2

Yuk! Baca lagi..g ush cuap" kyak biasanya ya.. aku mau cek Comment kalian dulu....

💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜______________________________________


Seoul,
Orion's lake Hill

Mobil mewah berlogo salah satu brand terkenal itu memasuki kawasan apartemen dan penthause elit yang ada di Seoul, ibu kota Korea Selatan itu.

Penghuni mobil sejak tadi hanya diam dan tak mengeluarkan satu suara pun sejak meninggalkan Busan, kota yang menjadi tempat tinggalnya sejak lama itu. Ditemani dengan seorang sopir pribadi dan dua orang pengawal utusan pak tua kesayangannya, tentu saja bukan ia yang minta.

Itu adalah paksaan dari sang Kakek yang menentang keras keinginannya untuk melanjutkan pendidikan di Seoul. Mereka bahkan dalam perang dingin saat ini.

Lamunan sang pemuda terhenti saat pintu disisinya dibuka dan sang pengawal yang ia tidak sadar entah kapan keluar dari mobil yang mereka gunakan. Ia menatap bingung dan bertanya dengan tatapan matanya.

"Kita sudah sampai Tuan Muda." Kata si pengawal seolah mengerti arti tatapan remaja berusia tujuh belas tahun yang akan segera menjadi mahasiswa itu.

Kaki jenjang dibalut jeans hitam dan sepatu timberland itu melangkah keluar dari mobil. Mata bulatnya menatap sekeliling, mengamati area yang saat ini akan menjadi tempat tinggalnya selama di Seoul.

Ia menyadari tempat ini, ia tidak mengenalinya.

Bibir merah muda dan tipis itu berdecak! Kakeknya itu memang sinting. Mereka mempunyai kediaman pribadi di Seoul yang tidak kalah mewah dan besar seperti di Busan. Untuk apa malah membelikannya Penthause!

"Ck! Harabeoji membeli Penthause ini untuk tempat tinggal ku?" katanya dengan kekesalan yang tidak ia sembunyikan.

Dua orang pengawal yang mendengar pertanyaan itu tersenyum simpul, sudah hafal betul bagaimana perangai sang majikan muda mereka.

"Ne, Tuan Muda. Tuan Besar berkata, Beliau takut anda akan merasa kesepian jika tinggal sendiri di Kediaman Jeon dan hanya di temani para pelayan disana."

Tuan Besar Meraka memang tidak pernah setengah-setengah melakukan sesuatu untuk sang cucu.

Beliau melimpahkan kasih sayang dan seluruh perhatiannya untuk sang remaja tanpa membiarkan sesuatu menganggu kenyamanannya, tetapi tetap bersikap tegas.

Memanjakan tetapi tidak membiarkannya menjadi manja dengan keadaan.

Jeon Jungkook itu pemuda dengan otak Jenius dan Cerdas.

Memiliki segala yang di impikan sebagian besar orang, Kekayaan yang melimpah, Kepintaran, Kerupawannan dan kesempurnaan fisik yang membuat orang berpikir, tuhan pasti sedang bahagia saat menciptakannya.

Segala yang menarik ada padanya.

Meskipun kata orang ia paket komplit limited edition, Nyatanya pemuda Jeon tidak menganggap dirinya lebih dari orang lain.  Ia masih pemuda yang rendah dati dan tidak sombong dan egois.

"Tuan Besar mu itu begitu boros, Hyung! membuang-buang uang saja."

Mesikipun berkata dengan menggerutu, tetapi kakinya tetap melangkah dan menyusuri tempat itu. Masuk kedalam unit penthousenya dan melihat sekeliling dan mengangguk-anggukankan kepala. Mengakui selera pilihan kakeknya. Walaupun mereka sedang saling mendiamkan.

"Semua barang anda sudah ditata di kamar. Tuan Besar sudah memerintahkan tiga orang  maid untuk mengurus tempat ini, tetapi mereka tidak akan tinggal bersama anda." Kata sang pengawal kembali menjelaskan.

"Hem, terserah saja. Aku mau tidur dulu Hyung. Kalian juga beristirahatlah. Terima kasih untuk hari ini."

"Baiklah. Semua berkas kuliah mu ada disana. Bagian administrasi sekolahmu mengirimkannya ke rumah utama kemarin."

Jungkook mengaguk-anggukan kepala mendengar semua penjelasan sang pengawal yang sudah ia kenal itu. Ia memanggil semua pengawal itu dengan sebutan Hyung karena mereka semua lebih tua dari padanya.

"Iya, mereka sudah menghubungi ku dan mengurus semuanya, jadi aku tidak perlu repot mengurus pendaftaran lagi."


"Ah, ya kami akan langsung kembali sebelum fajar nanti. Jadi mungkin tidak akan sempat berpamitan."

"Hem, baiklah. Tolong sampaikan pada Harabeoji ku yang keras kepala. Aku bisa menjaga diri ku, jadi jangan khawatir." Ucap Jungkook.

Terdengar kurang ajar memang mengatai kakek sendiri keras kepala, tetapi ia dan sang Kakek sudah biasa, mereka kadang saling memaki seperti teman sebaya.

Jika orang lain melihat pasti akan mengannggap Jungkook adalah cucu yang kurang ajar dan tidak tahu sopan santun.

Tetapi dia Jeon Jungkook! sejak kapan ia menjadi anak baik-baik dan peduli omongan orang? Itulah salah satu kata-kata Jungkook untuk dirinya sendiri.

"Tentu, beliau hanya tidak ingin sesuatu terjadi pada anda."

"Yaa, aku tahu itu."

****








Bangunan panthause yang terkelilinngi oleh dinding kaca tebal itu terlihat indah diterpa sinar mentari pagi yang terpancar begitu apiknya hari ini. Pemuda tampan yang akan menjadi mahasiswa sebenatar lagi itu tampak rapi dengan setelan serba hitam yang ia gunakan pagi itu.

Rambut hitamnya yang sudah memanjang selama masa liburan ia biarkan berantakan. Ia berencana pergi ke suatu tempat pagi ini untuk merapikan dan merubah gayanya sebelum tahun ajaran baru dimulai besok.

Langkah kakinya yang ringan terdengar mengisi keheningan tempat dengan dekorasi dan perabotan mahal di sana, berjalan menuju dapur terlihat seorang Ahjuma yang ia duga pasti pelayan dari Mansion Jeon yang sedang menyiapkan sarapan.

Tadi ia juga melihat dan menyapa dua orang maid yang sepertinya datang bersama ahjumma itu sedang membersihkan ruangan.

"Selamat pagi Tuan Muda." Sapa sang  Ahjuma.

Beliau tidaklah terlalu tua usianya mungkin sekitar empat puluh tahunan, ia sudah bekerja selama bertahun-tahun pada keluarga Jeon, walaupun bukan di kediaman utama di Busan.

Oleh karena itu, ia dan dua pelayan lain yang di tugaskan untuk mengurus Penthause ini terkesima saat melihat wajah Tuan Muda mereka secara langsung.

Sungguh lebih tampan dari pada yang difoto.

Jungkook memang tidak pernah datang ke Mansion Jeon yang ada di Seoul, karena bersekolah di sekolah asrama di Busan sana.

Jikapun liburan, hanya dihabiskannya dengan sang Kakek di kediaman utama atau pergi berlibur kemudian kembali ke Asrama untuk kegiatan acara liburan sekolah bersama. Itu alasan yang mereka tahu.

"selamat pagi Ahjumma.."ucap Jungkook sebagai balasan.

Jungkook menatap makanan yang sudah terhidang diatas meja makan dihadapannya. Ada berberapa macam hidangan yang biasa dimakan untuk sarapan khas masakan Korea.

Jungkoon mulai memakan sarapannya dalam diam. Sebenanya jika boleh jujur, ia lebih suka sarapan dengan yang sesuatu yang ringan, roti atau sereal dan segelas susu itulah yang biasa ia makan untuk sarapan.

Tetapi karena Ahjuma sudah terlanjur membuatnya, tidak sopan jika ia tidak memakannya.

"Apa kalian akan berelanja?" Tanya Jungkook

Ahjumma dan maid itu mengiyakan, mereka memang akan pergi ke supermarket untuk berbelanja bahan makanan untuk mengisi dapur di Penthause ini. Untuk sarapan tadi mereka sengaja membawanya dari Mansion hanya untuk pagi ini, karena tidak memungkinkan untuk pergi belanja terlebih dahulu.

"Bisa belikan aku beberapa kotak susu pisang, dan sereal?"

"Apa anda ingin kami menyetoknya di dapur sekalian Tuan Muda?"

Jungkook meminum air putih digelasnya hingga tandas sebelum menjawab pertanyaan tadi.

"Hem, tolong lakukan itu. Aku suka sarapan dengan sereal dan susu pisang. Jadi Ahjuma, dan yang lain tidak perlu datang sepagi ini. Kalian bisa datang agak siang. Hanya pastikan saja stok susu pisang dan sereal selalu ada didapur. Ah! Apa Ahjuma bisa membuat Cookies?" Ucapnya.

Jika ada salah satu hal yang paling akan dirindukannya setelah meninggalkan Busan, maka jawabannya adalah Cookies coklat buatan Chef Choi!

Chef Choi adalah koki asli masakan khas korea sebenarnya, tetapi ia juga sangat pandai membuat Cookies coklat yang lezat. Ia adalah Koki asrama sekolah mereka. Jungkook adalah penggemar setia Cookie buatannya, terutama Cookies Coklat.

Dan Chef Choi sangat baik hati mau membuatkan Cookies-Cookies itu  untuknya dua minggu sekali dan meletakannya di dalam toples-toples kaca bening di lemari penyimpanan dapur asrama dan beberapa di bawa pulang ke Hwang-Gwan.

Sang Ahjumma mengangggukan kepalanya, ia bisa membuat kue-kue kering semacam itu kecuali cake.

"Kalau begitu, tolong buatkan juga Cookies coklat dan tempatkan di toples-toples ukuran kecil jika tidak sibuk. Aku suka memakannya sebagai camilan." Kata Jungkook yang sudah berdiri dari duduknya.



Ia sudah menyelesaikan sarapannya, melirik jam tangannya sebentar memastikan jika ia masih memiliki cukup waktu sebelum waktu janjiannya.

"Tentu tuan muda akan saya lakukan dengan senang hati."

"Baiklah, terima kasih untuk sarapannya. Aku pergi dulu..."

Jungkook itu bukan orang yang pandai beramah tamah dengan orang baru. Jika tidak mengenalnya dengan baik, orang pasti akan berpikir jika ia sombong dan angkuh. Tapi Jungkook mana peduli.

Menurutnya ia sudah cukup ramah. Walaupun ia jarang tersenyum tetapi ia tetap menjawab saat ditanya oleh siapapun itu.

Hanya teman-temannya di Bangtan Academy yang tahu bagaimana gilanya dan jahilnya ia, dan mereka sudah mengenalnya selama belasan tahun.

Jungkook berjalan santai menuju basement sambil mendengarkan music dari ponsel genggamnya. Sesekali menyanyi mengikuti lirik lagu, bersenandung pelan dengan suara lembutnya yang jarang terdengar itu.

Motor Sport hitam dengan helm hitam terparkir apik didekat jajaran mobil di basement area penthouse itu. Motor itu milik nya yang ia minta dikirmkan ke Seoul.

Jungkook terlihat keren dengan motor besar yang sudah dinaikinya itu, sungguh menarik mata terutama kaum hawa untuk melirik dan mejeritkan namanya.

Drrrt!rrrrrttt!


Dering ponsel disertai getaran disaku yang cukup keras berbunyi itu mengurungkan niat Jungkook untuk segera memacu kendaraan roda duanya. Nomor itu bukan nomor korea.

"Yeoboseo.." katanya

Jungkook tersenyumkecil mendegar suara diseberang sana ternyata salah satu dari orang yang masuk dalam list Jungkook dalam segala hal gila.

"Kau sudah sampai?" katanya lagi.

sahabat bantetnya itu seharusnya sudah berada di Negeri sakura itu sejak semalam setelah mereka berpisah menuju tujuan masing-masing.

"Aku pasti tidur saat kau menelpon."

Jungkook menanggapi suara itu dengan santai. walaupun mereka baru berpisah dua puluh empat jam saja, tetapi rasanya hidupnya menjadi sepi dan tidak berwarna lagi.

Biasanya mereka sering kali membuat masalah dan ulah bersama. Hampir setiap hari mendapat omelan dan hukuman. Masa sekolah yang indah walaupun penuh derita begitu ia menyebutnya.

"Aku belum bertemu dengan si Alien. Aku baru sampai kemarin dari Busan."

Ah, sahabat Aliennya yang satu itu, Jungkook hampir lupa ia belum menghubungi si aneh yang sudah lebih dulu beberapa hari meninggalkan Busan dari pada dia dan si Bantet.

Jungkook terdiam, menatap keatas langit-langit begitu mendengar perkataan disebrang telepon sana. Ia ingat tadi malam karena terlalu banyak pikiran yang mengganggu ia memutuskan untuk menambah dosis obat yang biasa ia gunakan. "Aku menggunakan dosis yang lebih kemarin."

Jungkook kembali berdecak mendengar balasan sang sahabat di Jepang sana.

Si Bantet itu benar-benar. Untuk apa mengkhawatirkan dirinya dan si alien itu yang jelas sudah dibiasakan dengan segala hal yang harusnya biasa bagi orang normal lainnya.

Harusnya ia megkhawatirkan dirinya sendiri saat ini. Ia sangat tahu bangaimana Jepang membawa beberapa kenangan lamanya kembali.

"Sudah, jangan pikirkan soal itu. Jika kau lupa kami sudah melatihnya selama bertahun-tahun." Katanya.

"Hem, sampai Jumpa Chim."

Sambungan itu terputus dan Jungkook masih diam menatap ponsel genggamnya. Kali ini mereka sudah melangkah keluar dari zona hitam mereka. mereka telah melangkah ketengah-tengah cahaya yang bisanya hanya mereka perhatikan dari balik kegelapan. 

Mereka mempertaruhkan banyak hal untuk ide gila yang mulai berjalan ini. 

"Haaahh, ini akan panjang dan membosankan! Harusnya ini di filmkan! aku jamin drama yang kami mainkan akan mendapat rating tertinggi dalam sejarah!" kata Jungkook sambil bedengus kesal. 

Yahh semua sudah berjalan. Pesawat yang lepas landas, tidak bisa mendarat begitu saja sebelum mencapai tujuan, Terkecuali jika ada situasi darurat dan pilot tidak bisa mengatasi, barulah pendaratan darurat akan dilakukan. Bukan begitu?

****


Seorang pria muda dengan setelan sweter rajut membalut tubuhnya yang proporsional dengan wajah yang terlihat ramah berjalan santai memasuki sebuah bangunan berlantai empat. Pria itu tersenyum ramah pada orang-orang yang dia lewati selama perjalanan menuju ruangan yang ia tuju.

Langkah kakinya terhenti saat melihat seorang pemuda tampan yang suda ia kenal lama sedang berbincang dengan seorang wanita yang merupakan teman semasa sekolahnya dulu. temannya itu yang memberi kabar jika pemuda itu datang ke tempatnya. 

Dan disinilah ia untuk menemui si pemuda. Ia harus melakukan sesuatu pada pemuda itu, sesuatu yang pasti akan sangat dibenci oleh si pemuda. 

Ah! Bukan hanya pemuda itu, tetapi dua temannya yang lain juga. 

"Annyeong... " sapanya begitu memasuki pintu ruangan itu.

Sapaan salam itu membuahkan dua tatapan yang berbeda. Tatapan lembut dan senyum manis terlihat dari si wanita yang langsung berdiri dan memberi pelukan singkat padanya sementara si pemuda yang  menjadi tujuan utamanya datang kesini menatapnya dengan raut wajah heran dan penuh tanya?

"Annyeong Jungkookie.." katanya lagi 

Jungkook masih menatap bingung si pria muda yang sebenarnya jauh lebih tua dari dirinya tetapi tidak pernah memanggilnya Hyung sejak dulu.

"Kau?" kata Jungkook 

Sementara pria itu hanya tersenyum simpul dan balik bertanya,"Ne..Wae?"

Ah, tangannya gemas ingin mencubit kedua pipi Jungkook. bagaimana bisa pemuda dihadapannya ini memiliki wajah yang begitu tampan dan menawan tetapi terlihat menggemaskan seperti ini. ini momen langka yang harusnya diabadikan, jika saja tidak mengingat tujuan awalnya kesini sudah ia cubiti gemas pemuda ini. 

"Kenapa kau ada disini? Hwanie"

Jungkook penasaran tentu saja, setahunyaorang ini sedang tidak berada di korea, tapi kenapa sekarang berada disini, dengan santai pula tampilannya. Mencurigan sekali. Pikirnya.

"Aku ada tugas penting, karena itu aku datang kesini."

"Tugas penting?"

Tugas penting apa yang membawa seorang ahli jiwa di tempat seperti ini, di salon kecantikan? Ini semakin mencurigakan baginya. Bukannya menjawab pertanyaan si pemuda, Pria yang di panggil Hwan itu malah memanggil nama Jungkook, hingga membuat pemuda yang sedang menatapnya itu mengerutkan kening penuh tanya

"Eung! Jungkook-ah?"

"Wae?" kata nya

Hwan menarik sebuah kursi dan duduk menghadap Jungkook yang ada dihadapannya. Tangannya merogoh saku seakan ingin mengeluarkan sesuatu dan menunjukannya pada Jungkook sembari berkata, "Aku ingin menunjukan sesuatu pada mu!"

Jungkook yang penasaran mengalihkan perhatiannya pada tangan Hwan yang masih sibuk dengan sakunya itu dan berusaha mengeluarkaan yang entah apa.

"Apa yang..."

Kata-kata Jungkook terputs begitu melihat benda yang dikeluarkan oleh hwan, sebuah benda kecil berbentul bulat dan memiliki rantai panjang seperti jam kuno dengan jarum di tenganya yang bergerak seperti whisper mobil yang sedang membersihkan kotoran di kaca, bergerak kiri kanan dengan cepat. 

"Lihat dan perhatikan ini.."kata Hwan. 

Hwan tersenyum begitu melihat tahap pertama dari pekerjaannya sudah berhasil, dan sekarang ia tinggal melakukan step berikutnya yang merupakan inti dari tugasnya.

Begitu selesai, hwan mendekati si wanita yang sejak tadi hanya diam memperhatikan keduanya. Ia menerima uluran segelas kopi panas yang temannya itu berikan. 

"Tidakkah ini berlebihan?" kata si Wanita



Hwan menatapnya sekilas dan membali menyeruput kopi hitam itu dengan santai. awalnya dia juga berpikir ini terlalu berlebihan tetapi setelah mendapat penjelasan ia baru memahhami hal ini memang harus dilakukan. 

"Tidak! Hal ini harus dilakukan, hanya sementara. Aku yakin ini tidak akan bertahan lama. Mereka sudah terlatih dengan permainan pikiran seperti ini. mereka akan bisa melepaskan diri dengan sendirinya, aku yakin itu." katanya dengan yakin.



Wanita itu menghela nafas, ia kadang berpikir bagaimana bisa semua kerumitan ini terjadi. Tetapi mengingat siapa mereka, tentu saja pertanyaan seperti itu terasa bodoh untuk ada didalam otaknya.



"Kenapa tidak dengan cara biasa saja?"

"Mau bagaimana lagi, ini perintah langsung."



Hwan mengambil tasnya yang tadi sempat ia letakan di sofa dekat Jungkook tertidur dengan wajah damainya, melangkahkan kaki menuju pintu didampingi sang sahabat lama.

"Aku harus segera pergi, pesawatku akan berangkat satu jam lagi." ucapnya sambil tersenyum

Wanita itu mengangguk mengerti,"Jepang?" tanyanya



"He'um. Tinggal yang satu itu!" 

Hwan meringis saat mengatakannya. Ia tidak percaya bisa melakukannya dengan mudah pada dua bocah disini. tetapi ia tidak yakin dengan yang satu tersisa di Jepang sana. 

"Haah, kau harus mempersiapkan diri saat mereka bebas nanti." kata si wanita yang sudah membayangkan apa yang bisa dilakukan ketiga pemuda yang menjadi target dari pekerjaan penting yang Hwan lakukan.



"Ya, kau benar. Mereka tidak akan melepaskanku  nanti."


TBC

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top