🔸️ 12 | The Finale [END]

"Siapa?"

Aileen tersenyum dengan santai, "Aku."

Alvin melebarkan matanya, dengan segera dia mencengkram kedua bahu adiknya, "Jangan bercanda! Siapa yang melakukannya, Aileen?"

Aileen tersenyum, "Aku yang melakukannya. Dia yang meminta."

Alvin melepaskan cengkramannya, dengan sebelah tangan dia mengusak wajahnya sendiri sambil membelakangi adiknya, kekonyolan macam apa lagi ini? Wajahnya dia dongakan ke atas, melihat langit-langit kamar. Dia tidak bisa berpikir dengan normal.

Rencananya tadi, dia meminjam sepeda temannya untuk kembali ke rumah, mengambil barang yang tertinggal di rumah. Tetapi, saat dia melihat pintu kamar bawah terbuka dan ada suara Aileen di dalam, dia memilih untuk menunda mengambil barang dan menguping perkataan Aileen. Tidak disangkanya, sang adik tahu kalau dia menguping dan kejutan bertubi-tubi menghantamnya.

"Tolong jangan bercanda, katakan yang sebenarnya, Dek!"

"Itu aku. Harus berapa kali aku mengungkap kebenaran?"

Alvin berbalik, wajahnya kehilangan harapan dan emosi meluap-luap, "Kenapa? Kenapa, Aileen?!"

Aileen menyeringai, "Dia yang meminta, aku mengabulkannya. Abang tidak perlu tahu lebih jelasnya."

"Gila kamu." ucap Alvin dengan bengis.

"Terserah Abang mengataiku seperti apa. Tetapi, satu hal, karena Abang telah mendengar kebenarannya, Abang harus berteman dengan kesayanganku."

Alvin menatap horor benda yang dikeluarkan oleh Aileen dari saku bajunya, sebuah pisau silet.

"Kau gila?! Lepaskan pisau itu sekarang!" racau Alvin sambil menunjuk pisau silet tersebut.

Slash

"Ups! Sepertinya, dia senang berteman denganmu, Bang. Ah, jika Bunda tahu tentang ini, Abang tahu apa yang akan dilakukannya, bukan?"

Alvin mengecilkan pupil matanya, dia tidak tahu seberapa banyak rahasia yang ditimbun oleh Aileen sekarang. Dia segera keluar dari kamar tersebut dan bersandar pada dinding. Apa yang akan dia lakukan untuk sekarang?

Alasan dimana Aileen amnesia karena kelelahan belajar setelah ujian adalah alibi untuk Aileen saat itu. Karena, ketika Vanessa meninggal dan ditemukan di belakang sekolah dalam keadaan tidak bernapas, Aileen yang paling merasa tertekan. Dia tidak mengikuti prosedur pemakaman adiknya itu, hanya mengurung diri berbulan-bulan di dalam kamar sambil melihat langit dari luar jendela.

Dia menjadi jarang makan, makan disaat dipaksa itu juga hanya beberapa suap. Minum ketika dipaksa, setiap malam menangis tersenguk-senguk sampai akhirnya lelah dan tertidur dengan mata sembab. Belum lagi, tiba-tiba meracau dengan keras sampai Alvin kewalahan meredakannya. 

Setelah berbulan-bulan, Aileen tumbang, dia pingsan di dalam kamar. Ayah langsung membawanya ke rumah sakit. Aileen tidak bisa mengingat apapun saat itu dalam pengakuan sang dokter yang menanganinya. Sang dokter mengatakan kalau dia merasa tertekan sampai depresi dan akhirnya melupakan kejadian yang membuatnya tertekan seperti itu.

Itulah alasan kenapa Ayah, Bunda dan Alvin berbohong selama ini. Mereka tidak mau lagi melihat anak bungsu tersebut meraung dalam kesedihan.

Tetapi, ketika mendengar faktanya, Alvin tidak bisa melakukan apapun. Dia ingin membalas dendam kepada pelaku pembunuhan adiknya yang tidak bisa ditemukan oleh polisi saat itu. Saat dia telah menemukannya, di depan matanya, dia tidak bisa melakukan apapun. Rasanya, seluruh sendi tubuhnya menjadi lemas tak berdaya.

Dia harus melakukan sesuatu. Dengan catatan, Aileen harus tetap hidup.

Tiga bulan kemudian, Alvin mengunjungi salah satu Pusat Rehabilitasi Anak yang telah didatanginya selama sebulan.

"Aileen, gimana kabarmu, Dek?" Alvin berucap saat melihat sang adik sekarang terlihat lemas tak berdaya, tapi, apa boleh buat, ini adalah jalur terbaik yang harus dia jalankan. Dia menjebak Aileen untuk memasukkan sang adik ke dalam Pusat Rehabilitasi Anak, agar sang adik bisa berpikir dengan jernih. Walaupun, Alvin tahu terdengar mustahil. Tetapi, dia tidak menyerah untuk berharap.

Dia tidak bisa merencanakan pembalasan dendam kepada pelakunya yang ternyata adiknya sendiri. Dia tidak bisa membiarkan sang adik dibawa ke polisi untuk membongkar kembali kasus pembunuhan Vanessa yang telah ditutup oleh pihak kepolisian.

Dia tidak bisa mengatakannya kepad Ayah dan Bunda, bukan karena dia takut kepada pisau silet Aileen. Melainkan, dia tidak bisa kehilangan adiknya lagi. Sudah cukup dengan kepergian Vanessa.

Sejahat-jahatnya Aileen, dia masih adik yang Alvin sayangi sejak kelahiran gadis tersebut.

"Baik, seperti yang Abang lihat."

"Adek jadi kurus."

"Ayah dan Bunda tidak ikut?" tanya Aileen dengan tenang.

"Tidak. Mereka ada urusan mendadak yang harus diselesaikan. Abang kangen dengan Adek, makanya Abang datang."

"Seharusnya, kalian meninggalkanku saja."

Alvin menggeleng, dia harus menerima dengan lapang dada kepergian Vanessa agar adiknya yang satu itu bisa tidur dalam damai sekarang, "Tidak akan. Aileen itu adeknya Alvin. Dan, Bang Alvin tidak akan meninggalkanmu di belakang."

"Mau jalan-jalan dengan Abang?" tawar Alvin dengan hati-hati. Aileen menatap Alvin dengan tatapannya yang terlihat lemas, "dokter mengatakan Adek ada perkembangan untuk sembuh. Abang bisa meminta kepada dokter. Kita hanya akan jalan-jalan di taman belakang ini saja."

Aileen tersenyum tipis, "Ayo, Bang. Aileen ingin jalan-jalan."

End

Yeayyyyy, akhirnya tamat dengan estetik.

Aku mohon maaf sebesar-besarnya jika aku melakukan kesalahan baik disengaja maupun tidak.

Ini seharusnya harus siap kemarin, tetapi aku tidak sanggup menyelesaikannya. Karena, kemarin benar-benar banyak acara yang berdatangan.

Untuk kalian semua, tetap jaga kesehatan, jangan lupa minum air, jangan sampai sakit, tetap jaga pola makan, tetap bahagia, sering olahraga.

Aku akan kembali, tidak akan lama. Karena, aku sedang merencanakan sesuatu untuk memberikan kalian referensi untuk dibaca lagi.

Sekarang, aku fokus istirahat sebentar sambil menyimpan draft untuk dipublikasi kepada kalian semua.

See you again ^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top