CHAPTER TWENTY THREE

“Bagaimana perasaanmu setelah malam itu?”

Su Li menatap Ziang Wu lurus. Ia tahu, cepat atau lambat pembahasan ini harus mereka bicarakan. Wanita itu menelan gigitan terakhir macaroon yag ia makan. Berpikir dengan seksama pilihan kata apa yang akan ia sampaikan. Topik yang diajukan Ziang Wu sangat sulit, Su Li takut akan salah bicara. 

Suasana ruangan itu mendadak menjadi hening, hanya sesekali suara desisan pengharum ruangan yang terdengar. Detik-detik itu terasa mencekam bagian Ziang Wu, ia hanya mampu melirik Su Li diam-diam. Berdoa dengan sungguh-sungguh agar Su Li tidak menghancurkan sedikit harapannya.  Wanita itu tidak membencinya, Ziang Wu tahu itu. Hanya saja ia sedikit ragu jika perasaan asing yang selalu menghantuinya itu juga dirasakan oleh Su Li. 

“Aku tahu, jika hubungan kita hanyalah berlandaskan kontrak yang telah kita sepakati bersama. Tetapi kau juga tahu bukan? Kita tidak bisa mengontrol perasaan yang kita rasakan.” 

Su Li hanya diam mendengarkan apa yang ingin Ziang Wu sampaikan. Benar, tidak ada yang bisa meminta kemana perasaan itu berlabuh. Seperti kematian, jodoh pun tidak ada yang tahu. “Aku tidak bisa membiarkan perasaan ini tumbuh tanpa kau ketahui. Aku mengatakannya bukan untuk membebanimu, sungguh. Hanya saja, aku rasa kita perlu membicarakan ini.” Wanita itu memberikan waktu, ia mendengarkan kata demi kata sambil menyusun balasan apa yang akan ia sampaikan. Namun Ziang Wu bergeming. Membuat Su Li mengembuskan napas panjang. Tidak ada lagi ucapan yang terucap di antara keduanya. 

“Sebelumnya aku minta maaf. Malam itu, karena kebodohanku, kita jadi berada di keadaan yang canggung. Kau mungkin hanya bingung dengan perasaanmu. Rasa yang kau miliki hanya rasa penasaran, Ziang Wu.”  Suara lembut itu mengudara, memecah keheningan yang terjadi. Ziang Wu mengangkat kepalanya, mencoba menelaah dan mengerti apa yang akan Su Li katakan. Kalimat selanjutnya menghujam tepat  di jantungnya. “Malam itu adalah suatu kesalahan.”  

Mendengar satu kalimat yang meluncur mulus dari bibir tipis itu pupus sudah segala harapan. Ziang Wu seperti tertampar kembali ke kenyataan.  Seharusnya ia lebih mengenal bagaimana sosok wanita yang sedang bersamanya saat ini. Su Li itu wanita karir yang selalu dituntut untuk bersikap profesional. Tidak akan ada yang bisa meruntuhkan benteng itu, apalagi hanya dengan alasan semacam roman picisan.

“Kau pun sendiri tahu, tidak ada alasan bagiku untuk menjalin hubungan serius,” lanjutnya. Ia tidak berani menatap Ziang Wu. Manik kecokelatan itu menatap lurus pada cangkir cokelat panas yang ia genggam. Su Li sedang mempertahankan prinsip yang sedang ia perjuangkan. Wanita seperti dirinya tidak pantas bagi siapa pun. Ia pun tidak mengerti, jika membicarakan bagaimana semua pencapaian yang sudah ia raih, Su Li dapat berdiri dengan percaya diri, tetapi jika menyangkut dengan perasaan, Su Li menciut. Ia khawatir jika ia tidak bisa membalas semua perasaan yang tercurahkan padanya. 

“Kau selalu bersikap baik pada semua orang. Mungkin, karena kita berinteraksi lebih banyak, kau menjadi salah paham akan perasaan itu.” Berulang kali juga kalimat itu ia ucapkan pada dirinya sendiri. Ziang Wu itu selalu memperlakukan semua wanita dengan baik. Jadi Su Li takut jika apa yang ia terima hanyalah ilusi semata. 

“Apa yang kurasakan padamu saat ini, sangat berbeda dengan apa yang aku rasakan pada wanita lain atau apakah posisiku saat ini tidak menguntungkan untukmu?” Ziang Wu menatap Su Li dengan tatapan tak terartikan. 

Su Li menggeleng cepat. Bukan itu maksudnya. “Jangan salah paham. Aku tidak pernah memandang rendah dirimu. Hanya saja aku tidak percaya diri, Ziang Wu. Aku tidak percaya diri bisa membalas semua yang kau berikan padaku. Jadi, sebelum kau terluka, lebih baik kau hentikan sekarang juga.”

“Kau hanya terlalu takut. Bisakah kau mempercayaiku?” 

Ziang Wu menatap manik kecokelaatan itu, mencoba mengatakan bahwa apa yang rasakan adalah ketulusan yang ia rasakan dan berharap dapat mengubah pemikiran Su Li.  

Su Li mengalihkan pandangannya, ia tidak sanggup menatap manik yang sehitam jelaga tersebut. “Jadi hubungan seperti apa yang kau inginkan diantara kita?” Wanita itu mencoba membalas tatapan Ziang Wu. Su Li setuju dengan apa yang Ziang Wu katakan, ia ingin mencoba percaya. 

“Berhentilah untuk menggunakan akal sehatmu yang selalu memandang negatif masa depan. Pikirkanlah betapa sederhananya semua ini,” bujuk Ziang Wu dengan suara yang lembut. 

Su Li melirik, memandang Ziang Wu, memperhatikan wajah tegas yang akhir-akhir membuat jantungnya berdebar, ia tidak akan menyangkal hal itu. Bagaimana Ziang Wu sering kali menggoyahkan tekadnya. Batinnya sedang bergejolak. Apakah mengikuti dorongan itu adalah keputusan yang bijak? Atau kelak ia harus menyesali keputusan ini?

Ziang Wu memberanikan diri untuk lebih mendekat. Aroma manis ceri kembali mengisi rongga paru-parunya. Seperti sebuah candu, Ziang Wu selalu menyukai bagaimana aroma manis yang bercampur feromon Su Li itu memenuhi udara di sekitarnya. “Kau hanya perlu percaya padaku dan menerima semua perasaan yang aku curahkan dengan segenap hati. Aku tulus padamu, Su Li.” Pemuda itu menggapai tangan Su Li. Menggenggamnya dengan lembut seolah itu adalah barang rapuh yang mudah sekali untuk pecah. 

Seperti tersihir, Su Li hanya diam dan menunggu hal apa yang akan dilakukan Ziang Wu setelahnya. Wanita itu hanya mampu mati-matian menahan degup jantungnya yang mulai menggila kala telapak tangan besar Ziang Wu menangkup pipinya. Membelainya lembut. Seluruh afeksi yang ia terima seolah lumpuhkan semua sarafnya. Padahal ia yakin, tidak ada alkohol dalam acara makan malam mereka. Namun dirinya merasa sedikit pening, aroma maskulin dengan  sentuhan woody menggelitik penghidunya. 

Tidak ada jarak diantara mereka. Tangan kanannya diletakkan oleh Ziang Wu di atas dada kiri yang terbalut turtleneck hitam tersebut. “Kau dapat merasakannya? Aku gila karenamu, Su Li,” bisik Ziang Wu yang berhasil membuatnya meremang. Degup jantung Ziang Wu yang menggila menembus telapak tangan membuatnya sedikit terlihat sedikit terkejut. Bagaimana Su Li tidak menolak semua sentuhannya membuat Ziang Wu percaya diri untuk membawa mereka ke tahap selanjutnya. 

Sentuhan Ziang Wu berpindah ke belakang kepala, salah satu tangannya sudah memerangkap pinggang ramping Su Li dan menariknya mendekat. Fokusnya kemudian terpusat kepada bibir ranum yang dipoles dengan perona bibir berwarna merah menyala tersebut. mengusapnya pelan sebelum memagutnya dengan penuh gairah. 

Pada detik dimana Su Li membalas pagutannya, membuat lengkung senyum tercetak jelas di sela ciuman yang sedang berlangsung. Su Li mengalungkan kedua lengannya pada leher kokoh Ziang Wu.  Merasa kehabisan napas, tautan bibir itu terlepas. “Kamu terlihat sangat cantik,” ucap Ziang Wu saat melihat bagaimana wajah Su Li yang dihiasi oleh rona merah dan kabut gairah yang menyelimuti manik kecoklatan favoritnya. 

Su Li memekik tertahan kala tubuhnya dipindahkan Ziang Wu ke atas pangkuan pemuda itu. “Apa yang kau lakukan?” tanyanya. Posisi ini sungguh membuat wajahnya merah padam. Tea-Length dress berwarna peach yang ia kenakan tersibak dan menampilkan paha mulus yang ia miliki. “Turunkan aku,” cicitnya. Tetapi seolah tuli, Ziang Wu tidak mengindahkan permintaan istrinya tersebut. 

“Aku hanya ingin melihat wajah Istriku dari dekat,” ujarnya merayu. Disibaknya rambut yang menutupi paras cantik sang Istri di belakang telinga. Tatapan mendamba Ziang Wu seperti menghipnotis Su Li untuk kembali menyatukan bibirnya dengan bibir tipis yang entah mengapa terasa begitu manis dan memabukkan. 

Keduanya kembali terlarut dalam pagutan panas dan aksi saling bertukar saliva. Kedua tangan Ziang Wu tidak tinggal diam. Meraba dan mengirimkan afeksi di tempat-tempat yang ia lewati. Ciuman Ziang Wu turun menuju leher putih jenjang yang sedari tadi menyita fokusnya. Menyesapnya kuat hingga menyisakan jejak keunguan. 

Aah.” Su Li tidak dapat menahan desahan yang timbul akibat sesapan dan juga sentuhan nakal Ziang Wu yang semakin naik. Bahkan ia dapat merasakan dengan jelas, ada bagian dari Ziang Wu yang terbangun. Napas keduanya memburu dan semakin berat. Akal sehat sudah menguap bersama uap panas yang mereka hasilkan akibat  sentuhan dan juga pagutan yang mereka lakukan. Tangan Su Li pun tidak tinggal diam, menjambak kecil rambut hitam Ziang Wu. Menyalurkan rasa  nikmat dari afeksi yang ia terima. 

Tok ... Tok ...

Ketukan pada pintu sekejap mengembalikan akal sehat yang sempat menghilang. Keduanya terkesiap, bahkan Su Li tidak sadar melompat dari pangkuan Ziang Wu. Seorang pelayan masuk mendorong sebuah troli yang berisi sebuah keik dan juga sebotol sampanye. Baik Su Li maupun Ziang Wu saling bertatapan heran. 

“Maaf, kami tidak memesan ini,” ucap Ziang Wu sopan yang membuat tatapan pelayan itu menjadi tatapan bingung. Pasalnya ia hanya diminta untuk mengantaarkan troli tersebut kepada pelanggan yang sudah memesannya. 

Su Li mendekat dan melihat keik cokelat yang bertuliskan Happy Anniversary itu membuatnya semakin yakin bahwa pesanan itu salah alamat. 

“Kami adalah pasangan pengantin baru, jadi tidak ada alasan kami untuk memesan kue hari jadi padahal kami belum genap setahun menikah.” 

Penjelasan Su Li membuat pelayan semakin bingung, “Pesanan ini dibuat oleh Tuan Ziang.” 

Alis Su Li sukses terangat naik, marga Ziang bukanlah marga umum dan tergolong langka di Tiongkok. Selama hidupnya ia hanya bertemu dua orang yang memiliki marga Ziang, dan itu tidak mungkin dari keduanya. Apalagi melihat ekspresi Ziang Wu yang biasa saja bahkan sedikit terkejut. 

“Bagaimana jika kau memastikannya sekali lagi. Apakah kau tidak salah masuk dengan ruangan VIP yang lain?” usul Su Li. Ia tidak terbiasa menerima sesuatu jika itu bukan miliknya. 

Pelayan itu menuruti usul Su Li, mendorong troli itu keluar dari dari ruangan. Sepeninggal pelayan tersebut membuat suasana canggung pekat memenuhi ruangan.

“Aku sudah lelah, mari kita kembali,” ajak Su Li kemudian melenggang keluar ruangan sebelum ia kembali dimangsa oleh Ziang Wu. Sedang Ziang Wu hanya dapat menahan frustasi, bagaimana  Su Li yang langsung pergi meninggalkannya membuatnya merutuk.

“Setidaknya selesaikan dulu apa yang sudah kau mulai,” serunya putus asa.  

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top