1
Semua berawal dari hari ini...
Hari ini cerah seperti kemarin dan kemarin. Angin berhembus melalui celah jendela yang terbuka, mengayunkan gorden lembut menerpa salah satu perempuan yang tertidur di atas meja.
Meja kotak itu diisi oleh lima cewek yang melakukan kegiatan yang lumrah mereka lakukan dihari yang cerah maupun suram. Tidur dihari cerah memang suatu hal yang sangat nikmat sambil mendengar semilir angin menerbangkan rambut.
Seperti itulah yang mereka lakukan sejak memasuki gerbang sekolah beberapa menit yang lalu. Dan jika tidak ada kendala, misal guru masuk tiba-tiba. Kegiatan itu, akan berlangsung sampai jam istirahat.
"Bu, mereka tidak dibangunkan? "
Suara itu samar terdengar di gendang telinga masing-masing dari mereka. Tetapi, hal itu hanya dianggap angin lewat.
"Biarkan saja. "
---
Suara bel istirahat berbunyi, baru saat itu mereka berlima bangun dari tidur lelap mereka. Semuanya merentangkan tangan yang keram setelah menopang wajah agar tidak berkontak langsung dengan meja.
Salah satu dari lima cewek yang berkata sipit itu memandang sekelilingnya, terlihat seisi kelas memperhatikan gelagat mereka sejak bangun tidur.
"K- kenapa? " Tanyanya.
"Udah bangun, Para putri tidur. " Mendengar ucapan Salah satu teman sekelasnya, mereka berlima hanya bisa tertawa canggung.
"Ada guru yang masuk tadi? " Tanya salah satu dari lima cewek itu, pipinya yang sudah mengembang semakin menjadi-jadi saat tangannya menopang wajahnya.
"Ada! " Jawab seisi kelas serempak.
Mereka berlima memproses kalimat itu lambat, mungkin sebab otak mereka yang kering karena baru saja tidur.
Saat kalimat itu sudah mereka mengerti.
"Apa?! " Mereka berlima terperanjat di kursi masing-masing.
Seluruh teman sekelasnya tertawa terbahak-bahak, karena wajah mereka yang bangun tidur itu kaget sekaget-kagetnya. Ditambah dengan penampilan acak-acakan mereka.
"Enggak, kok. Ibu Rena cuma kesini buat ngadain remedial matematika. " Jawaban itu membuat detak jantung mereka berpacu perlahan kembali normal.
"Enak banget sih kalian, gak dibangunin sama ibu! " Kesal salah satu laki-laki dikelas yang terkenal sebagai amukan guru.
"Makanya otak juga harus mendukung. " jawab sarkas cewek cantik bermata panda itu.
"Wey, waktu makan tiba. " Ucap cewek cantik berkulit putih bermaksud mengajak keempat temannya.
"Siap! " Jawab yang lain menanggapi.
Akhirnya, mereka berlima berjalan menuju kantin mengisi perut yang kosong.
"Bude! Bakso nya lima, dibungkus ya... " Seru cewek bertubuh mungil itu terhimpit kawanan murid yang kelaparan.
"Qil, Teh es nya empat, emergen coklat satu! " Seru cewek berpipi chubby sembari melambai kearah temannya yang tidak terjangkau.
"Oke! "
Setelah pesanan mereka datang, mereka bergegas lari kearah belakang sekolah. Pergi ke tempat persembunyian yang hanya mereka berlima yang mengetahuinya. Lebih tepatnya, mereka yang membuat persembunyian itu.
Melalui kumpulan tanaman yang membuat sebuah dinding yang kokoh, mereka menerobos di sebuah celah dengan merangkak.
Butuh beberapa langkah sampai mereka melewati terowongan tanaman itu, tetapi dikerumuni tanaman yang memiliki celah kecil di segala tempat itu membuat angin mengelilingi badan mereka.
Sebuah pondok yang terbuat dari beberapa kayu yang di paku asal-asalan itu terlihat lumayan bagus untuk para orang yang baru pertama kali membuat sebuah properti.
"Akhirnya, rebahan di pondok emang yang paling enak dari di kelas. " Cewek berpipi chubby ini, Alicia Lullaby, cewek dengan segala kemalasan.
"Halah, gak dikelas gak disini, kamu kan emang doyannya tidur, Cil. " Celetuk cewek bermata sipit, Nara Hanifa, satu spesies dengan Alicia.
"Bukannya kita semua gitu? " Cewek bermata panda itu, Zahra Shafila, motivasi hidup belum ditemukan.
"Iya juga ya. " Setuju cewek berkulit putih, Ayla Agatha, pemarahnya kadang susah diredakan.
"Ayo makan, nanti keburu bel masuk. "Ucap cewek bertubuh mungil, Aqila, nonton anime selalu di hati.
Saat tengah asik menyantap makan siang mereka, sebuah pengumuman berkumandang di area sekolah. Karena letak mereka di belakang sekolah, agak susah mendengar pengumumannya.
Tetapi tenang saja, Ayla punya telinga sepanjang Pinokio, bukan, maksudnya telinga yang tajam. Jadi, urusan dengar mendengar, mereka berempat serahkan kepada yang ahli.
"Karena ada hal yang penting yang harus saya sampaikan, para murid diharapkan besok datang jam delapan pagi di lapangan sekolah. "
Setelah tidak ada suara yang terdengar lagi, barulah dia menyuap makanan di mangkuknya
lagi, tanpa menghiraukan rasa penasaran teman-temannya.
"Jam delapan pagi besok, ke sekolah. "Ucapnya santai setelah sesi makannya selesai.
Yang lain hanya mengangguk paham. Tangan mereka mulai bekerja untuk membersihkan sisa makan mereka masing-masing.
" Qil, kayak biasa. Nebeng. "Bisik Alicia sembari menumpuk piring menjadi satu. Aqila mengacungkan jempol, setuju.
"Pasti Cila minta tebeng kan? " Tebakan Nara selalu saja tepat sasaran. Tetapi itu juga yang membuat teman-temannya jengkel dengannya.
"Iya, biasa. Aku kan anak bawang. " Jawab santai Alicia.
Mereka semua tidak ada yang tahu, kalau Shafila perlahan mengendap-endap pergi ke semak-semak untuk kabur dari tugasnya.
"Fila! Ini giliran kamu cuci piring! " Kelebihan Ayla satu lagi adalah suaranya yang melengking.
Mereka berlima memiliki peralatan makan lengkap,agar tidak mengembalikan kantin yang jauh dari kelas dan pondok mereka. Dan kebetulan, didekat pondok ada kran yang bisa digunakan, jadi mereka bisa langsung mencuci mangkuk yang kotor.
Agar adil, pencucian piring pun ada jadwalnya.
"Udah, ayo kita balik ke kelas." Ajak Nara setelah melihat Shafila sudah selesai dengan tugasnya.
"Ayo! "
---
Bel di rumah Alicia berbunyi berkali-kali, biasanya jam segini tamu tidak perlu memencet bel karena bapak nya selalu mencuci motor pagi-pagi. Tapi, beliau sedang tidak ada di rumah ini.
"Sebentar." Kata Alicia parau, dia masih memakai baju tidurnya.
Dia menarik gagang pintu susah payah, karena tenaganya masih belum berkumpul. Terlihat wajah Aqila yang menurut Alicia menyebalkan itu muncul dari balik pintu.
"Maaf, lewati saja. " Seolah-olah dia sedang berbicara dengan penipu yang berpura-pura menjadi pengemis.
"Oke, kayaknya Alicia masih mati suri." Jawab Aqila yang kesal disambut dengan kemalasan Alicia.
"Eh! Bercanda! "
"Makanya, jangan bercanda, cepet mandi. "
"Iya, ayo masuk. " Alicia memberi jalan Aqila sembari menguap.
"Kenapa datengnya cepat banget. Apakah anda bukan teman saya yang bernama Aqila? " Menghadapi Alicia itu harus penuh kesabaran, makhluk ghaib itu selalu berfikiran aneh-aneh.
Aqila bingung, di letakkan dimana otak pintarnya itu. Seperti kadaluarsa saat dia melakukan kegiatan selain ulangan.
Saat Aqila sibuk berfikir, Alicia sudah tidak ada di jangkauan matanya. Dia melirik ke atas meja, jika ke rumah Alicia inilah hal yang selalu terjadi.
"Dia biarin tamu kelaparan sambil nunggu dia mandi berabad-abad. "Kesalnya dalam diam.
" Eh! Qila, kok pagi banget hari ini? "Aqila bersyukur di dalam hati, mamanya Alicia datang dari kamar.
" Aduh, maaf ya, Qila. Alicia selalu lupa buat menyuguhkan makanan. Mana mandinya lama banget. "
Berbeda dengan Alicia, ibunya adalah semua kebalikan dari anaknya. Sangat ramah, rajin, baik, dan perhatian.
"Dari muka sampai tingkahnya ternyata gak ada yang nurun dari emaknya ternyata. "
Tiba-tiba, Alicia keluar dari kamarnya dengan berpakaian rapi. Bukannya bangga karena Alicia cepat keluar kamar, Aqila dan ibunya sendiri merasa curiga dengan tingkahnya.
"Kamu udah mandi, Cil? " Tanya Mama Alicia sembari menarik sebelah alis keatas.
"Enggak mandi! " Bukannya malu, dia tersenyum dengan wajah berseri-seri.
"Mandi! "
Beberapa menit kemudian, Alicia keluar dengan penampilan yang tadi, sungguh, mandi atau tidak, tidak ada yang berubah dari dirinya sama sekali.
"Beneran udah mandi, Cil? " Tanya Aqila membuat Alicia jengkel.
"Udah! "
Singkat cerita, mereka akhirnya berangkat ke sekolah dengan langit yang masih gelap kebiruan. Aura dingin sekitar lalu lintas pun sangat terasa. Tetapi, sudah banyak orang yang berlalu lalang dengan kendaraan di jalan raya.
Butuh sepuluh menit sampai mereka tiba di sekolah mereka dari rumah Alicia. Tetapi anehnya, jam segini gerbang sudah dibuka saja. Padahal ini hari libur.
"Kita ngapain jadinya? dingin lagi. Kalau tau sedingin ini tadi, aku bawa jaket. "Keluhan Alicia hanya dianggap kicauan burung gereja bagi Aqila.
" Aku harus berlomba-lomba siapa yang cepat ambil motor. Kalau enggak, nanti kakakku yang ngambil motornya, dan aku gak bisa jemput kamu. Ya udah, kita jalan-jalan aja kalau gitu. "Semua pertanyaan Alicia sejak tadi, dijawab sekaligus.
" Ogah! Males aku! "Bantah Alicia, tapi tangannya sudah sambar Aqila.
Akhirnya, mereka menelusuri sekolah yang sepi dengan aura yang sangat gelap. Langkah mereka yang pendek mulai menelusuri sekolah yang sudah berdiri puluhan tahun.
Tapi anehnya, mereka berdua bukannya takut melihat makhluk-makhluk tak kasat mata, mereka lebih takut mati kedinginan. Dan untungnya, langit mulai cerah.
Menelusuri sekolah adalah hal yang paling membosankan. Sebab, mereka berlima selalu berkeliling ke seluruh sekolah. Bahkan ke tempat yang orang jarang tahu saja, mereka sering melihatnya.
Semua itu untuk memperbaiki dan membuat pondok mereka layak dihuni oleh para kaum rebahan seperti mereka. Jadi, seluk beluk sekolah ini, mereka sangat tahu.
Tidak berselang lama, beberapa siswa-siswi mulai datang ke sekolah. Mereka menyebar menunggu didepan kelas mereka masing-masing karena semua kelas belum ada yang terbuka.
"Aku cape jalan cil, ayo balik aja ke depan kelas." Celetuk Aqila lalu menarik tangan Alicia ke depan kelas mereka.
Saat tiba didepan kelas, wajah dua gadis bertubuh pendek itu berseri karena mereka melihat ketiga sahabatnya sudah berdiri didepan kelas. Mereka berdua berlari ke depan kelas, untuk mengobrol dengan mereka.
" Eh guys, kelas kita ga dikunci loh, ayo masuk. Lumayan rebahan duluan di kelas." Ucap usil Nara sambil terkekeh memainkan pintu yang tidak terkunci itu.
Keempat yang lainnya mengangguk karena semuanya juga suka bermain-main di kelas kosong, hanya mereka berlima. Tunggu apalagi, mereka masuk dan menatap seluruh kelas.
Mata mereka berlima sontak terpaku pada dua meja segiempat karena disatukan tepat didepan papan tulis, serta banyaknya berkas yang tersebar memenuhi meja. Namanya juga remaja, mereka ingin tahu apa yang ada di tulisan itu. Pikiran mereka melayang, memikirkan mungkin saja isinya adalah hasil ujian mereka sebelumnya atau soal ujian berikutnya.
Namun itu semua salah besar, beberapa foto yang tertera di kertas-kertas itu terlihat sangat mengerikan dan sepertinya tidak dijadikan konsumsi pendidikan. Kelima gadis itu mengintip ngeri ke arah foto-foto itu, Nara hampir mual karena melihatnya, sementara yang lain, menvaca berkas tanpa gambar.
"Oh seru nih, mungkin soal buat kita nanti. Jawaban tentu aja ini mah pembunuhan berencana." Ucap Ayla.
" Bukan, pembunuhan nya ga disengaja. Palingan karena cemburu, biasalah bucin." Balas Alicia sambil melirik ke arah kertas yang dibaca Ayla.
Shafila berfikir keras ke arah sebuah berkas dengan foto barang bukti. " Ini kan senapan buat berburu di barat sana. Soalnya kedap suara, dan jarak jangkauannya yang jauh."
Nara dengan memberanikan diri ikut terlibat dalam pembicaraan mereka. Lalu dia membaca dengan fokus ke berkas-berkas itu. " Bener kata Alicia, ini pembunuhan ga disengaja. Emang sih, ga ditulis siapa aja yang terlibat. Tapi lihat aja kronologi nya udah jelas banget, pacarnya yang bunuh."
" Pelaku tidak berpengalaman dengan meleset menembak tiga kali, lalu saat tembakan ketiga akhirnya mengenai kaki korban. Tembakan seterusnya ke arah jantung agar korban langsung mati."
Aqila tertegun, "bener sih. Udah ah, mudah banget ini mah walaupun ga ada cctv-nya. Siapa aja bisa ga sih yang ga bisa mikir ginian tanpa jug-" belum sempat Aqila menjawab.
Suara teriakan ibu kepsek terdengar dari belakang mereka, beliau menatap kaget dan juga khawatir ke arah mereka.
"Pergi kalian, cepat pergi dari sini!"
Tbc
Jangan lupa vote!!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top