Turunkan Gengsi

"Woy kerja yang bener kalian! Jangan mentang-mentang Pak Arjuna lagi cuti kalian bisa malas-malasan!"

"Ck. Naif!" cibir Vella— teman paling dekat di tempat kerjaku ini.

"Nggak usah ditanggepin. Anggep anjing lagi gonggong," kataku masih fokus menatap ponsel yang menampilkan katalog baju.

"Dri?"

Suara itu. Dia ada di sini?

"Apa?" jawabku sekenanya.

"Lo nggak ngerjain laporan?" tanya Yuda—nama cowok tadi.

Benar dia ada di sini. Lebih tepatnya di belakang tempat dudukku. Dan apa yang ditanyakannya benar. Seharusnya aku mengerjakan deadline laporan, tapi kurasa tidak sekarang. 

Saat ini adalah waktu yang tepat untuk bersantai. Mumpung sialan Arjuna sedang cuti. Aku harus memanfaatkannya. Bukan hanya aku saja sih, tapi sebagian besar karyawan juga melakukan hal yang sama.

Well, biar ku beritahu siapa itu Arjuna Mahendra. Dia adalah anak pemilik perusahaan yang mempunyai sifat dingin serta kejam. Cowok yang pernah menjalin hubungan denganku itu tidak segan membentak atau mempermalukan siapa saja. Bahkan dulu dia pernah memecat salah satu karyawan hanya karena kesalahan kecil.

Arjuna tidak kejam, menurutku. Dia hanya manusia super tegas saja. Aku bisa memaklumi sikap serta sifatnya. Dia berlaku seperti itu karena tuntutan peran saja. Terlepas dari urusan kerja Arjuna bisa jadi malaikat.

"Audri Vidi masih sama seperti yang dulu. Selalu seenaknya. Nggak pantes banget jadi pegawai di kantor ini," oceh Yuda mengusik pendengaranku.

Kumatikan ponsel untuk beralih menatapnya. "Lo bilang apa?" tanyaku tak terima.

"Apa?" katanya balik nanya.

"Lo bilang apa?"

"Apa? Yang mana?"

Aku beranjak berdiri. Kesabaranku
dipermainkan oleh cowok tidak tahu diri itu. Baiklah jika ini maunya. Aku akan mengikuti permainannya.

"Lo nggak usah naif deh," awalku.

Aku bukan tipe cewek yang suka diperintah. Maksudnya, posisi kami adalah sesama karyawan. Aku dan Yuda sama-sama bawahan Arjuna. Sangat tidak masuk akal jika dia merasa berkuasa atas kami semua.

"Kita di sini sama-sama karyawan. Sama-sama bawahan. Nggak masuk akal banget kalau gue nurutin perintah lo," kataku menyungingkan senyum kecut.

"Kamu sensi banget sama aku?" tanyanya.

"Gue nggak suka aja sama cowok yang sok berkuasa macem lo!" jawabku jujur.

"Kamu kenapa deh, Dri? Semenjak putus sama  Arjuna, kamu jadi uring-uringan kayak gini," katanya berjeda. "Move on, Dri! Arjun udah bahagia sama Audi," lanjutnya tersenyum miring.

Amarahku memuncak ketika nama Audi disebut. Vella yang mengetahui hal ini langsung berdiri lalu mengelus bahuku.

"Daripada ladenin Yuda lebih baik lo lanjutin stalk akun fashion deh. Baju-bajunya lebih menarik daripada sahutin bacotan dia," katanya mengajakku duduk.

Aku tahu Vella hanya sekadar menghiburku. Aku tahu dia berusaha mengalihkan supaya tak terpancing omongan Yuda.

"Nah setuju! Daripada kamu galau mikirin Arjun yang lebih milih Audi—"

"Tutup mulut sampah lo ya!" peringatku memotong ucapannya.

Yuda menyungingkan senyum tepat di depan wajahku. "Kamu masih belum nerima kenyataan pahit itu ya?"

"Yud, lo bisa diem nggak sih?" protes Vella.

"Gue bicara fakta kali, Vee. Lo harus tahu kalau Arjun deketin Audri cuma karena Audi. Dia aja yang nggak tahu diri—"

*plak*

"Mulut lo butuh disekolahin!" ucapku sehabis menampar Yuda.

Cowok bermulut ember itu mengusap pipi bekas tamparanku. Aku maju selangkah—mendekatkan tubuh tepat berhadapan dengan Yuda.

Tatapanku menajam. Senyumku mengembang.

"Kartu as lo ada di tangan gue kalau lo lupa," kataku meninggalkannya. Tapi sial belum sempat aku pergi dari sini Yuda sudah lebih dulu menahan.

Si tidak tahu diri itu mendekat ke arahku. Aku bisa merasakan hembusan napasnya mulai terasa di permukaan wajah bagian kanan.

"Kalau kamu mau aku bisa bantu," bisiknya.

Aku mengerutkan dahi. "Bantu apa?" jawabku.

"Move on dari Arjuna," katanya terhenti sejenak. "Tidur sama aku dan aku jamin kali ini kamu akan mendapatkan kepuasan yang belum kamu dapatkan di masa lalu," lanjutnya tersenyum manis.

Apa katanya? Tidur dengannya? Mendapatkan kepuasan darinya?

Maksudnya, kami akan kembali tidur bersama lalu Yuda akan menganti ketidakpuasaanku di masa lalu? Hah yang benar saja! Aku jamin selamanya dia tidak akan bisa memuaskan hasratku.

Kuakui Yuda memang menggoda, tapi nol besar saat bercinta.

"Nanti malam di apartemen aku," katanya menjauhkan tubuhnya dariku.

Aku meraih tangannya. Sontak membuat Yuda menghentikan langkah. Senyumku terukir begitu kami kembali berhadapan.

"Kayaknya yang belum move on itu lo deh bukan gue."

Aku melepas pegangan tangan lalu berganti menjadi kepalan. Tanpa menunggu lama aku langsung melayangkan satu tinjuan ke tempat sasaran(r: junior Yuda).

"Apartemen lo nggak lebih menarik dari tempat sampah!" lanjutku pergi meninggalkannya.

"GUE AKAN PASTIIN BESOK LO NGGAK AKAN DUDUK DI KURSI KERJA LO LAGI, DRI!" teriaknya tentu saja tak kudengarkan.

...

"Semalam kamu ke mana?"

Tidak ada pertanyaan basa-basi. Seorang Wulandari a.k.a Ibu sambungku selalu to the point.

"Pulang ke rumah Mama," jawabku berbohong.

Bunda menutup majalah lalu menaruhnya di atas meja. Detik selanjutnya sorot tatapan tajam berhasil membuatku gemetar. Entah kenapa aku takut pada wanita pemegang kekuasaan tertinggi di rumah ini.

"Mama kamu hubungin Bunda. Dia nanya kenapa Audri nggak datang di resepsi pernikahan kembarannya," katanya berjalan menghampiriku.

Skakmat!

Aku baru ingat kalau Bunda dan Mama adalah patner yang baik. Mereka bekerja sama untuk memantau perkembangan anak-anaknya.

"Bisa cerita ke Bunda semalam kamu ke mana dan sama siapa?" tanyanya lagi.

"Bunda tahu kalau Arjun mantan terindah Audri kan?" kataku balik nanya.

"Bunda tanya semalam kamu kemana," katanya melipat kedua tangannya di depan dada. "Tidur dimana lebih tepatnya," ralatnya kemudian.

Aku tak pernah bisa berkutik ketika berhadapan dengan Bunda. Jiwa berani Audri bersembunyi ketika berhadapan dengan si Ibu tiri.

"Mulut kamu masih berfungsi dengan baik kan?" tanyanya lagi.

Aku menghembuskan napas kasar. Kata Papa Bunda tiriku ini mantan calon tentara wanita. Dulu wanita itu pernah mendaftarkan diri menjadi salah satu anggota pengabdi negara, tapi tidak kesampaian karena terlanjur dijodohkan oleh kedua orangtuanya.

"Audri nginep di rumah temen," jawabku jujur.

Sepulang dari acara resepsi Audi aku tidak pulang ke rumah. Aku mengiyakan ajakan kencan Hitto—salah satu kenalanku.

"Teman yang mana?" tanyanya.

"Ya ada," jawabku.

"Jangan bohong sama Bunda, ya!"

Selama ini aku cukup patuh dengan perintah Bunda. Kali ini sudah tidak tahan lagi. Demi Tuhan aku sudah dua puluh lima tahun. Tidak cocok jika masih diatur ini-itu.

"Sudah cukup selama ini Bunda atur kehidupan Audri. Come on Audri udah besar, bisa jaga diri, dan menentukan pilihan sendiri,"

Jaga diri palelu peyang, Dri! Batinku mengejek.

"Kalau kamu bisa jaga diri Bunda nggak perlu repot-repot datang ke ruang keamanan kelab untuk jemput kamu," katanya mengingatkan.

Sialan.

"Sampai detik ini Papa nggak tahu kalau kamu pernah jadi tahanan sementara malam itu," lanjut Bunda berhasil membuatku ketar-ketir.

Sekarang aku tahu alasan kenapa takut dengan Bunda. Aku baru sadar jika ketakutanku terbentuk karena kejadian beberapa waktu lalu.

Jadi, waktu itu bertepatan dengan putusnya aku dengan Arjun. Aku yang patah hati melampiaskannya dengan minum di salah satu club ternama. Awalnya berjalan seperti biasa. Aku minum lalu turun ke dance floor. Aku bertemu dengan seorang cowok. Kami berjoget bersama dan keadaan berubah ketika teman dansaku digoda cewek lain.

Aku yang tak terima langsung menjambak cewek sialan itu. Dia tak terima. Alhasil kami bertengkar. Tak ada yang bisa melerai hingga petugas keamanan terpaksa turun tangan. Selanjutnya kalian pasti bisa menembaknya sendiri.

"Kalaupun Papa tahu dia nggak perduli," kataku mungkin ada benarnya.

Memang selama ini Papa tidak pernah peduli dengan keadanku. Ngomong-ngomong kedua orangtuaku bercerai saat aku duduk di kelas satu SD. Setelah berpisah hak asuh anak keluar. Dari seterentan kejadian itu hal yang paling kubenci adalah hak asuh atas diriku jatuh ke tangan Papa! Sementara saudari kembarku dan Mas Alfa ikut Mama.

Aku pikir dengan tinggal bersama Papa; dia akan meluangkan waktu untuk merawat serta membesarkanku. Namun apa yang kudapatkan? Papa sibuk bekerja setelah berpisah dengan Mama.

Aku tinggal dan dirawat oleh asisten rumah tangga bernama Bu Jumak. Papa terlalu sibuk dengan pekerjaan dan fokus dengan keluarga barunya. Tepat setelah aku naik di kelas tiga Papa mengenalkan Bunda dan Mas Ziggy. Dia mengatakan bahwa Bunda adalah mamaku yang baru. Karena masih kecil dan tak tahu apa-apa aku hanya bisa mengiyakannya.

Aku menganggap Bunda Wulan seperti ibu kandung sendiri. Beliau menjalankan peran sebagaimana mestinya. Bunda baik, sabar, dan juga penyayang. Sayangnya semua sifat itu akan dikeluarkan saat Papa berada di sekitar kami. Selebihnya Bunda mengeluarkan sisi lain dalam dirinya, yaitu: tegas.

"Bunda merasa gagal didik kamu jadi anak baik, penurut," lirihnya.

Bunda kembali mendaratkan pantatnya di sofa. Raut wajahnya berubah sendu. "Seharusnya kamu bisa lebih unggul dari Audi," lanjutnya bergetar.

Tubuhku melemas begitu mendengar nama Audi disebut. Kenapa selalu aku? Kenapa harus aku yang dijadikan bahan perbandingan.

Audi, Audi, dan Audi. Nama saudari kembarku itu kembali masuk ke dalam pikiran. Dia pikir dia siapa dibandingkan diriku?

"Harusnya kamu yang jadi istri Arjun," kata Bunda semakin membuat dadaku terasa sesak.

Soal Arjuna, Bunda tahu semuanya. Satu yang mereka tidak tahu adalah aku pernah berhubungan badan dengan cowok itu—dan bukankah kenyataan itu bisa aku gunakan untuk memutarbalikan keadaan?

"Aku akan rebut Arjun dari Audi!" kataku bersemangat.

"Dengan cara?" tanya Bunda.

Aku mengabaikan pertanyaanya. Fokusku hanya satu, yaitu; merekrut Dru untuk mau bergabung denganku!

Tbc.

#sasaji

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top