Sekantung Apel

Quest 12 : Buatlah tokoh utama menjalani kehidupan seperti biasa. Pertemukan tokoh utama dengan seseorang(lawan jenis) yang menarik perhatiannya. Sajikan adegan yang canggung saat bertemu.

***

Terlepas dari ekspedisi ilegal beberapa hari lalu, dan aku juga sudah mengantongi letak markas para bandit itu, kehidupanku beralih seperti biasa lagi.

Sekarang aku berada di pasar. Untuk berbelanja, tentu saja. Jangan berpikir aku akan mencuri lagi. Sebab kemarin Theron sempat memberiku sejumlah uang. Aku yang tidak suka dikasihani sudah menolaknya, tapi ia memaksa. Aku tidak paham bagaimana uangnya bisa ada di atas mejaku.

Omong-omong soal Theron, anak itu sedang pergi sekarang. Entahlah, tampaknya ikut ayahnya untuk mengurusi bisnis atau apalah itu.

Dengan keranjang buah di tangan, aku menyusuri pasar berniat untuk membeli buah. Tumben sekali hari ini aku memakai gaun coklat sederhana selutut, sepatu bot pendek, dan rambut kepangan dua.

Bukan aku, tapi roh para kupu-kupu yang melakukannya. Sekilas, aku tampak seperti gadis desa baik-baik yang cantik dan manis, tapi jangan lupakan tragedi mencuriku di pasar. Para pedagang masih mengingat dan menyimpan dendam padaku.

"Bibi, berikan aku sekeranjang apel," kataku yang berhenti di salah satu kios buah sambil menyodorkan keranjang.

Si bibi penjual menatapku tak suka. "Jangan minta padaku, palak saja pedagang lainnya!"

Aku yang sejak awal berniat baik menjadi tersulut emosi mendengarnya. "Aku ingin membeli, bukan meminta!"

"Cih, anak sepertimu memang mampu membelinya? Kau hanya bisa mencuri!"

Sebelum aku sempat membalas dengan kata-kata pedas, bibi itu lebih dulu berteriak, "Tolong! Tolong! Si gadis hina mulai mencuri lagi!" dan membuat seluruh atensi pasar teralih padaku.

Apa-apaan?!

Tiba-tiba, seorang pria tua mendorongku dari belakang, membuatku terantuk pada meja kios. "Pergi saja kau! Enyahlah! Seharusnya kau berterima kasih pada sepupumu yang sudah menyelamatkanmu waktu itu! Dasar tidak tahu balas budi!"

Ah, masalah ini lagi.

"Aku ke sini untuk membeli apel!"

"Mencuri maksudmu?" timpal seorang wanita tua. "Memangnya—"

"Ada apa ini?"

Seorang pria (setinggi Theron, mungkin?) datang menghampiri. Ia mengenakan jubah putih khas kerajaan, bersurai coklat, beriris biru, dan ada pedang terikat di pinggangnya, . Pertama kali melihatnya, aku langsung tahu ia adalah ksatria kerajaan.

Tapi sepertinya ia baru di sini, mungkin?

Ia menoleh, memandangku seolah kami adalah sohib lama. "Ah, kau. Sepupu Nona Tabib Kerajaan, bukan begitu?"

Aku tak membalas.

"Gadis ini mencoba mencuri lagi, Tuan Helios. Tangkap saja ia!"

Aku mendelik. "Aku tidak—!"

"Begitu, ya? Sayang sekali aku tidak bertugas hari ini, jadi tidak bisa melakukannya." Orang bernama Helios itu tersenyum, entah mengapa mendadak pipiku memanas melihatnya. "Tapi, Bibi, aku tidak bisa mendeteksi niat jahat darinya. Kurasa ia bermaksud baik."

"Tapi, Tuan—"

Dengan tangannya, Helios mengambil keranjang milikku dan memenuhinya dengan apel, lalu mengembalikannya lagi padaku. "Bayar."

"Dia mana mungkin bisa membayarnya—" Si bibi tampak meremehkanku, jadi kutempelkan saja satu lembar uang dengan nominal paling tinggi ke wajahnya. Persetan dengan kesopanan.

"Tidak mungkin," katanya tak percaya. Helios bahkan sempat terkejut dengan uang yang kuberikan. "Kau pasti mencuri."

Karena tidak ada gunanya menjelaskan, kuputuskan untuk mengabaikannya. "Simpan saja sisanya serta pemikiran bibi itu."

Setelah itu aku beranjak pergi. Baru beberapa langkah, aku menyesali tindakkanku barusan.

Sial, seharusnya aku masih bisa beli empat keranjang besar buah lagi.

Aku berencana untuk keluar pasar jika saja tidak ada tangan yang menariku tiba-tiba. Aku benci bagaimana diriku tidak memberontak ketika tahu bahwa Helios-lah yang menyeretku. Kami melewati jalan sempit di antara bangunan dan sampai di bagian belakangnya yang menghadap sawah. Siluet istana tampak kecil dari sini.

"Ada apa?" tanyaku tak acuh. Kalian harus tahu betapa hebatnya diriku yang bisa menyembunyikan rasa berdebar dan canggung yang kualami sekarang. "Jangan buang waktuku percuma."

Melihatnya yang menggaruk tengkuk dengan kikuk membuatku ingin melepas tawa. Astaga, dia lucu sekali.

"Ini." Ia menyodorkan kantung plastik berisi. Saat kutengok, ternyata beberapa jenis buah. "Bibi tadi menyesal sudah beranggapan buruk. Ia menitipkan permintaan maaf."

Aku bergumam singkat. "Tidak apa."

Ya dewi, uangku terbayarkan. Rasanya aku ingin lari ke kuil sekarang juga.

"Ini saja, kan? Aku harus pulang."

"Tunggu, satu hal lagi," cegahnya sebelum aku benar-benar berbalik. Kuekspresikan tanda tanya dengan wajahku.

"Namamu?"

"Tanya saja pada bibi tadi."

"Tapi aku ingin mendengarnya darimu."

Kupalingkan wajah sambil menahan senyum. "Namaku Olita."

Aku langsung beranjak tanpa menoleh ke belakang karena enggan menunjukkan wajahku. Namun, di belakang terdengar ia berseru, "Namaku Helios!"

Selepas bergegas keluar dari jalan sempit itu, aku bersender pada salah satu bangunan. Wajahku memanas dan aku tidak bisa lagi menahan senyum lebarku untuk terbit. Sampai orang yang berlalu-lalang menatapku heran.

Kemarin elf, sekarang seorang ksatria. Apa besok kau akan menyukai raja, Olita?

Aku berjalan menuju rumah dengan rasa menggelitik di perutku. Tampaknya dunia semakin gila setiap harinya.

***

733 words
Nichole_A
wga_academy

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top