Kembali Pulang

Quest 10 : Lanjutkan perjalanan hingga menuju ke sebuah padang rumput terbuka. Ternyata ada empat batu yang bersusun. Jika susunan batu pas, maka akan terbuka sebuah portal sesuai keinginan penyusun batu. Gunakan ini sebagai alternatif untuk kembali ke dunia masing-masing.

***

Kami betul-betul merasa lega ketika monster berkepala enam itu berhasil ditumbangkan.

Demi menghilangkan kecurigaan para penjelajah yang datang lain kali, kami membersihkan tempat dari darah si monster. Aku juga ikut membantu menumbuhkan rerumputan liar yang sempat terbakar. Intinya, kami membuat tempat itu tampak seperti sediakala.

Theron sudah tampak baikkan. Aku lebih dulu menolongnya sebelum udara beracun tersebar dalam tubuhnya.

Kematian monster itu seperti berkah bagi kami. Kami sempat berkemah satu malam dan berpesta dengan hasil buruan kami. Walau rencana pembunuhan monster sempat melenceng dan di luar dugaan karena ada yang mengacau, pada akhirnya kami bisa membereskannya. Tidak ada korban, itu poin pentingnya. Yah, walau ada beberapa yang terluka.

Keesokan harinya, kami semua melanjutkan perjalanan. Kami menuju padang rumput terbuka untuk kembali pulang seperti yang diceritakan oleh salah satu kapten. Dan benar saja, ada mimbar batu berbentuk lingkaran di depan sana. Saat kami dekati, rupanya itu bukan sembarang mimbar. Ada empat ukiran panah sesuai arah mata angin, dan ada empat buah batu magis bercahaya seukuran telapak tangan di antara panah itu.

Sebelum benar-benar kembali, kami saling berpamitan. Walau aku masih sungkan dan canggung dengan mereka, tetap saja aku menghormati dan mengagumi mereka. Kenangan satu hari bersama mereka tidak akan bisa kulupakan.

Hingga tiba gilirannya aku berpamitan dengan elf yang kukagumi itu. Aku tersenyum cerah sambil menjabat tangannya. Dan ekspresi malunya saat melihatku yang kagum membuatku tersenyum geli.

Sebelum dia kembali ke rombongannya, kusempatkan diri bertanya sesuatu.

"Kak," panggilku dengan sopan. "Boleh aku tahu namamu?"

Elf itu tersenyum. "Silviu."

Hatiku berdesir.

Setelahnya, ia kembali ke rombongannya.

Ini agak menyedihkan, karena teman-teman yang baru kukenal harus kembali ke dunianya masing-masing. Entah kerasukan apa, tetapi Kapten Roux meminta agar regu kami pulang diurutan terakhir.

Dan tibalah giliran kami. Tak lupa membawa kepala monster yang sudah dikalahkan, kami berenam menaiki mimbar batu itu. Salah satu anak buah Kapten Roux memindahkan batunya di ukiran panah arah mata angin. Walau aku tak paham bagaimana cara kerjanya, aku diam saja memperhatikan.

Tepat setelah batu terakhir diletakkan, mimbar bercahaya. Detik selanjutnya kami tersedot entah ke mana. Melintasi ruang dan waktu, melewati antar dimensi, membuat organ tubuhku terasa seperti diaduk-aduk. Aku mual.

Kami sampai. Teleportasi membuatku terhuyung dan jatuh ketika mendarat. Detik selanjutnya, tanpa ragu kumuntahkan semua isi perutku.

***

374 words
Nichole_A
wga_academy

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top