CHAPTER THIRTY TWO
Lobi Liang Tech sudah terlihat lengang. Hanya terlihat beberapa pegawai yang berlalu lalang, sebagian besar tujuan mereka adalah pulang. Jam pulang kantor memang sudah berakhir beberapa jam yang lalu, bahkan meja resepsionis juga sudah kosong. Beberapa pegawai yang lembur terlihat kembali dari kantin sambil membawa cangkir kopi dan juga kudapan malam. Kantin memang akan buka sampai tengah malam, menemani pegawai yang sedang lembur mengejar target.
Ziang Wu menunggu di salah satu sofa yang berada di ruang tunggu sesuai permintaan Su Li. Istrinya mengatakan bahwa meeting sudah selesai dan memintanya untuk menunggu di lobi saja. Untuk membunuh waktu, Ziang Wu mengambil beberapa majalah bisnis yang ada di atas meja. Bacaannya terhenti saat kedua matanya tertutupi oleh dua tangan yang terulur dari belakangnya. Aroma ceri yang menguar membuatnya tersenyum dan menurunkan kedua tangan itu. Ia kemudian berbalik dan melihat Su Li yang berdiri di belakangnya dengan wajah bersalah.
"Maaf, ternyata ada beberapa hal yang harus aku periksa sebelum pulang. Kau sudah menunggu lama?"
Ziang Wu menggeleng. "Aku hanya menunggumu selama sepuluh menit. Jadi kau tidak perlu meminta maaf," ucapnya kemudian beranjak. Salah satu tangannya menggenggam erat tangan sang Istri dan memasukkannya ke dalam saku jaket. "Mau makan apa untuk malam ini?" tanyanya lagi.
"Bisakah kau memasakkan sesuatu untukku?" Su Li memeluk lengan Ziang Wu yang menggandengnya. Sedang suaminya terlihat berpikir sejenak, sebelum akhirnya mengangguk menyetujui. Senyum Su Li kembali merekah, "Aku mau makan fuyunghai, udang cabai garam, dan mapo tofu." Menyebutkan nama-nama makanan tersebut membuat perutnya keroncongan.
"Kita harus berbelanja jika seperti itu," ucap Ziang Wu sambil melihat jam tangannya. "Kita hanya punya waktu satu jam sebelum supermarket tutup," lanjutnya.
Sesuai perkiraan Ziang Wu, selain pegawai supermarket yang sedang bersih-bersih, hanya terlihat satu dua orang pembeli selain mereka berdua. Tanpa buang waktu ia mengambil sebuah troli sebelum menyusul Su Li yang telah masuk terlebih dahulu. Senyum tipisnya terukir kala maniknya berhasil menangkap bayangan Su Li yang sedang berdiri di depan deretan mie instan.
"Kita masih memiliki beberapa di rumah."
Tanpa mendengar perkataan Ziang Wu, Su Li memindahkan beberapa bungkus mie instan ke dalam troli. "Rasa ini sudah habis," ucapnya pendek kemudian berpindah menyusuri rak lainnya. Diam-diam Ziang Wu mengembalikan beberapa bungkus mie instan tersebut ke tempatnya.
"Sebenarnya anda ingin memakan semua makanan instan ini, Nyonya?" tanya Ziang Wu ketika Su Li lagi-lagi memasukkan beberapa jenis makanan instan.
"Hanya sekedar jaga-jaga jika kau tidak ada di rumah. Aku tidak bisa hanya makan sandwich setiap saat."
Ziang Wu hanya bisa mengembuskan napas pasrah tetapi ia masih mengekori Su Li yang tiba-tiba berhenti. Wanita itu tiba-tiba berbalik dan menatap Ziang Wu datar. Pemuda itu bisa menangkap aura yang tidak mengenakkan.
"Ada apa?" tanyanya berusaha untuk tenang.
"Membicarakan sandwich jadi mengingatkanku akan sesuatu." Su Li yang tadi berada beberapa langkah dari Ziang Wu menghampiri suaminya tersebut. "Ada hubungan apa kau dengan Shen Yue?"
"Shen Yue?" ulang Ziang Wu. Ia benar-benar tidak mengerti dengan pertanyaaan tiba-tiba dari Su Li. "Apa hubunganku dengan Shen Yue? Apakah ada pertanyaan selain ini?" ucapnya lagi sambil menatap Su Li bingung. Namun melihat gelengan mantap Su Li membuat dirinya tidak ada pilihan lain selain menjawab.
"Kau pernah mendatangi ruangan kami, bukan? Shen Yue merupakan anggota timku. Aku tidak mengerti ke arah mana pertanyaanmu ini, tetapi aku bisa memastikan bahwa hubungan kami hanya sebatas rekan kerja."
Su Li hanya tersenyum miring saat mendengar ucapan Ziang Wu. "Ah, aku baru tahu jika tugas rekan tim kalian, salah satunya adalah menyuapimu," ucapnya sarkas. "Apakah tanganmu terlalu sibuk sampai memintanya untuk menyuapimu?"
Ziang Wu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Walau sebagian hatinya bersorak gembira karena melihat Su Li yang sedang memperlihatkan kecemburuannya, tetapi menghadapi Su Li yang sedang dalam mode merajuk itu lebih merepotkan. Jadi ia memilih diam sambil mengekor di belakang Su Li yang masih mengoceh.
"Apakah berbicara dengannya lebih seru daripada berbicara denganku?" tanya Su Li lagi sambil memasukkan sekotak telur dalam troli. Ziang Wu yang membuka mulutnya ingin menjawab terbungkam saat ocehan Su Li kembali mengudara. "Aku melihatmu tertawa lebar saat bersamanya." Akhirnya Ziang Wu hanya bisa diam memberikan waktu bagi Su Li untuk meluapkan kekesalannya.
"Apa kau memang menyukai wanita yang memiliki profesi sepertimu? Tidak bisakah kau menyukai wanita pekerja keras sepertiku?" pertanyaan Su Li membuat Ziang Wu melepaskan pegangannya pada troli dan memeluk Su Li dari belakang.
"Apa yang kau lakukan? Ini tempat umum Ziang Wu," ucap Su Li sambil memberontak berusaha melepaskan pelukan Ziang Wu.
"Tidak ada orang," ucap Ziang Wu yang berhasil membuat Su Li terdiam. "Sudah selesai ngomelnya?" Karena terlalu sibuk menyembunyikan debaran jantungnya, Su Li hanya mengangguk.
"Sekarang, berikan waktu untukku menjawab semua pertanyaanmu."
Lagi-lagi Su Li hanya mampu mengangguk. Su Li tidak tahu mengapa ia begitu lemah saat Ziang Wu berkata dengan suara lembut dan tenang seperti itu.
"Kau ingat waktu itu aku meninggalkanmu saat sarapan? Terjadi masalah mendesak di program yang aku buat. Walau saat itu aku ingin menemanimu sarapan dan juga mengantarmu tetapi keadaan tidak mengijinkan. Aku minta maaf untuk itu. Masalah Shen Yue, kami benar-benar hanya rekan kerja.
Saat ia menyuapiku itu karena saat itu kebetulan ia datang membelikan sarapan untuk semua orang. Huo Yan juga ia suapi karena saat itu kami benar-benar harus segera menyelesaikan masalah yang terjadi pada program itu. Aku tidak ada waktu untuk menolak karena fokus memperbaiki program."
Ziang Wu terdiam sebentar, menunggu tanggapan Su Li tetapi istrinya hanya diam. "Aku menyukaimu. Kau mungkin bosan mendengarnya tetapi kau harus percaya, tidak ada wanita lain di hatiku. Bagaimana bisa aku memikirkan wanita lain jika seluruh tempat di hatiku sudah kau tempati? Jadi, Nyonya Ziang jangan berpikiran yang tidak-tidak," ujar Ziang Wu mengakhiri ucapannya dan melepaskan pelukannya.
"Ayo kita harus bergegas, jika tidak petugas supermarket ini kan mengunci kita dari luar," ucap Ziang Wu dan meninggalkan Su Li yang masih berdiri mematung. Penjelasan panjang dari Ziang Wu sukses membuatnya terpaku.
"Nyonya Ziang," lirihnya kemudian senyum lebarnya terbit. Ada letupan kembang api di dadanya. "Sebutan itu, aku menyukainya. Nyonya Ziang," gumamnya lagi sambil berjalan cepat menyusul Ziang Wu yang sudah tenggelam di antara rak sayur-sayuran.
***
Fuyunghai, udang cabai garam, dan mapo tofu sudah terhidang di atas meja. Membuat Su Li takjub dengan kemampuan masak yang dimiliki oleh suaminya tersebut. Tidak hanya penampilannya yang menggiurkan, manik Su Li melebar saat ia mencicipi rasanya yang ternyata tidak kalah dengan visualnya.
"Ini semuanya enak," ucapnya dengan manik yang berbinar bahagia. Membuat senyum puas terbit dari wajah tampan Ziang Wu. Untung saja mereka dapat menyelesaikan sesi belanja yang sedikit panjang itu tepat waktu. Pemuda itu kemudian tersenyum saat mengingat tatapan penuh kecemburuan yang Su Li layangkan untuknya.
Ziang Wu sama sekali tidak menyangka bahwa Su Li bisa merasa cemburu. Satu kemajuan besar bagi hubungan mereka. Ziang Wu merasa semakin optimis jika kontrak di antara mereka bisa dibatalkan.
"Kau tidak makan?" tanya Su Li saat melihat Ziag Wu hanya menyiapkan satu mangkuk nasi. Suaminya itu mengangguk.
"Tadi aku sudah makan dengan Ayah setelah mengantarnya check up."
"Bagaimana keadaan Ayah?" ucap Su Li kemudian mencomot satu udang cabai garam dan memindahkannya ke dalam mangkuk.
"Progresnya baik. Jika Ayah bisa mempertahankan pola hidupnya seperti saat ini, pemulihannya akan lancar."
Su Li mengangguk. Hanya saja ia melihat ada sesuatu yang Ziang Wu ingin sampaikan. Namun suaminya itu terlihat sedikit ragu. Ia menebak itu tidak ada kaitannya dengan kesehatan sang Ayah, karena tadi Ziang Wu mengatakannya sendiri bahwa kesehatan sang Ayah semakin membaik.
"Ada yang mengganggumu?"
Ziang Wu lupa jika Su Li adalah orang yang peka. Gerakan dan perubahan kecil dapat tertangkap oleh istrinya tersebut. Walau ia merasa ragu, tetapi Ziang Wu merasa hal ini harus dibicarakan.
"Ayah tadi bertanya padaku tentang apa yang sedang kau kerjakan saat ini."
Su Li terkekeh, ia mengira ada sesuatu hal yang besar hingga membuat Ziang Wu bimbang untuk membicarakan topik itu padanya. "Lalu, kau menjawab apa? Akhir-akhir ini aku sedang menyiapkan rapat umum pemegang saham, menangani beberapa investor dan merancang beberapa proyek untuk kuartal kedua tahun ini." Wanita itu kemudian berinisiatif menyuapi Ziang Wu dengan satu potongan mapo tofu. "Itu bukanlah rahasia, apalagi untuk Ayah."
"Pekerjaanmu yang lain. Ayah mengetahui kau sedang menyelidiki Dokter Bao."
Sumpit yang bermaksud untuk mengambil fuyunghai itu menggantung di udara. Tatapan Su Li berubah menjadi lebih tajam. Otak cerdasnya ia paksa membaca situasi. Masalah Dokter Bao hanya tiga orang yang mengetahuinya. Dirinya, Ziang Wu dan Nona Lin. Karena Ziang Chen menanyakan hal tersebut dengan suaminya, satu-satunya orang yang tersisa adalah Nona Lin.
"Apakah Ayah mengetahui alasannya?"
Su Li melupakan makan malamnya. Nafsu makannya seperti menguap bersama hidangan yang berangsur mendingin. Ada beberapa alasan yang membuatnya belum kembali mengajukan kasus ini ke pengadilan. Salah satunya adalah karena bukti yang ia miliki belum cukup. Selain itu, ia merasa harus berhati-hati. Karena jika mereka bisa membunuh Ibunya, bukan sesuatu yang mustahil jika mereka akan melakukan hal yang sama dengan dirinya atau bahkan Ayahnya.
Wanita itu menghela napas lega saat Ziang Wu menggeleng. Setidaknya ia bisa menyiapkan alasan untuk menutupi tujuan utamanya. "Dokter Bao hanyalah kaki tangan mereka. Aku yakin, jika ada seseorang yang memberinya perintah. Kita harus segera mengumpulkan bukti supaya penyelidikan ulang dapat kita ajukan ke pengadilan."
"Selain dirimu, aku tidak ada mengatakan hal ini kepada siapapun. Nona Lin hanya kuberi tugas untuk menyelidiki dan mengumpulkan informasi-informasi pendukung tanpa tahu tujuan pastinya untuk apa, lanjut Su Li. Karena memang sejujurnya ia tidak pernah percaya dengan siapapun, kecuali pemuda yang sedang berada di depannya saat ini.
"Jadi, tolong rahasiakan ini dari siapa pun."
Ziang Wu mengangguk setuju. Pemuda itu kemudian mengambilkan sepotong mapo tofu dan meletakkannya di atas nasi Su Li. "Baiklah, aku mengerti, tetapi lanjutkan makanmu sekarang," ucapnya.
Setelah menyelesaikan makan malam dan kembali ke kamar masing-masing, Ziang Wu memutuskan untuk membersihkan diri. Aroma mint yang pekat menguar saat pemuda itu membuka pintu kamar mandi. Kaos polos hitam dengan celana pendek berwarna senada ia pilih sebagai piyamanya malam ini. Ia bermaksud menyelesaikan bacaannya sebelum tidur ketika pintu kamarnya diketuk.
Langkah pemuda itu beralih ke pintu kamar, sedikit terkejut kala menemukan Su Li yang berada di depan pintunya. Gadis itu memeluk sebuah bantal. Wangi vanilla yang menguar dari Su Li membuat Ziang Wu yakin bahwa istrinya itu juga baru selesai membersihkan diri.
"Ada apa?" tanya Ziang Wu berusaha tenang, meredam sesuatu yang terasa perlahan merasuki dirinya. Tampilan Su Li saat ini sangat tidak ramah bagi jiwa lelaki yang sedang tertidur tenang di dalam dirinya.
"Bolehkah aku tidur di sini malam ini?"
Ziang Wu mengangguk tidak yakin, tetapi ia tetap membuka pintu kamarnya lebih lebar agar istrinya bisa masuk. Ziang Wu memperhatikan punggung Su Li yang terlihat mengamati kamar.
Ini adalah kali pertama Su Li memasuki kamar Ziang Wu dalam keadaan sadar. Pipi tembem itu merona saat melihat ranjang berukuran king size di tengah ruangan. Walau seprainya telah berganti dari kali terakhir tetapi Su Li masih dapat mengingat jelas apa saja yang telah terjadi di sana.
"Aku masih ada sesuatu yang harus dikerjakan, kau bisa tidur lebih dulu," ucap Ziang Wu kikuk. Ia yakin telah menghidupkan pendingin ruangan, tetapi ia merasa gerah. Bagaimana lekuk tubuh Su Li di balik gaun tidur tipis itu membuat akal sehatnya semakin tergerus.
Mendengar ucapan sang suami, Su Li hanya mengangguk dan langsung merebahkan dirinya di atas ranjang. Walau maniknya menutup, Su Li tidak mampu terlelap sama sekali. Debaran jantungnya semakin bertalu menggila. Saat ranjang sebelahnya memantul karena Ziang Wu bergabung, Su Li rasa jantungnya akan meledak.
"Mengapa belum tidur," bisik Ziang Wu saat merasakan Su Li yang tersentak saat ia menarik istrinya itu dalam pelukan.
"Tidak bisa tidur," cicit Su Li. Tengkuknya meremang saat ia dapat merasakan embusan napas Ziang Wu yang berada di belakangnya.
"Tidurlah, besok kau ada meeting pagi-pagi."
Su Li memberanikan diri untuk berbalik menghadap Ziang Wu, walau di antara mereka tidak ada jarak yang berarti. Lengan kekar Ziang Wu masih setia mengukung pinggang ramping Su Li.
"Sepertinya kau lebih hapal dengan jadwalku, Tuan Ziang."
Melihat bibir merah muda yang berada dekat dengan jangkauannya membuat Ziang Wu tidak tahan untuk tidak menciumnya. "Itu karena aku memperhatikanmu, Nyonya Ziang," ucapnya setelah berhasil mengecup bibir Su Li.
Tindakan Ziang Wu berhasil mengirimkan sengatan ke tubuh Su Li. ia memberanikan diri memagut bibir tipis suaminya lebih dulu. Suara decakan terdengar di sela detik jarum jam dinding di dalam kamar. Su Li selalu menyukai saat berciuman dengan Ziang Wu. Bagaimana sang Suami bisa mengirimkan semua afeksi dengan sempurna yang selalu membuatnya ketagihan. Lumatan ringan itu berubah semakin memanas kala tangan Ziang Wu ikut mengeksplor bagian lain dari tubuh sang istri. Membuat Su Li refleks mengalungkan kedua tangannya di leher Ziang Wu.
"Bolehkah?" tanya Ziang Wu dengan suara berat yang sarat akan gairah. Su Li hanya mengangguk, membiarkan Ziang Wu kembali menuntunnya untuk mengais kenikmatan yang bisa meluruhkan semua khawatir dan penatnya serta membuatnya meledak dan tenggelam dalam euforia.
Ziang Wu menatap wajah lelah Su Li dan bertekad untuk membuat wajah cantik yang penuh kekhawatiran itu berganti dengan senyum bahagia. Perlahan ia menarik selimut untuk menutupi tubuh polos keduanya. Pemuda itu kemudian memangkas jarak, merengkuh Su Li dalam pelukan yang membuat Su Li menggeliat. Mengecup puncak kepala sang Istri dan ikut menyelami dunia mimpi.
"Aku mencintaimu," bisiknya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top