🔸️ 05 | Aneh

Hey, hey, hey,

Yo.

Aileen segera mengemas kembali barang sekolah ketika lonceng sekolah berdentang kuat ke segala penjuru bangunan tersebut.  Dengan bersemangat, dia keluar dari kelasnya. Aileen akan menghemat uang jajannya untuk hari ini. 

Ingat bukan, Alvin yang menyogoknya dengan mentraktir sang adik di jam istirahat. Alvin tidak ingkar janji tentang itu. Karena, sekarang sang abang sedang bersandar di dinding kelasnya dengan tangan terlipat di dada. 

"Tumben Abang tepat janji." ujar Aileen sedikit menyindir Alvin. 

"Abang kan cowok, ya, harus pegang ucapan, dong, Dek." Alvin memiting Aileen main-main.

"Bang! Bang! Sesak, Bang! Lepasin kek." Aileen menepuk-nepuk lengan sang abang yang masih memiting leher Aileen.

Alvin lepasin dengan tawa jahat yang keluar dari bibirnya, "Lemah banget. Padahal, Abang gak beneran miting."

Aileen mendengus kesal, "Sesak, Banggggg." Aileen memukul lengan Alvin, balas dendam sang adik. Memang pitingannya tidak kuat, cuma Aileen kaget digituin langsung oleh Abangnya tanpa ada aba-aba sebelumnya.

"Nyenyenye, Abang mah cowok cemen. Sekarang, Aileen lapar, mau makan." ujar Aileen tanpa berpikir panjang langsung menarik lengan Abangnya ke kantin. Merasa de javu dengan peristiwa tersebut?

"Iya, Dek. Iya. Baksonya gak kabur, kok."

"Pelan-pelan, astaga, Dek! Abang hampir nabrak tiang."

Aileen tertawa puas saat melihat ke belakang dimana Alvin menetralisir jantungnya yang berdegup kencang. Karena, mukanya hampir diratakan oleh tiang keras itu.

Aileen melepaskan tautannya, melemparkan kekehan kecil tak berdosa ala anak-anak kepada Alvin sebelum berjalan ke arah kantin dengan lompatan kecil.

"Bu, mi baksonya satu, ya. Yang pedas." ucap Aileen dengan senyum ala iklan pasta gigi ternama.

"Sip."

"Berapa, Bu?"

"Sepuluh ribu, Kak."

Aileen mengangguk dan langsung tersenyum sumringah ketika melihat Alvin berjalan mendekat ke arahnya, "Bang, totalnya sepuluh ribu. Bayarin, ya."

"Iya, Dek."

"Wow, Vin. Tumben bareng adek?"

Aileen memasang wajah jutek, menelisik seorang pemuda yang berdiri di sebelah abangnya. Pemuda itu sepertinya dekat dengan Alvin, terbukti ketika pemuda itu tanpa canggung berbicara santai dengan saudara kandungnya.

"Iya, minta dijajanin." ucap Alvin.

Aileen memasang senyum kaku ke arah pemuda tersebut, lalu mengalihkan perhatiaannya kepada sang Abang, meminta penjelasan.

"Abang lupa. Dion Febrian, teman dekat abang, Dek."

Aileen membulatkan bibirnya, ternyata teman dekatnya. 

"Wah, lo lupa sama gua, Lin? Parah, padahal, dulu gua suka jajanin lo. Keknya lebih banyak dari abang lo ini."

Gadis dengan tinggi lima puluh enam senti itu mengerutkan dahinya.

"Sembarangan lo, Yon. Jangan dipercaya, dia baru pernah jajanin lo sekali, itu juga cuma bungkusan chiki doang."

"Ini, Kak. Mi baksonya." ucap sang penjaga kantin, menyerahkan semangkuk mi bakso panas ke tangan Aileen.

"Terima kasih, Bu. Bayarannya sama dia, ya. Bang, Bang. Dion, duluan, ya, Aileen duduk di sana."

"Oke, Dek. Hati-hati bawanya."

Aileen mengangguk dan menjauhi sepasang teman itu, tapi, sayup-sayup dia mendengar pembicaraan mereka.

"Tumben lo jajanin si Aileen?"

"Ya, kan, dia adek gua, Bambang."

"Nama gua Dion, bukan Bambang. Oh, ada yang jajanin adeknya rupanya? Kenapa? Karena, tinggal satu, ya?"

"Hush ... sembarangan lo kalau ngomong. Diem deh, gua mau makan gorengan."

"Beli aja kali. Gak bakalan gua traktir juga."

Aileen tidak berniat mendengar lebih jauh lagi. Karena, sepertinya tidak penting untuk didengar. Sekarang waktunya menikmati mi bakso.

"Kak Aileen."

Aileen mencari asal muasal suara tersebut, dan tersenyum bahagia saat melihat seorang gadis melambaikan tangannya dengan kaki yang terendam dalam air.

"Dek, kamu ...." kata Aileen yang berhenti ketika melihat sepasang kaki milik gadis tersebut bermain dengan air di kolam renang.

Mata hitam jernih gadis tersebut memancarkan kebahagiaan tidak terhitung.

"Iya, Kak. Aku bisa berjalan sekarang. Kakak senang, bukan? Akhirnya, Vanessa bisa berjalan, Kak."

Aileen terikut senyum, dia mengusap kepala gadis yang dia panggil 'Adek' tersebut, "Senang, Dek. Bang Alvin pasti senang kalau lihat Adek bisa berjalan seperti ini."

"Oh ya, Bang Alvin mana, Kak?"

"Di kamarnya palingan." jawab Aileen dan ikut merendamkan kakinya ke dalam air dingin, dan bermain dengan gadis yang bernama Vanessa tersebut.

"Dia sehat?"

"Sangat sehat, Dek. Bahkan, bisa memiting leher Kakak tadi pagi." keluh Aileen dan menggaruk lehernya sendiri, masih terekam jelas perilaku Alvin di benaknya.

"Bang Alvin selalu begitu, Kak. Ayah dan Bunda juga, bukan?"

Aileen mengangguk, "Tentu saja. Semuanya sehat, Adek juga sehat."

Aileen bisa melihat Vanessa tersenyum, tapi, senyumannya terkesan sendu. Matanya melihat riak air yang dibuat karena gerakan kakinya.

"Dek," panggil Aileen dengan pelan.

"Ya, Kak?"

"Adek ada masalah?"

Vanessa menggeleng, "Tidak ada. Adek pergi, ya, Kak. Titip salam sama Ayah, Bunda dan Bang Alvin. Katakan Vanessa juga kangen mereka."

"Adek mau kemana?" tanya Aileen saat melihat Vanessa bangkit dari duduknya.

"Pulang."

"Tapi, rumahmu di sini, Dek."

Dia bisa melihat Vanessa menggelengkan kepalanya, "Vanessa harus pulang ke rumah sebenarnya, Kak. Kak Aileen harus jaga diri, ya."

Aileen melihat sang adik dimakan oleh cahaya terang yang menyinarinya dari belakang. Aileen sempat melihat Vanessa tersenyum, senyum terindah yang pernah dia lihat.

"Maaf, Dek ...."

"VANESSA!"

To Be Continue

Hei, akhirnya aku update. Aku berencana untuk update selang-seling dengan Nginep. Kalau Our Tomorrow sih tetap daily.

Gimana?

Sudah mau akhir tahun, tinggal belasan hari lagi. Ayo sama-sama tabur kebaikan untuk menutup akhir tahun.

See ya ^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top