Listen
Malam itu, malam kelam dengan deraian aneh yang berasal dari dalam hutan. Seperti suara air hujan, namun tidak wajar jika itu terjadi setiap malam tanpa adanya pertanda hujan akan turun. Ditambah lagi, suara tersebut semakin membesar tatkala gumpalan awan hitam menutupi cahaya bulan. Aku hanya bisa menatap dari kejauhan di balik jendela berbingkai kayu berwarna cokelat gading yang lapuk ini, ukuran jendela ini tidak begitu besar untuk jendela diloteng. Setiap malam aku habiskan untuk menerka - nerka apa yang berada didalam hutan tersebut. Ingin sekali aku beranjak dari tempat siksaan ini dan menemui sesuatu yang berada didalam hutan Gergara atau bisa juga disebut dengan Hutan Ger. Hutan yang terkenal dengan berita kehilangan Elf setiap tahunnya.
Aku adalah seorang gadis Elf yang mempunyai rambut seputih awan, mata sebiru lautan, dan telinga yang runcing-ciri khas dari Elf.
Keluar dari rumah ini dianggap tabu bagi mereka Sang Iblis. Sudah beratus - ratus tahun lamanya aku hidup dalam rumah kayu besar yang hampir roboh ini, tinggal dalam kesendirian diloteng dengan atap melengkung yang landai. Berharap satu detik saja menginjak kaki ditanah luar.
Waktu seumur hidupku hanya dihabiskan menjadi budak para Iblis yang senantiasa memuja Dewa Hades dan memberikan persembahan gadis Elf sepertiku. Tahun ini, adalah tahun terakhirku hidup di dunia ini. Sebab besok, aku harus menerima takdirku sebagai gadis Elf persembahan untuk Dewa Hades kesayangan para Iblis itu. Tak heran mengapa para gadis Elf yang sudah berumur sepertiku dikurung di loteng landai ini agar matang untuk dijadikan persembahan Dewa Hades.
Sejujurnya, aku hanya dapat meminta permohonan agar aku mati sewajarnya dalam kebenaran. Setidaknya, mereka memberikanku waktu untuk hidup diluar sana. Menikmati alam luar yang katanya begitu indah, merasakan titik demi titik air saat musim hujan tiba, atau meraskaan terpaan angin sepoi yang begitu menyejukkan.
Kalian tidak tahu betapa menderitanya kami, Para Gadis Elf, disiksa seperti ini. Mereka memperbudak kami dengan dicambuk seperti sapi, diberi makan bubur hitam dengan rasa tanah seperti babi, minum air seni dari para Iblis, dan yang terparah, mereka membuang kami seperti sampah lalu membakar kami.
Entah mengapa, suara derai dari dalam hutan semakin lama semakin keras kendati memanggilku agar mengikutinya. Mereka seperti menyerukan namaku, membuatku semakin penasaran apa yang membuat hutan tersebut seperti itu. Tanpa sadar aku mulai beranjak dari tempat tidurku yang terbuat dari besi, membuka jendela perlahan membuat angin malam memasukki loteng. Terdengar suara gemuruh derap kaki dari bawah, membuatku tahu bahwa para Iblis sudah menyadari jika aku belum terlelap. Ini jam tidur, dan angin yang masuk sudah seperti bel bahwa kami sedang berbohong untuk tidur bagi para Iblis. Aku segera melesat keluar dari jendela dan kaki telanjangku berhasil menapak ditanah.
Tanah terasa kasar dan tajam akibat bebatuan yang tertanam didalamnya. Serbuk - serbuk halusnya menempel ditelapak kakiku saat aku mengangkat kaki. Setelah merasa terancam karena mendengar suara gemuruh langkah kaki dari dalam rumah kayu besar itu, aku segera berlari sekuat tenaga menembus hutan Gergara yang terlihat sangat menyeramkan pada saat malam hari.
Sesekali aku menoleh ke belakang guna melihat apa mereka masih mengejarku. Setelah merasa aman-karena tidak terlihat tanda - tanda keberadaan mereka, aku mencondongkan badan kedepan dengan kedua tangan bertumpu pada dengkul. Mengatur pernafasan agar kembali normal. Ini untuk pertamanya aku berlari, setelah beratus - ratus tahun aku tinggal dalam Siksa Neraka, aku tidak biasa-bahkan tidak pernah-berlari secepat ini. Mungkin untuk memikul berat atau dicambuk aku sudah-bahkan hampir-tidak merasakan sakit maupun takut. Namun, jika dihadapkan dengan ancaman yang begitu besar seperti ini, hukumannya tidaklah setimpal. Bisa saja badanku ini dibuat mereka sebagai mainan saat tidur, aku tidak akan pernah mau menerima perlakuan tersebut.
Mereka boleh saja mencambuk tubuhku, menebas pergelangan tanganku, atau bahkan menyuruhku untuk memikul beratus - ratus kayu dengan berat lima puluh kilogram. Tapi mereka tidak bisa menyentuh seluruh anggota badanku, bahkan untuk setitik saja. Aku bukanlah Elf jalang yang bermain tubuh dengan para Iblis yang tidak bergairah itu. Jujur, aku masih ingin hidup dengan menikmati dunia dibawah cinta seseorang. Membelaiku dalam pelukan hangat dan ciuman kasih sayang yang mesra.
Setelah merasa nafasku kembali normal, aku mengedarkan pandangan ke sekitar. Hutan Gergara. Itulah pemikiran pertamaku. Aku menghela nafas berat, menyaksikan pemandangan yang teramat kelam. Suara derai itu terasa lebih jelas setelah aku memasukki hutan ini, seperti alunan symphoni yang mengalun lembut ditelingaku.
Aku mencari asal suara tersebut dengan ketajaman indera pendengaranku. Merasakan adanya hawa dingin yang begitu menusuk dikulitku. Melewati jalan setapak yang berdiameter tidak lebih dari tiga puluh sentimeter. Semakin lama suara derai itu semakin terdengar jelas, membelaiku lembut seperti dalam alunan musik yang merdu.
Kaki jenjangku terus melangkah, menuntunku menuju asal suara deraian yang begitu aneh namun memabukkan. Rasa takutku perlahan memudar dan menghilang, menyisakan seorang gadis Elf yang tengah terhipnotis oleh suara deraian aneh. Dengan pemikiran dangkal, aku hanya membuat kesimpulan bahwa aku akan menghadapi sesuatu yang indah didepan sana. Walau sebenarnya aku tidak terlalu yakin ada apa dibalik suara deraian aneh tersebut.
Bunyi gemerisik membuatku berhenti sejenak lalu mengedarkan pandangan was - was ke sekitar. Merasa aman, aku melanjutkan perjalananku menuju suara deraian tersebut.
***
Terakhir kali, hal yang aku ingat adalah beberapa makhluk bertopeng aneh menyergapku. Mata mereka berwarna merah terang dengan iris yang kecil. Hal pertama yang mereka lakukan adalah menusukku menggunakan sesuatu berbentuk tentakel yang mencuat keluar dari punggung mereka, hal kedua yang aku ingat... mereka menggigitku secara bersamaan dan gelap mengambil alih diriku.
Dan disinilah aku. Didasar jurang dalam lembah kematian, dengan bahu kanan yang sudah tidak terbentuk, perut yang sudah dilubangi, dan organ dalamku yang beberapa sudah diambil. Suatu keajaiban aku masih dapat hidup walau hanya beberapa detik, menunggu ajalku yang benar-benar menyeramkan ini.
Hidungku masih dapat mencium bau anyir darah yang sangat menyengat walau hanya samar. Seluruh tubuhku mati rasa, tentu saja. Suara deraian itu begitu terdengar di indera pendengaranku, terasa begitu besar dan... menakutkan.
Sampai mataku mulai memberat, dan tidak dapat merasakan udara. Perlahan mataku tertutup dan hanya dapat melihat warna hitam, seluruh badanku yang awalnya mati rasa kembali terasa begitu menyakitkan, ingin aku berteriak namun tidak bisa.
Sekarang aku tahu, deraian itu adalah suara menuju kematian. Para Iblis melindungi kami agar tidak pergi kesini karena ini, namun mereka sendiri juga salah dalam memilih pemujaan. Seharusnya mereka menjaga kami dari kematian, bukan memimpin jalan kami menuju kematian.
Dunia ini adalah neraka. Kematian tidak dapat kalian hindari barang sedetikpun.
Mulutku bisu...
Tubuhku membeku...
Dingin menyergap...
Cahaya itu...
Aku sudah mati...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top