Salah Lawan

Efek film Avenger: Endgame yang tadi gue tonton masih membekas di pikiran. Gue nggak habis pikir bagaimana bisa MCU menciptakan cerita se-amazing itu. Alur ceritanya nggak ketebak sama sekali. Nggak nyangka kalau satu Avenger paling gue demenin sejak film pertamanya rilis mati di medan perang.

Gue memandangi satu persatu miniatur, robot-robotan, serta semua mainan pop bertema anggota Avanger. Manik gue terhenti di salah satu avanger berbaju besi emas-merah. Hati gue nyesek ketika satu kalimat yang berbunyi: "I love you 3000." terngiang-ngiang.

Ya Tuhan... Gimana nasib Morgan setelah ini ya?

Devandra: mana nih Endru? Kenapa kaga nongol padahal biasanya paling heboh.

Robi Langka: lagi nangis di pojokan dia.

Mahesa Tara: sebelumnya udah gue bilangin supaya lo siapin hati selapang-lapangnya, Dru. Tapi sudahlah semua sudah terjadi. Lagian semua makhluk di dunia ini akan ati. Yang sabar aja udah.

Gilang G: perlu gak nih kita tahlilan di apartemen lo, Dru?

Empat semprul itu temen deket gue. Dua di antaranya temen gue dari jaman kuliah, satu teman seperantauan, dan satu lainnya pure temen kantor.

Gilang G: cuma di R doang gaes. Tingkahnya benar-benar ngalahin bocah SMA yang lagi ngambek.

Robi langka: itu mainan Mas Dru yang ada di almari kaca loakin aja udah. Dia udah mati juga.

Mata gue langsung melotot ketika membaca pesan dari Langka. Fyi, Langka ini anggota paling muda diantara kita berlima.

Endru Djendro: KOLEKSI GUE HARGANYA JAUH LEBIH MAHAL DARI MULUT DAN JARI SAMPAH LO ITU, BRENGSEK!

Devandra: Hayolo Lang, mampus lo. Dia datengin rumah lo hayoo. Siap-siap jebol itu pintu rumah lo.

Mahesa Tara: gue jagoin Endru deh. Langka ama Dru mah kagak adaapa-apanya!

Devandra: cepek'an skuy gaes. Mayan bisa buat beli amer gold. Seteguk-seteguk mayan gaes. Yang    penting ada yang    bisa    diminum    sambil nonton gulat antar Dru vs Langka.

Gilang    G:    banyakin    istigfar,    Dru.    Ingat    bahwa semua manusia akan mati.

Gilang G: btw gua jagoin Dru aja dah.

Robi Langka: Mas Dru mon maap elah. Jari aku keceplosan:((

Robi    Langka:    sebagai    gantinya    besok    aku kasih link video terbar udah.

Mahesa Tara: gua juga mau dong.

GilangG: si bangke diem-diem punya link baru.

Devandra:    Lang    gua    bersumpah    akan    lain dingin lo dari amukan Endru asal lo bagi link terbaru.

Robi Langka:    kaga ada!    Link     ini    khusus buat mas Dru aja!

RobiLangka:Mas Dru mau kan???

Endru Djendro: bacot lo pada.

EndruDjendro: Lang tunggu bogeman gue besok ya!

Devandra: MAMPOS LAU

Mahesa Tara: JAN KASI KENDOR BOS DRU

Devandra: SIKADDD!

Gilang G: BESOK GUA YANG PITINGIN DIA, DRU. LO YANG BAGIAN NGEHAJAR. ASHIAPPP.

Robi Langka: Ibuuuu:(((

Setelah membaca balasan terakhir dari Langka gue langsung mematikan ponsel. Gue lagi males ladenin kumpulan kutu monyet. Daripada ladenin mereka lebih baik gue tidur aja ya kan.

Sebelum tidur gue sempetin ke toilet untuk buang air kecil. Selesai menjalankan tugas akhirnya gue naik ke atas ranjang dan bersiap berlayar ke pulau kapuk.

Gue mematikan lampu kamar, menarik selimut, lalu memejamkan mata. Baru saja terpejam beberapa detik tiba-tiba suara ketukan- atau lebih tepatnya gedoran pintu gue mulai terdengar. Sialan!

Mau nggak mau gue kembali membuka mata. Sebelum membukakan pintu gue lebih dulu ngelihat jam dinding. Pukul dua dini hari? Siapa yang bertamu sepagi ini?

*dordordordor*

Gedoran pintu itu semakin menjadi-jadi. Siapa sih si sialan itu? Tidak taukah ia tata cara bertamu? Atau setidaknya cara mengentuk pintu yang baik dan benar gitu. Benar-benar sialan!

Gue berjalan ke luar kamar. Karena gedoran pintu makin bar-bar gue langsung membuka tanpa mengintip siapa tamu sialan itu melalui lubang kecil. Betapa terkejutnya gue ketika mendapati sosok Audri berdiri dengan cengiran tanpa dosanya. Gila ini gila!!!

"Selamat dini hari, Dru," katanya melewati gue.

Gue yang masih shock membiarkan Audri masuk gitu aja. Cewek itu berani sekali masuk ke dalam unit apartemen tanpa mengantongi izin dari gue? Tak mau ketinggalan lebih jauh gue pun menutup pintu apartemen dan berjalan menyusulnya.

"Lo ngapain ke sini? Tau darimana gue tinggal disini? Dikasih tau siapa? Lo tadi ngikutin gue ya?" tanya gue beruntun.

Sebelumnya gue emang sering jalan sama Audri. Tapi demi apapun gue nggak pernah ngasih tau di mana gue tinggal. Gue nggak pernah ngajak Audri main atau mampir ke apartemen. Yang ia tahu hanya gue tinggal di salah satu apartemen yang ada di Malang. Gue sama sekali nggak kepikiran kalau Audri tahu dan akan berkunjung.

"Satu-satu dong kalau mau nanya. Gue bingung harus jawab yang mana," jawabnya enteng.

Audri benar. Seharusnya gue satu-satu nanyanya, tapi nggak bisa. Ini keadaan genting! Mana bisa gue nanya satu-satu.

"Lo tahu darimana tempat tinggal gue?" tanya gue sekali lagi.

"Apa gunanya punya saudara kembar yang pernah dekat sama lo?"

"Audi?"

"Emang kembaran gue ada berapa?"

Skakmat!

Gue merasa terkhianati. Kenapa Audi tega ngelakuin ini? Seharusnya dia nggak ngebocorin di mana gue tinggal. Tapi bukan sepenuhnya salah Audi sih. Kalau aja gue tau Audri bakalan nanya pasti gue akan suruh Audi tutup mulut. Argh!Ini benar-benar diluar rencana.

"Terus lo ngapain ke sini?" Pandangan gue tertuju pada satu koper yang dibawanya. "Lo ngapain pake bawa koper segala?" lanjut gue berdecak.

"Lo mau bikin gue move on dari Arjuna kan?" katanya balik nanya.

Bodohnya gue menjawabnya dengan anggukan.

"Dan lo nawarin gue sebuah hubungan kan?" tanya Audri lagi.

Gue kembali mengangguk. "Iya, tapi gue nggak nawarin lo tinggal di sini. "

Gue meraih pergelangan tangannya lalu menariknya. "Pergi dari sini. Nggak baik cowok dan cewek yang belum nikah tinggal di bawah satu atap yang sama," lanjut gue berhasil membuat tubuhnya berdiri tegap.

Di beberapa detik gue bisa membuatnya berdiri. Bahkan gue bisa membawa Audri mendekat ke arah pintu. Tapi gue salah mengira dia akan patuh pada perintah yang gue lontarkan. Audri lebih keras kepala dari yang gue bayangin.

"Cuma dengan cara ini gue bisa cepat move on dari Arjun," ucap Audri menghentikan langkah kakinya.

Persis di depan pintu apartemen.
Gue memejamkan mata. "Enggak. Cara ini nggak bener sama sekali."

"Ya terus dengan cara apa?" tanyanya menatap manik gue.

Gue memejamkan mata sembari menghembuskan napas kasar.

"Nanti gue pikirin. Intinya enggak dengan tinggal di apartemen gue."

Senyum di wajah Audri tersungging lebar. Bukan senyum manis melainkan senyum sinis. Demi apapun gue benci lihat dia senyum kayak gitu. Audri maju berhadapan dengan gue. Dia melingkarkan kedua tangannya di leher gue. Mendekatkan wajahnya ke wajah gue. Napas gue tertahan. Sial.

"Udah terlanjur, Dru. Nggak bisa tiba-tiba nyuruh gue puter balik atau berhenti gitu aja," ucapnya tepat di hadapan gue.

"Pilihan lo hanya satu. Mau nggak mau lo harus nerima gue untuk tinggal di apartemen lo." Audri menjauh dari gue lalu melenggang bebas menuju sofa. "Fyi gue nggak sama kayak Audi yang bisa dipegang kendalinya."

Sepersekian detik Audri berdiri di depan sofa, tapi nggak lama kemudian kembali berjalan menghampiri gue. Setelah sampai di dekat gue dia kembali sedikit berjinjit untuk bisa sejajar. Tanpa menunggu lama Audri kembali berbisik di telinga kanan gue.

"Lo salah cari lawan, Dru," bisiknya horor.

Tbc.

#sasaji

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top