrut lalu ditolong sama perusahaan nya Pearlyn. Tapi aku kayaknya udah sering liat yang begituan, jadi bosan, makanya buat yang beginian.

Siapa nih, yang nge-ship Ravearl diawal? :v mungkin gak banyak, soalnya gak dikasih tau namanya.

Thank you for reading.

See you next time!

Love Rainbow🌈, Vanne💕





Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top