Prolog (1)
"Akhirnya kau kembali juga!"
"Sudah 5 bulan, kau tidak ketinggalan pelajaran sama sekali kan?"
Tiga orang berjalan di lorong sekolah yang ramai. Ketiganya saling berbincang seiringan dengan langkah kaki. Bagi orang-orang di sekitar, hanya terdengar basa-basi antar anak sekolahan. Namun, untuk suatu alasan, ketiganya seakan menjadi bintang pada lorong itu. Tidak ada satu pun orang yang tidak menatap mereka sembari berbisik-bisik.
Kedua pemuda di samping, yang satu bertubuh kecil dan yang satu lagi cukup tinggi dengan kacamata hitam pada wajahnya, berbincang dengan antusias selama perjalanan. Sementara pemuda yang berjalan di tengah, hanya mampu menghela nafas, sementara surai ungunya berkibar diterpa angin pagi.
"Tentu saja, kau pikir kerjaanku di rumah hanya tidur saja?"
Pemuda bersurai ungu itu menggaruk tengkuknya setengah kesal. Tak lama kemudian, Ia tersenyum sembari menatap kedua pemuda di sampingnya.
"Bukankah itu dia? Anak bermasalah itu?"
"Hu uh, kelihatannya dia sudah kembali."
"Bagaimana bisa dia masih diterima? Bahkan setelah diskors selama 5 bulan?!"
"Dilihat secara langsung pun dia agak menyeramkan...."
Segerombolan anak perempuan di sisi lorong saling berbisik. Sama seperti ketiga pemuda itu, mereka mengenakan kemeja putih dengan sebuah pin di bawah leher. Pin mereka beragam, dari mulai merah, kuning, hijau, biru, dan ungu. Sementara anak laki-laki mengenakan celana hitam panjang, para perempuan mengenakan rok hitam yang manis untuk dipandang.
Memang, keberadaan pemuda dengan rambut ungu telah jadi perbincangan hangat semenjak tadi pagi. Nampaknya tidak ada satu sudut sekolah pun yang tidak membicarakannya.
Bahkan untuk membicarakan di dekat pemuda itu berada pun, para anak perempuan ini memiliki nyali yang besar. Atau mungkin hanya ceroboh dalam memandang situasi.
Seorang gadis memeluk dirinya sendiri, merasa sedikit takut. "Bagaimana kalau dia membuat masalah lagi?"
"Sudah pasti anak-anak Exemplare akan kena masalah lagi," gadis yang lain menanggapi dengan wajah kritis. Ya, Ia cukup kritis untuk masalah ini namun tak kritis untuk membaca situasinya.
"Namanya itu, kalau tidak salah...,"
Ketika para perempuan menyibukkan dirinya untuk bergosip, mereka tak menyadari bahwa sesosok yang tegap sudah berdiri di antara mereka, memandang dengan senyum merendahkan.
"Homura Ivan."
Sosok yang tinggi dengan pundak lebar. Pemuda bersurai ungu itu memandang dengan mata keemasannya yang bersinar di balik wajahnya yang tertutup bayangan dari pilar. Terkejut akan keberadaan pemuda itu, mereka langsung mendekat satu sama lain, gemetaran.
"H-Homura Ivan?!"
Setelah memberi senyum itu, Ia terkekeh. Baginya melihat gadis-gadis ini ketakutan setelah membicarakannya merupakan hal yang lucu juga aneh dalam waktu yang sama. Ia tidak mengerti apa yang membuat mereka setakut itu. Padahal Ia sudah membersihkan wajahnya agar terlihat lebih cerah dari biasanya.
Pemuda keturunan Jepang-Jerman itu—yang memperkenalkan dirinya sebagai Homura Ivan, membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan, lantas kembali menyunggingkan senyum kesal. "Lain kali, kalau mau membicarakan seseorang jangan di dekatnya, senior."
Berbicara dengan nada yang menekan, gadis-gadis itu langsung diam menciut. Mereka tak membalas sementara pemuda itu berjalan menjauh. Dua pemuda di sampingnya mengikuti, namun keduanya sempat memberi tatapan pedas pada gerombolan perempuan yang harusnya merupakan senior mereka. Namun tak peduli, lagipula para senior yang membincangkan mereka kini hanya bisa gemetar ketakutan dan merasa malu karena jadi bahan tontonan warga sekolah.
Homura Ivan, akrab disapa Ivan. Benar, seisi sekolah mungkin sudah mengenalnya. Pemuda dengan wajah sedikit garang ini pernah menciptakan suatu masalah beberapa bulan yang lalu. Yang jadi perhatian adalah seberapa besar masalah tersebut. Karena Ia mendapat hukuman skors hingga 5 bulan lamanya, menandakan bahwa sekolah menganggap ini sebagai permasalahan serius.
Itu pun mereka masih menahannya, jika tidak, mungkin seorang Homura Ivan tidak akan punya kesempatan untuk tinggal di sekolah ini lagi.
"Senior-senior itu hanya tidak tahu faktanya saja," pemuda berkacamata hitam yang berdiri di samping Ivan membuka mulut, jari telunjuknya membenarkan kacamata tersebut, Ia terlihat sangat nyentrik dengan gayanya sekarang.
Tinggi pemuda itu tak jauh dari Ivan. Ivan mungkin terlihat tinggi dan gagah, bagaimana tidak? Tingginya mencapai 183 cm untuk ukuran remaja berumur 16 tahun. Sementara pemuda yang mengenakan kacamata hitam memiliki tinggi 178 cm. Namanya adalah Aldrich Rockwell, anak dari pengusaha permen karet terkenal di Eropa, keluarga Rockwell. Orang-orang selalu mempertanyakan alasan dibalik Aldrich yang mengenakan kacamata hitam nyentrik itu. Sudah Ia seorang anak pengusaha, ditambah gayanya, juga lingkaran pertemanannya, Ia bagaikan bintang yang disorot ke sana-sini, meski yang paling disorot masih tetap Ivan.
"Yah, sulit sih, tukang gosip dimanapun lebih suka berita buruk ketimbang berita yang baik," si kecil berbicara menanggapi ucapan Aldrich.
Lalu siapa pemuda berwajah Asia yang paling pendek ini? Tingginya hanya 163 cm. Ketika ketiganya berjalan bersama, Ia kelihatan seperti adik atau anak mereka ketimbang teman sekelas. Namanya adalah Eloi Ryuk, dia sesosok pemuda yang cukup unik. Sama unik seperti pupil matanya yang berbentuk garis bagaikan kucing. Orang-orang cukup takut padanya, selain karena Ia dekat dengan Ivan, juga karena Eloi pernah terkena masalah. Kau mungkin tidak akan percaya kalau anak berumur 15 tahun ini berhasil membuat seorang teman sekelasnya masuk ke rumah sakit karena suatu perdebatan.
Bisa dibilang, Ivan mungkin yang paling menyeramkan di mata orang-orang. Semua ini karena kejadian di 'saat itu', kejadian yang membuat semua berubah menjadi 180 derajat.
Ivan mungkin beruntung karena memiliki sosok seperti Aldrich dan Eloi yang masih mau berteman dengannya. Meski Ivan sendiri tidak begitu mempermasalahkan kehidupan sosialisasinya di sekolah. Namun kedua rekannya selalu saja mengikuti.
Ia sendiri tak bisa melakukan apa-apa. Toh, hanya keduanya yang mengetahui persis apa yang terjadi.
Area lorong sekolah yang panjang telah berakhir di sebuah taman besar dengan rerumputan menghampar. Tak jauh dari tempat itu, Terdapat sebuah danau yang luasnya hampir sama dengan aula sekolah mereka.
Taman ini bisa dibilang adalah tempat istirahat dan bermain bagi murid-murid. Hampir seluruh spot telah ramai ditempati, bahkan tak jarang ada anak-anak yang sengaja menghampar tikar untuk makan bersama ketimbang makan di cafetaria. Ada pula yang sekedar duduk di sisi danau dan bermain-main.
Karena tempat ini luas, tidak banyak yang memperhatikan kedatangan ketiganya. Hanya beberapa saja yang mereka lewati, sempat terkejut melihat perawakan Ivan yang ketus. Bisa ditebak, mereka semua gugup dan takut melihatnya.
Ketiganya terus berjalan, hanya ingin duduk di bawah pohon rindang. Namun sesuatu menangkap perhatian mereka, sosok yang berdiri di tengah rerumputan.
Seorang gadis nampak berlarian di sana bersama gadis lainnya. Namun gadis yang tertawa itu adalah sosok yang sedari tadi Ivan perhatikan.
Kulit, rambut, dan bulu mata yang putih bagaikan salju, gadis itu memilikinya. Ia bagaikan salju yang jatuh di musim semi, terlihat cantik, namun sangat unik. Ketika gadis itu membuka matanya, iris ruby yang dimilikinya bertemu dengan milik Ivan.
Menyadari ada seseorang yang memperhatikannya, gadis itu tersenyum tipis, seperti menyapa dari jauh. Tanpa sadar, pipi Ivan memerah karenanya. Tidak mungkin bagi gadis itu untuk tidak mengetahui soal dirinya, tapi gadis itu tetap tersenyum padanya seakan Ia bukanlah orang yang jahat seperti yang dipikirkan orang lain.
"Wah, dia tersenyum padamu," bisik Eloi diikuti senyum jahil. Aldrich turut tersenyum, keduanya seakan mendukung perasaan Ivan pada gadis itu.
"Iya, aku tahu...."
Nevada McBeth atau akrab disapa Neva adalah nama dari gadis cantik itu. Perawakan gadis itu bagaikan seorang bangsawan elit yang selalu tinggal di istana. Rambut bergelombang panjang dengan bando hitam di atasnya, kemudian bibir mungil dan imut. Gadis itu sangat cantik dan wajar apabila banyak yang menyukainya.
Namun bagi Ivan, kecantikan bukan sekedar alasan baginya untuk menyukai Neva.
Ia ingat sekali saat itu adalah hari pertamanya menginjak kaki di sekolah. Ivan tidak bermaksud terlambat, hanya saja alat yang dibuatnya untuk membangunkan dirinya mendadak tidak aktif saat itu. Jadi Ia harus berlari dari asrama hingga gedung utama dengan terburu-buru. Namun di tengah perjalanannya, Ia dikagetkan oleh sesuatu.
Ada seekor singa berdiri di bawah pohon rindang. Ivan dan singa tersebut bertatapan secara intensif selama beberapa menit lamanya. Ia terlalu ragu untuk melanjutkan perjalanan ke gedung utama karena singa tersebut tidak diikat pada apapun. Dalam posisi yang menegangkan itu, tiba-tiba saja sesosok gadis melompat dari pohon, tepat di depan singa itu.
Ivan takkan bisa melupakan surai putih bergelombang milik gadis itu, berkibar ketika Ia mendarat di tanah. Di tangan gadis itu ada seekor kucing yang kemudian ditaruh di bawah. Satu hal yang tak bisa Ia lupa adalah gadis itu langsung menaiki singa yang tadi bertatapan dengannya. Singa itu bagaikan tunggangan, setidaknya lebih efektif ketimbang berlari karena gadis itu juga kelihatannya terlambat mengikuti upacara pembukaan.
Beberapa hari setelahnya, Ivan mendapat informasi bahwa gadis itu bernama Nevada McBeth. Dan singa itu adalah miliknya, karena Neva ternyata memiliki kekuatan Lion Nature, yang membuatnya memiliki kemampuan seperti singa.
Gadis itu mungkin terlihat anggun di luar, namun Ivan tahu Neva memiliki sisi yang liar dan bebas layaknya singa. Itu yang membuatnya tertarik dan jatuh hati pada gadis itu.
"Tapi kalau membicarakan soal Neva...," Aldrich lagi-lagi membenarkan kacamatanya. Ketiganya entah kenapa langsung memasang wajah yang sama, serius.
"Francis McBeth, ya?"
.
.
.
To be continued
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top