Liontin

Pagi ini kemalasan sangat melekat pada Dessy. Padahal semalam tidurnya pulas. Bahkan setelah Rebecca, bibinya, membuka tirai yang menutupi jendela kamarnya yang sangat lebar, sehingga dirinya kesilauan, ia tetap bergeming di atas tempat tidur. "Tuan putri, aku akan menyebutkan kegiatan-kegiatan yang harus kau lakukan pada hari ini," ucap Rebecca di samping ranjang. "Tentu saja pertama-tama kau harus bangun dulu."

Dessy pun duduk dan melemparkan pandangan kesal pada Rebecca.

"Kau tahu bahwa menjadi seorang putri artinya tidak bisa bersikap seenaknya bukan?" tanya Rebecca.

Gadis berambut hitam panjang itu melengos, "kalau bisa aku ingin menjadi orang biasa saja."

"Terserah apa katamu," Rebecca mengangkat papan kaca yang ia bawa. Papan kaca itu berubah menjadi tablet karena ditempeli sebuah stiker dengan lambang yang unik. Dari papan kaca itu terpancar hologram yang menampilkan jadwal Dessy pada hari ini. Wanita berambut coklat kepang itu kemudian menjelaskan pada Dessy.

Ritual pagi Dessy yang malas-malasan ini sudah terjadi sejak sang ibu, Ratu Rosalinda memilih untuk tinggal di villa pribadi milik keluarga McGuaverra dua tahun yang lalu. Alasannya karena sang ratu semakin sibuk dan villa lebih dekat untuk menjangkau berbagai tempat. Dessy tidak diizinkan ikut karena ratu menganggap istana lebih aman. Kalau boleh dibilang, sangat aman. Istana Kerajaan McGuaverra berdiri di tengah-tengah padang rumput yang jauh dari mana-mana. Tanpa ratu, istana itu hanya tiga orang yang mendiaminya. Dessy, Rebecca, dan Tuan William.

Pekerjaan domestik seperti membersihkan istana, mencuci pakaian, mengatur tanaman di taman, semuanya dikerjakan oleh boneka-boneka marrionette yang dikendalikan oleh kekuatan rhodes* Rebecca. Adik ratu itu juga memegang kendali sebagai kepala pelayan dan koki. Sedangkan Tuan William, seorang jendral muda yang ditugaskan khusus oleh ratu, bertanggung jawab sebagai kepala keamanan. Tentu saja Dessy merasa kesepian dan tidak bersemangat.

Terkadang istana menjadi ramai ketika perjamuan dan pesta untuk bangsawan atau tamu dari negara lain. Tapi perjamuan itu malah menyulut kebencian Dessy terhadap statusnya sebagai putri mahkota. Istri-istri pejabat sering bergosip tentang dirinya dan ibunya. Tepat setelah Dessy lahir, ayahnya meninggal dan mengharuskan ibunya menjadi pewaris takhta. Peristiwa itu membuat para wanita penggunjing itu mengira bahwa Dessy bukanlah anak kandung raja dan ibunya hanya mengincar takhta. Sayangnya sang bunda tidak pernah berkata apa-apa.  Sang ratu bungkam saat Dessy mengadu.

Hanya diperjamuan wanita-wanita itu melakukannya. Jika mereka sengaja bergunjing di dunia maya, mereka akan kehilangan semua yang mereka miliki. Semua fasilitas teknologi milik bangsawan adalah pemberian negara dan tidak digunakan untuk hal tercela. 

"Tunggu..." Dessy memotong ucapan Rebecca. "Siang ini aku tidak mau belajar."

"Mengapa?" tanya Rebecca.

"Bosan," Dessy merebahkan dirinya kembali.

"Lalu apa yang mau kau lakukan?" Rebecca menurunkan papan kacanya.

Sesaat kemudian, pintu kamar Dessy terbuka dan muncullah seorang pemuda sambil mendorong troli makanan. Dessy lupa bahwa ada seorang lagi yang tinggal di istana itu. Baru sebulan kemarin pemuda itu datang dan meminta Rebecca menerimanya menjadi pelayan pribadi untuk Dessy. Tanpa menjelaskan asal-usulnya dengan jelas, tiba-tiba saja ia sudah diterima. Untung saja keahliannya sangat bagus.

"Selamat pagi, Tuan Putri, Nona Daphne," sapa pemuda itu.

"Selamat pagi, Oliver" sahut Rebecca.

"Pfftt... Nona Daphne," Dessy menahan tawa ketika mendengar bibinya dipanggil dengan nama belakangnya. Rebecca segera melayangkan jitakan ke kepala Dessy.

"Panggil aku Rebecca saja, Oliver. Tidak perlu terlalu formal."

Oliver dengan cekatan memasang meja makan kecil di atas ranjang Dessy dan menghidangkan makanan yang ia bawa. Dua potong besar roti isi dan teh susu menjadi menu sarapan Dessy. Sayangnya, makanan lezat itu tidak membuat sorot mata tuan putri menjadi semangat. "Aku akan bilang pada gurumu agar tidak datang kemari. Sebagai gantinya Oliver akan menemanimu di perpustakaan. Se-pan-jang si-ang." kata Rebecca. Adik ratu itu kemudian pergi meninggalkan Dessy dan Oliver.

 Dessy menatap pemuda yang sedang merapikan troli makanan untuk dibawa pergi kembali itu. "Kau" panggilnya. Oliver menoleh. "Segera siapkan pakaianku untuk hari ini."

"Apakah tuan putri ada permintaan khusus?"

"Aku ingin..." Dessy mengehela nafas, "kaus putih yang ada glitter-nya dan rok hitam-pink polkadot.."

"Bagaimana dengan sepatunya, tuan putri?"

"Kau saja yang tentukan. Toh aku hanya punya dua pasang," Dessy mulai meminum teh susu.

"Baiklah tuan putri" pemuda itu pergi.

  ***

Pukul satu, setelah makan siang...

Seperti suruhan Rebecca, Dessy harus menghabiskan waktunya di perpustakaan bersama Oliver. Gadis itu tahu Rebecca menyuruhnya belajar sendiri. Ia tak mengerti apa yang harus ia pelajari lagi. Menurut gurunya, jika naik takhta sekarang pun Dessy mampu. Ia menguasai beberapa bahasa asing, hafal undang-undang dan sejarah kerajaan, memahami logika dan hitungan. Diam-diam ia juga sudah menguasai kekuatan Superior, kekuatan ajaib yang hanya dimiliki oleh  pewaris takhta. Konon kekuatan itu digunakan untuk bertarung dalam perang serta menunjukkan kewibawaan. Dikabarkan pula senjata mematikan paling modern sekali pun tak sanggup jika berhadapan dengan pemilik kekuatan ini. Kekuatan ini muncul hanya pada dua orang didalam satu periode kekuasaan. Pada yang berkuasa dan pada pewarisnya secara bersamaan.

Dessy merebahkan diri di sofa perpustakaan. Dari saku roknya, ia mengambil sebuah arloji kuno. Benda ini milik ayahnya dan sudah tidak dapat menunjukkan waktu. Kekuatan Superior gadis itu ia simpan di dalam arlojinya. Sambil terus memandang benda antik itu, Dessy memikirkan ibunya. Bunda tak pernah menunjukkan kekuatannya..

Apa yang sebenarnya terjadi dihari kelahiranku..?

"Tuan putri?" Oliver tiba-tiba menghampiri Dessy. 

Dessy terhenyak dan bangun tiba-tiba. Dahi mereka saling berbenturan. "Aduh.."rintih Dessy sambil mengelus dahinya.

"Sepertinya aku mengangetkanmu," Oliver juga ikut mengelus dahinya sendiri.

Dessy menatap Oliver kesal. "Aku tidak suka dikagetkan."

"Baik, tuan putri" Oliver hanya tersenyum. "Rebecca mengingatkanku untuk mengawasimu, tuan putri. Entah apa yang harus kuawasi."

"Dia memintaku belajar sendiri dan kau disuruh untuk membuatku terus belajar sampai nanti sore" jelas Dessy. "Berapa usiamu?"

"Sebentar lagi tujuh belas. Kira-kira sama dengan tuan putri".

Dessy mencoba untuk menganalisa wajah Oliver, tapi entah kenapa wajahnya terlihat kabur. "Dengar, aku tidak ingin belajar hari ini," Dessy menghela nafas, "kuharap kau bisa menjaga rahasia. Terserah kau mau melakukan apa di perpustakaan ini. Tapi hati-hati banyak dokumen tua disini."

"Dokumen tua?"

"Ya. Catatan sejarah keluarga kerajaan. Isinya mengerikan. Tapi tentu saja masih memiliki nilai sejarah" Dessy mengibaskan rambut panjangnya. Oliver nampaknya tertarik untuk membuka dokumen-dokumen tua. Ia tidak akan macam-macam. Hanya pergi mencomot sebuah buku dan membacanya sebentar lalu menaruhnya lagi. Tak lama, ia kembali dengan sebuah buku yang menyimpan catatan sejarah saat perang Kerajaan McGuaverra melawan Kerajaan Ravenight. Perang itu terjadi disaat yang sama dengan kelahiran Dessy.

Dessy nampak terkejut. "Mengapa kau tertarik pada catatan itu?"

"Aku hanya sembarang mengambil, tuan putri," jawab Oliver. Sekejap setelah melihat air muka tuannya, ia mengembalikan catatan itu dan mengambil catatan lain dan kembali ke sofa.

 "Kalau yang ini, tentang apa tuan putri?" tanya Oliver.

"Kalau tidak salah itu tentang harta benda keluarga McGuaverra" jawab Dessy. "Kalau kau kemari untuk mencari harta karun, disini sudah tidak ada. Semua barang di istana ini adalah barang baru. Kau tahu peristiwa kebakaran itu kan?"

"Maksud tuan putri?"

"Oh ayolah, aku tahu semua buku sejarah menceritakannya. Tiga puluh tahunan yang lalu istana kerajaan terbakar entah apa sebabnya. Keluarga kerajaan yang selamat hanya ayahku yang masih kecil. Setelah memadamkan kebakaran itu, harta benda yang masih bisa diselamatkan raib, dicuri oleh rakyat yang sakit hati, atau mungkin di jual di pasar gelap. Kecuali yang melekat pada jenazah" kata Dessy.

"Dan yang melekat itu adalah?"

"Batu. Entah dibuat apa batu itu. Mungkin dibuat bros, tiara, liontin. Batu itu ibarat emblem keluarga McGuaverra. Menurut catatan itu, tambang tempat batu itu digali hanya bisa didekati oleh keluarga McGuaverra saja," jelas Dessy.  "Jujur saja aku tidak punya. Mungkin disimpan ibu atau memang aku bukan anak raja.." Dessy memalingkan wajah.

Oliver membuka sebuah halaman dan terdiam sejenak. "Inikah batu itu?" tunjuknya pada sebuah gambar. Dessy mengangguk.

"Aku tidak tertarik untuk mencuri, tuan putri. Aku hanya ingin memastikan sesuatu," Oliver mengeluarkan sesuatu dari saku setelannya. "Aku berasal dari suatu tempat bernama Rumah Pelatihan, tuan putri. Rumah itu sejatinya adalah panti asuhan. Tangan kanan raja-raja sebelumnya-lah yang mengelola tempat itu. Anak-anak disana dilatih menjadi pasukan non-militer untuk kerajaan," Oliver menggenggam sesuatu.

"Aku pernah mendengarnya, kata bunda, ayah juga besar di tempat itu" Dessy mendengarkan Oliver dengan tenang.

"Apakah mungkin tuan putri punya saudara?" tanya Oliver lagi.

"Setahuku, aku hanya seorang diri"

"Aku diminta seseorang kemari dan menemanimu hingga kau siap" Oliver membuka tangannya. Dessy terperanjat. "Ia menitipkan liontin ini untukmu, tuan putri".

Batu liontin itu berwarna abu-abu dan ada awan-awan yang bergerak di dalamnya. Batu itu, emblem keluarga McGuaverra. "Dari mana kau mendapatkan ini?"

"Dari kakakmu, tuan putri" kata Oliver.

Dessy semakin terkejut. "Kakak?"

Oliver mengangguk. "Sebenarnya aku juga tidak ingin percaya. Kukira temanku itu gila atau berandai-andai. Tapi begitu ia menunjukkan ini, aku percaya. Ia punya dua buah batu. Satunya adalah bros dan satunya adalah liontin. Temanku bilang, yang liontin ini milik adiknya."

"Batu yang asli bisa menyatu dengan kekuatan Superior atau kekuatan Rhodes pemiliknya. Temanku pernah menunjukkannya.."

"Kekuatan Superior?!"

"Iya. Tapi hanya sekali. Dia bilang dia tidak mau menunjukkannya lagi. Batu bros miliknya menempel pada pedang yang ia gunakan saat membuka kekuatannya" Oliver memasangkan liontin itu pada Dessy tanpa permisi. "Mungkin tuan putri bisa mencobanya nanti."

Oliver lalu menaruh catatan lama itu kembali dan pergi meninggalkan perpustakaan. Dessy masih shock. Nafasnya naik turun. Kepalanya pusing. Omong kosong macam apa ini..?


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top