🔸️ 04 | Bulat
Silahkan dinikmati
Keesokan harinya
"Abanggggg,"
"Demi Tuhan, Dek! Jangan memancing emosi pagi ini!"
"Buruan! Aileen mau jalan pagi." rengek gadis yang siap-siap di depan teras rumah, kaus putih polos dengan jaket biru sebagai luarannya, dipadu dengan celana training yang sewarna dengan jaketnya.
Ditambah lagi dengan sepatu putih kesukaan Aileen.
"Sabar, Dek. Lagian kenapa, sih, tiba-tiba bilangnya mau jogging? Biasanya juga lebih milih tidur sampai jam enam."
Alvin menggerutu sambil memasukkan kaki kirinya yang terbalut kaus kaki ke dalam sepatu putih olahraganya. Karena, demi apapun di dunia ini, Adeknya sangat rewel di jam setengah lima subuh.
Alvin masih terlelap dalam tidurnya setengah jam yang lalu, dengan tidak berperikemanusiaan, sang Adek menyelonong masuk ke dalam kamarnya dan melompat di atas kasur hanya untuk membangunkan Alvin.
Yup, jangan lupakan teriakan khas Aileen seperti, 'Abang, ayo bangun. Temanin Aileen jalan pagi. Abanggggg.'
Alvin mengerjap matanya dengan cepat untuk menghalau peristiwa yang menimpanya setengah jam lalu.
"Sudah, Dek. Ayo jalan."
Aileen memekik kecil kesenangan dan tanpa sadar menarik Alvin sampai hampir terhuyung ke depan, untung tidak sampai terjerembab.
"Astaga, Dek! Hati-hati." ucap Alvin menyamai langkah kakinya dengan sang adik.
"Biarin. Abang lama."
"Cuma semenit doang."
Aileen mengabaikan jawaban sang abang, berlari kecil sambil berbalik badan, melihat sang abang yang berjalan santai sambil melihatnya dengan tatapan ketus, "Abang pemalas. Sesekali kita harus berolahraga, Bang."
Alvin memutar bola matanya malas, jengah mendengar perkataan basi sang adik. Katakan itu pada adiknya yang meraung kesetangan karena diajak jogging dua tahun yang lalu. Aileen tidak mau bangun, bahkan untuk membuka matanya saja enggan, berakhir dia memarahi siapapun yang mengacaukan tidurnya dengan mata terpejam.
Ibaratnya, dia ngelantur tak jelas sambil merem.
Korbannya, tentu saja Alvin.
Dari sana, Alvin kapok membangunkan adiknya. Hanya Bunda yang bisa membangunkan Aileen.
Aileen berbalik badan, dia menikmati aktivitas barunya. Sesuatu yang jarang melihat anak gadis ini keluar subuh untuk berolahraga.
"Bang,"
Alvin hanya berdeham menyahut, jarak yang tidak cukup jauh dengan posisi Aileen, dan percayalah anak itu akan tetap melanjutkan perkataan dengan atau tanpa balasan Alvin.
"Mencium bau bangkai gak, sih?"
Alvin refleks mengendus tiga kali dengan hidungnya, "Tidak ada bau apa-apa, kok, Dek. Hidungmu mampet kali."
"Ck. Sembarangan Abang kalau ngomong. Hidung Aileen enggak bermasalah, ya." Aileen menatap sinis sang abang yang berjalan ke arahnya. Aileen untuk memilih menunggu abangnya yang berjalan cukup lambat.
Maklum, sudah tua, batin Aileen gemas menyeret abangnya untuk lebih cepat.
"Coba cium lagi, deh, Bang. Beneran bau banget." desak Aileen dengan tatapan penuh membara kepercayaan.
"Bohong sekali lagi, Abang potong uang jajanmu."
"Enggak mungkin. Ayah tidak setega Abang yang nyaris tidak memberiku uang jajan empat hari ditinggal dinas."
"Bisa, dong. Abang dikasih titah untuk mengawasi Adek. Kalu nakal, uang jajan saja yang dipotong. Abang malas kasih hukuman."
Aileen menatap kesal, kenapa dia bisa dikasih abang seperti ini? Bisa ditukar tambah tidak dengan abang yang lain, yang lebih murah hati, sayang adek?
[Thank you so much to Pinterest]
[Visualisasi Alvin Hartono]
"Gak, Adek gak bohong."
Tanpa disadarinya, Aileen mengganti namanya menjadi adek. Dia gemas dengan perkataan sang abang.
Dengan patuhnya, Alvin mengendus lagi, benar saja, baunya terasa pekat di sini, "Bau bangkai." Alvin berbisik pelan.
"Nah, kan, Aileen enggak bohong."
"Iya, deh, Abang yang salah. Nanti mi bakso di jam istirahat."
Aileen langsung cengengesan, Aileen menarik kembali niatnya untuk menukar tambah pemuda lebih tua di depannya ini, ternyata sang Abang mentraktir dirinya.
"Call! Tapi, Bang, ini bau apa?"
Alvin menajamkan indra penciumannya, mencari asal muasal bau ini. Tanpa sadar, kakinya mendekat ke arah semak-semak di pinggir jalan kompleks, saat membuka celah semak-semak tersebut, Alvin mengangguk beberapa kali, dia paham kenapa ada bau di sini.
"Anak kucing kemarin ...." desis Aileen dengan tatapan mengiba di balik punggung tegap Alvin.
"Adek kenal anak kucing ini?"
Aileen mengangguk, menjelaskan apa yang terjadi kemarin malam saat dia selesai berbelanja singkat di minimarket terdekat.
"Pantasan mati, dikasih susu untuk manusia. Dia tidak kuat dengan susu itu, Dek." nasihat Alvin saat mendengarkan cerita singkat.
"Aileen hanya mau menolong, Aileen tidak tahu kalau tidak boleh dikasih susu." Aileen langsung menunduk, memainkan ujung tali sepatunya karena, posisinya berjongkok, melirik sekilas anak kucing yang terbaring tanpa nyawa di semak tersebut mengiba.
Alvin langsung paham dan segera menutur lagi, "Sudah, tidak apa-apa, bukan salah Adek juga sepenuhnya. Adek belum pernah memelihara kucing. Sudah, tidak apa-apa." Alvin menggendong kucing tersebut dan melirik kondisinya sekilas, sebelum berjalan kembali.
"Omong-omong, Abang lihat kaki kucingnya terluka membuat Abang ingat satu orang."
"Siapa?"
Alvin melirik sekilas ke arah adiknya dan melihat ke depan, "Dulu, ada anak perempuan yang lumpuh dekat dengan kita-"
"Kita? Maksudnya, Aileen juga kenal anak itu?"
Alvin terdiam, menyebabkan kesunyian datang di subuh itu, lalu menjawab, "Ya. Dia memakai kursi roda untuk berjalan. Tetapi, dia meninggal dunia akhirnya."
Aileen langsung terdiam, melihat wajah sang abang yang tampak berbeda dari sebelumnya, membuat dia sedikit sungkan untuk bertanya, tetapi, dia tetap akan bertanya daripada mati penasaran, "Kenapa?"
"Polisi bilang itu tindak bunuh diri. Sudah, dia pasti sudah tenang. Sama dengan kucing ini." ucap Alvin sambil melihat si kucing yang tidak lagi bernyawa.
"Mereka pasti sudah tidak kesakitan, kan, Bang?" tanya Aileen yang berhenti, begitu juga dengan Alvin.
Alvin tersenyum lalu mengangguk, "Iya, mereka sudah tidak kesakitan lagi. Ayo, pulang. Abang akan meminta bantuan pada Ayah untuk menguburkannya dengan benar. Sedangkan, kamu pergi mandi."
Semoga kamu tenang di alam sana, cing, Aileen tersenyum melihat kucing di dekapan Alvin.
Aileen mengangguk patuh dan beriringan pulang ke rumah dengan Alvin.
Pada akhirnya, aktivitas jogging itu berakhir tanpa ada setetes keringat, mungkin mereka tidak ditakdirkan untuk jogging.
To Be Continue
Gak terasa udah bulan terakhir untuk tahun ini. Tandanya, kalau Tin lagi-lagi dikejar oleh deadline.
Pasti siap pada masanya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top