Langkah Awal Dari Sebuah Hubungan

Menerima tawaran Dru adalah hal tergila yang pernah kulakukan. Bagaimana tak gila jika cowok itu menawarkan menjalin hubungan selama enam bulan!?

"Kamu sudah bosan tinggal di rumah ini?" pertanyaan itu mengintrupsi kedua telingaku.

Aku membalikan badan. Mendapati Bunda berdiri tak jauh dariku. Ck wanita itu kenapa belum tidur sih?

"Semakin ke sini kamu semakin susah diatur. Kamu bukan Audri yang Bunda kenal."

"Audri sudah dua puluh lima tahun kalau Bunda lupa," jawabku meminta pengertiannya.

"Arjuna merusak kamu," katanya menatapku.

Ini tak ada hubungannya dengan Arjuna sama sekali.

"Sejak kamu kenal dan kerja di perusahaan Arjuna kamu berubah. Bodohnya Bunda baru menyadari ini sekarang," ucap Bunda mendekat ke arahku.

"Setelah Bunda pikir ternyata selama ini Bunda salah mengira kalau Arjuna yang terbaik untuk kamu. Bunda salah karena sempat ngasih kartu hijau," lanjutnya menyesal.

Dia wanita aneh. Sedetik menjadi pendukungku selanjutnya menjelma jadi musuh. Aku tidak pernah bisa menebak jalan pikirnya. Terlalu cepat dan membingungkan.

"Bunda bersyukur hubungan kalian berakhir. Bunda bersyukur Arjuna menikahi Audi."

Mendengar nama Audi disebut membuatku mengepalkan tangan. Aku tidak tahu alasan membenci saudari kembarku. Yang aku tahu hanyalah selama ini ia sudah mendapatkan apa yang kubutuhkan.

Audi lebih beruntung daripada aku. Ia dilimpahi kasih sayang dan perhatian dari Mama, Mas Alfa, juga ayah tirinya. Hari-hari Audi dipenuhi dengan kebahagiaan. Apalagi setelah menikah dengan Arjun. Aku yakin kebahagiaanya meningkat seribu persen. Aku iri dengan apa yang ia dapatkan.

"Arjuna sudah merubah kamu, tapi Bunda bersyukur masa itu sudah berakhir. Karena dengan berakhirnya hubungan kamu dan Arjun artinya dia nggak akan merusak kamu lagi," ucap Bunda kembali bersuara.

Aku tidak tahu apa maksudnya.

"Arjuna sudah merubah Audri Bunda," katanya meraih tubuhku.

Ah, aku baru tahu maksdunya. Bunda kehilangan Audrinya yang dulu.

Memang aku berubah ya? Aku rasa iya.

Sejak lulus kuliah dan bekerja di perusahaan Arjuna aku merasakan perubahan. Bisa dibilang aku yang dulu telah hilang dan berganti dengan Audri pembangkang. Sebelumnya aku sudah keras kepala, tapi setelah mengenal Arjuna aku semakin tak tertolong.

"Berhenti cari cara untuk hancurin rumah tangga Arjuna." Bunda membelai wajahku dengan lembut. "Daripada kamu bingung mencari cara untuk membuat mereka pisah lebih baik kamu cari cowok yang pantas bersanding denganmu," lanjutnya menatapku.

Aku menjauhkan tangan Bunda. "Aku akan tetap hancurin rumah tangga mereka!"

"Arjuna nggak pantas buat kamu," katanya lagi.

Aku tak menghiraukan ucapan Bunda. Daripada meladeninya lebih baik pergi dari sini.

"Jadi Dri Bunda yang dulu," ucap Bunda lirih dan kali ini berhasil membuat langkahku terhenti.

Aku menghembuskan napas kasar dan berkata: "Dri akan tetap hancurin rumah tangga mereka. Bukan untuk membuat Arjun kembali, tapi untuk balas luka hati Dri."

...

Pukul setengah satu dini hari aku terbangun. Aku mengusap wajah kasar. Mimpi buruk itu kembali sambang sejak tiga bulan belakangan.

Jujur aku ketakutan. Mimpi yang aku alami aneh sekaligus menyeramkan. Di mimpi itu aku dikelilingi banyak anak kecil berbaju putih. Awalnya mereka mengajakku bermain, tapi lama-lama berubah. Suasana dan keadaan yang tadinya ceria berganti suram.

Di awal aku berada di taman bersama anak-anak tak lama kemudian latar berganti di sebuah gedung tua. Aku berdiri di rooftop gedung tua. Awalnya sendiri, tapi lama-lama banyak orang di belakangku.

Aku tidak bisa melihat wajah orang-orang itu. Para manusia berjubah hitam itu membisiki untuk aku terjun segera.

"Terjun sekarang. Tak ada gunanya kau di sini."

Aku menggeleng. Tidak, tidak, tidak Audri! Ini hanya mimpi. Bangun dan sadarlah. Kataku sembari menepuk-nepuk pipi.

Aku tersadar beberapa menit setelahnya. Aku tidak bisa terus-terusan begini. Untuk itu aku beranjak ke luar kamar. Mungkin dengan membuat susu atau cokelat panas di bawah aku bisa sedikit tenang.

Aku berjalan menuruni anak tangga. Begitu sampai di anak tangga terakhir aku langsung bergegas menuju dapur. Tak membutuhkan waktu lama untuk aku sampai di depan dispenser sembari memegang satu mug berisi dua sendok susu bubuk. Aku memencet dispenser dan tak lama kemudian air memenuhi mug. Setelah terisi aku membawanya ke meja bar.

Tangan kanan kugunakan untuk mengaduk lalu tangan kiri kufungsikan untuk melihat beberapa postingan instagram.

Jari jemariku terhenti ketika mendapati satu foto. Di postingan yang mendapat ratusan like itu menampilkan sosok Arjun berdiri di samping Audi beserta keluarga mempelai wanita. Di foto itu ada Mama, Papa Jordi-ayah tiriku-, Mas Alfa dan Mbak Gina-istrinya- sedang tersenyum bahagia.

Senyumku ikut terukir. Bukan senyum bahagia melainkan senyum pedih. Seharusnya aku ada di sana. Ikut berpose bahagia bersama mereka.

"Lo beruntung di kelilingi orang-orang yang sayang sama lo," awalku bermonolog.

"Pasti lo bahagia. Setiap hari, setiap menit, bahkan setiap detik lo ngerasain kebahagiaan yang nggak gue dapetin sejak kecil."

Argh! Aku benci menjadi lemah. Aku tidak mau larut dalam kesedihan ini. Untuk itu aku menskroll down postingan lain. Aktivitasku terhenti ketika mendapati satu foto milik Dru.

Cowok itu... Aku punya ide! Daripada galau tidak jelas lebih baik aku memulai  hubungan dengan Dru. Setelah menghabiskan setengah mug susu aku langsung beranjak. Aku membuang sebagian lain di wastafel lalu mencucinya.

Selesai membersihkan semua aku langsung menuju kamar mengambil beberapa setelan kerja, baju biasa dan beberapa peralatan make up serta skincare untuk dimasukan ke dalam koper kecil.  Memastikan tak ada yang kelupaan atau tertinggal aku langsung menutup koper.

Aku akan meninggalkan rumah ini.

Aku sudah bertekad. Dru menawari menjalin hubungan dan aku tidak boleh menyia-nyiakan. Aku akan datang ke apartemennya dan memulai semua dari awal.

Can't wait to see you, Dru.

Tbc

#sasaji

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top