🔸️ 07 | Fam Shopping

Aileen meloncat kegirangan sambil keluar dari rumah, segera masuk ke dalam mobil, di dalam sudah ada Alvin yang sibuk sendiri dengan ponselnya. Aileen melihat dari kaca depan mobil, Ayah dan Bunda keluar bersamaan dari pintu dengan pakaian rapi tetapi, terkesan kasual.

Bunda masuk dan melihat ke arah belakang, "Tidak ada yang tinggal lagi, kan?"

"Tidak ada, Bun." ucap Aileen dengan santai. "Abang sudah di dalam, kok, Bun. Jadi tidak ada lagi yang ketinggalan."

Alvin berdecak kesal, "Lupain kejadian itu, dek. Itu sih siapa suruh langsung kunci pintu, padahal Abang masih di dalam?"

Bunda tertawa renyah saat mendengar penuturan anak sulung, diikuti dengan Aileen yang juga sama.

"Ada apa ini? Kok pada senang?" tanya Ayah yang baru masuk ke dalam mobil setelah mengunci pintu rumah.

"Ayah ingat yang Abang terkunci di dalam saat mau ke pesta?" tanya Aileen dengan tawa yang terselip.

Ayah tergelak, "Abang ada di sini, kan? Tidak terkunci di dalam lagi, kan, Dek?"

"Abang di sini, Yah." ucap Alvin yang mengundang ketawa Bunda menjadi lebih keras.

"Malahan dia yang pertama, Yah. Kapok dikunci." Aileen berucap sambil menyapu tangannya di ujung mata yang terlihat berair. 

Sekeluarga keluar dari rumah untuk menghadiri pesta kerabat. Aileen yang bertugas mengunci pintu. Saat semuanya sudah di mobil, Alvin tidak ada sukses membuat mereka kelimpungan mencari anak sulung. Tapi, saat mendengar pintu rumah digedor dari dalam, semua anggota keluarga was-was awalnya, Ayah bahkan siap untuk memukul pelaku tersebut dengan sepatunya.

Saat dibuka pintunya, muncul Alvin dengan wajah marah karena, ditinggal. Alvin ke toilet saat itu, dan ketika keluar melihat seluruh rumah telah gelap, dia tahu dia akan ditinggal.

Malangnya nasib Alvin.

Dari situ Alvin selalu masuk duluan ke mobil.

"Ayah, jalan." ucap Aileen dengan senang. Keluarga sedang memilih untuk belanja bulanan hari ini. Pasokan makanan sudah menipis dan anak-anak ribut tidak ada stok jajan di rumah.

"Yeay! Belanja!" pekik Aileen sambil keluar dari mobil. Dia selalu senang jika diajak belanja oleh Bunda. Karena, dia mendapatkan apapun yang dia inginkan selama itu berguna.

"Astaga, si Adek bikin malu." desis Alvin saat melihat kelakuan sang adik yang telah masuk ke dalam supermarket dengan troli besar di depannya.

Ayah ketawa, "Namanya juga anak Ayah. Kamu anak siapa?"

"Gak tahu. Anak tetangga Pak Mail kali." ucap Alvin asal.

"Ya sudah, nanti Bapak kembalikan kamu ke Pak Mail atau mau naik taksi pulang?"

Alvin langsung memberikan raut datarnya, "Bercandanya enggak lucu, Ayah."

"Kamu juga sama, enggak lucu. Jelas-jelas, Alvin itu anak Ayah, Ayah yang lihat kamu di rumah sakit saat Bunda lahirin Abang."

Alvin menyengir, tidak mau diperpanjang lagi, atau sesi belanja bulanan berubah menjadi sesi ceramah Ayah. Lalu, bersama Ayah, Alvin memasuki area supermarket, menyusul kedua perempuan yang telah menjelajahi isi bangunan tersebut.

"Bunda, Aileen mau ini. Boleh, ya?" tanya Aileen sambil menyodorkan bungkusan di depan wajah Bunda.

"Apa itu, Dek?"

"Eum ... katanya biskuit impor dari luar. Boleh, ya, Bun?"

"Adek yakin mau makan?"

Aileen mengangguk langsung tanpa berpikir, "Mau, Bun. Aileen pernah lihat ada yang makan ini di sekolah."

"Ya sudah, letakkan di troli."

Aileen menyengir lebar, "Terima kasih, Bunda."

"Biar Abang yang dorong trolinya, Bun." ucap Alvin dari belakang dan mengambil alih troli tersebut. Bunda tersenyum lembut, merasa senang ketika anaknya berinisiatif membantu.

"Siapa yang meletakkan mi kesukaanku di paling atas, sih?" Aileen menggerutu sambil meloncat di depan produk yang dipajang, demi apapun, kenapa sulit sekali untuk mengambil bungkusan mi di atas sana?

Sret

"Ini?"

Aileen menghadap ke pelaku yang mengambil mi kesukaannya, "Iya."

"Oh, ambil sendiri." ucap Alvin -pelaku yang mengambil bungkusan tersebut- meletakkan bungkusannya kembali ke tempatnya.

"Ish, Abangggggg. Ambilin."

"Ambil sendiri." ucap Alvin dengan raut tidak minat, dia mengambil bungkusan mi kesukaannya sendiri di bawah.

Aileen menghentakkan kakinya, "Kenapa punya Abang di bawah, punyaku di atas?"

"Tandanya, Adek gak boleh makan lagi."

"Tapi, mau ituuuuuu." Aileen menunjuk incarannya.

"Ya, ambil sendiri." ucap Alvin dengan santai.

"Astaga, gak sampai. Ambilin, Bang." pinta Aileen dengan mata berbinar.

"Makanya tinggiin badannya. Dosa mulu yang dikumpul." Alvin berucap sambil mengambil lima buah bungkusan mi kesukaan adiknya dan dimasukkan ke dalam troli.

Sang adik tercengir, "Sayang Abang banyak-banyak. Sekarang, ayo, Bang, Bunda minta diambilin beras tadi. Aileen gak sanggup, jadi, Abang yang ambil."

"Enak banget hidupnya, Abang mulu perasaan yang kena." bisik Alvin dan mendorong troli untuk mengambil beras.

"Bang, Aileen dengar."

"Tahu. Adek kan gak budeg."

Sudah, jangan dilanjutkan, nanti semakin panjang seperti rel kereta api.

Setelah dua jam tadi putar mencari kebutuhan rumah dan Ayah yang sedikit meratapi total belanjaan tersebut, tetapi hanya sebentar, Ayah kembali mengajak mereka untuk makan di luar. Walaupun, Bunda sudah melarang dan menyarankan untuk makan di rumah seadanya saja.

"Tidak apa-apa, Ayah kerja sana-sini untuk kalian. Duit bisa dicari lagi, tapi kebahagiaan yang kita dapatkan hari ini sangat langka, Bunda."

Bunda mengalah karena, Ayah berucap manis. Kedua anak mereka tentu saja lebih bahagia karena dapat makan diluar.

Aileen terantuk-antuk di dalam mobil, lelah setelah berkeliaran di dalam supermarket dan makan dengan kenyang di dalam restoran cepat saji yang Abang pilih. Sesekali kepalanya terantuk ke jendela dan kembali bangun tetapi, sedetik kemudian memejamkan matanya dan berbalik posisi.

"Hey, Dek. Bangun. Gak boleh tidur di mobil." ucap sang Abang dengan santai menoel-noel pipi adiknya, gemas mau gangguin.

"Eung ... bentar aja, Bang. Aileen capek." racau Aileen dengan pelan lalu membalik posisi wajahnya ke arah kiri.

"Gak boleh tidur, Dek."

"Emangnya kenapa, Bang?" tanya Bunda yang menginterupsi Alvin.

"Ya, gak boleh, soalnya kan ada Abang. Abang mau gangguin Adek."

"Jangan digangguin adeknya, Bang. Sesekali sayang ke Adek. Lihat, tuh, kasihan si Adek tidurnya gak nyaman." ucap sang Ayah sambil mengemudi dan sesekali melihat ke belakang melalui kaca kecil di tengah.

Alvin berdecak, tetapi kemudian dia menyambungkan ponselnya ke alat pemutar musik yang terpasang di mobil dengan bluetooth, memutar lagu Still With You dari Eric Benet. Lalu, dia memindahkan posisinya menjadi lebih dekat dengan sang adik.

Dengan tangannya, dia menarik pelan kepala Aileen untuk bersandar di bahunya.

"Hanya sampai di pertigaan dekat rumah, setelah itu Abang bangunin." ucap Alvin yang diabaikan oleh kedua orang tuanya.

Karena, nyatanya Alvin membiarkan Aileen untuk memakai bahunya sampai di depan rumah.

Malahan, dia menggendong Aileen sampai ke tempat tidur. Saat Bunda bertanya, "Kok tumben gendongin Adek ke kamar?"

"Males bangunin. Abang nyesel gendongnya, si Adek berat. Rasanya mau nyeret ke kamar aja."

Dasar Abang tsundere.

To Be Continue

3 hari lagi, sudah mau deadline.

Gimana ini?

Ngebut?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top