CHAPTER SIX

Su Li menatap gedung bergaya futuristik yang memiliki puluhan lantai itu dengan tatapan datar. Pintu putar yang menjadi pintu masuk itu tak pernah berhenti selalu dilewati setidaknya satu dua orang setiap menit. Ia tidak menyangka betapa pesat perkembangan perusahaan sang Ayah. Tidak mengherankan jika Liang Tech dinobatkan sebagai perusahaan teknologi terbesar di Tiongkok. Setelah memantapkan niat, Su Li akhirnya membawa langkahnya memasuki gedung pencakar langit tersebut. Balutan blouse putih dengan celana knit yang senada dengan blazer coklat kesayangannya menambah poin kepercayaan dirinya. Rambut bergelombangnya sesekali melambai tertiup angin.

Derap langkah yang berbalut sepatu Converse putih itu terlihat begitu santai hingga memasuki lobi di lantai pertama. Suasana lobi yang tidak bisa dibilang sepi itu terlihat sama persis dengan foto yang ia dapatkan kemarin lusa. Sebuah meja marmer besar dengan aksen ulir terlihat kokoh menyambut siapapun yang melewati pintu putar di depannya. Interior lobi yang mengusung tema minimalis modern tersebut didominasi oleh perabot yang terbuat dari aluminium. Bahkan pot palem yang berada di antara lift itu berbahan dasar alumunium. Ukiran Liang Tech yang berwarna emas tertempel dengan gagah di salah satu dinding. Beberapa jenis tanaman yang tidak Su Li ketahui namanya juga memenuhi salah satu pojok lobi, memberikan kesan asri. Dendrobium putih yang sedang mekar terlihat anggun menghiasi meja resepsionis itu, menambah kesan mewah dan elegan yang bersamaan. Su Li akui, selera Ayahnya dalam menata lobi itu patut diapresiasi.

Dua orang resepsionis menyambut kedatangan Su Li dengan senyuman ramah. "Ada yang bisa saya bantu?" ucap salah satu diantaranya. Mendengar pertanyaan yang mereka lontarkan, Su Li yakin bahwa mereka tidak mengetahui siapa dirinya. Sebelum Su Li menjawab, sebuah suara memanggilnya.

"Su Li."

Ia kemudian berbalik dan mendapati Ziang Wu berjalan mendekatinya. Tampilan pemuda itu terlihat sedikit berbeda dari kali terakhir pertemuan mereka. Kemeja cokelat muda yang dipadukan dengan celana kain hitam tanpa jas itu terlihat sempurna ia kenakan. Sepertinya ia baru saja datang karena tangan kanannya masih ada tas kerja hitam.

"Selamat pagi, Tuan Ziang."

Melihat bagaimana tatapan dua resepsionis yang menyapa Ziang Wu serentak itu membuat Su Li sadar bahwa bagaimana teman masa kecilnya itu pasti memiliki banyak fans di perusahaan. Ia tidak menyangkal bahwa pemuda itu memiliki paras yang setara dengan selebritis papan atas Tiongkok. Ziang Wu hanya menunduk sekilas dan menarik tangan Su Li menjauh.

"Kau ingin bertemu Tuan Su?"

Su Li mengangguk. "Ada yang ingin kubicarakan pada Ayah," ucapnya sambil memperhatikan perubahan angka pada lift yang menandakan bahwa benda itu sedang turun ke lantai di mana mereka berada.

"Kebetulan, aku juga ingin menemui Tuan Su."

Pintu lift terbuka bertepatan dengan ucapan Ziang Wu. "Sepertinya kantor sedikit sibuk," gumam Su Li.

Pemuda Ziang itu mengangguk setuju. Hari ini memang kantor sedikit lebih berisik daripada hari-hari biasa. "Penilaian bulanan akan berlangsung dalam beberapa hari. Jadi setiap divisi sedang mempersiapkan hal tersebut."

Su Li mengerti. Evaluasi bulanan memang sedikit menyeramkan. Membuatnya mengingat atasannya, Mr. Smith yang berubah menjadi orang lain setiap evaluasi bulanan dilakukan. Lift berhenti di sebuah lantai dan beberapa orang masuk. Su Li menyadari pandangan tidak biasa yang dilemparkan kepadanya. Hal wajar yang dapat ia maklumi, karena memang ia hampir tidak pernah mengunjungi kantor sang Ayah. Hanya karyawan lama saja yang mengenali dirinya. Kejadian luar biasa yang sempat heboh akhir-akhir ini juga meyakinkan Su Li arti pandangan beberapa orang tersebut. Setelah melewati beberapa lantai, akhirnya kotak besi itu telah sampai pada lantai tertinggi gedung tersebut.

"Kau tidak merasa terganggu barusan?"

Pertanyaan Ziang Wu membuat Su Li mengernyit bingung. Pasalnya ia tidak mengerti kemana arah pertanyaan yang pemuda itu lontarkan. "Pandangan aneh beberapa orang terhadapmu."

Busur senyum Su Li terangkat naik, Ziang Wu itu memang selalu perhatian dengan orang di sekitarnya. "Tidak perlu khawatir. Aku tidak memikirkan hal remeh seperti itu." Su Li memang tidak main-main dengan ucapannya. Tujuannya masuk ke dalam perusahaan Ayahnya hanya satu, yaitu untuk mencari tahu perihal kematian sang Ibu.

***

"Apakah anda sesenang itu?"

Su Liang tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya. Semenjak putri semata wayangnya meninggalkan ruangan, busur senyum Su Liang tidak pernah lepas. Mimpi besarnya perlahan menjadi kenyataan. Pria paruh baya itu merasa seperti mimpi ketika melihat Su Li melangkahkan kaki masuk ke kantornya dengan sikap yang anggun menyodorkan resume di dalam map berwarna biru pastel. Tidak ada perdebatan, tidak ada tarik urat selama pertemuan, putri kecilnya bersikap layaknya seorang profesional.

"Kau lihat ini? Begitu cantiknya putriku."

Ziang Chen melihat resume yang Tuannya perlihatkan. Ia tahu jika Su Li merupakan seorang yang memiliki pendirian, hanya saja ia tidak menyangka jika Nona mudanya itu memasukkan resumenya. Padahal jika ia menginginkan perusahaan, sang Ayah akan memberikannya dengan percuma dan senang hati.

"Lihatlah, ia memiliki latar pendidikan dan juga pengalaman kerja yang begitu bagus. Sudah sepantasnya dia kembali membantuku disini."

"Pengalaman Nona muda memang tidak bisa diragukan. Ubex Corporation merupakan raksasa di bidang logistik yang memiliki cabang hampir di seluruh benua. Kualifikasi Nona muda lebih dari cukup untuk menggantikan posisi Direktur Keuangan saat ini."

Su Liang menggeleng tidak setuju dengan apa yang dipaparkan oleh Ziang Chen. "Aku tidak bisa melakukannya, anak itu memintaku tidak menempatkannya di Keuangan."

Ziang Chen melihat akhir resume yang dituliskan oleh Su Li. Tidak ingin ditempatkan pada bagian Keuangan. "Aku tidak bisa mengabaikan permintaan putriku begitu saja."

"Jika anda begitu senang, mengapa tidak langsung menyerahkan posisi CEO kepada Nona muda?"

Su Liang menggeleng tidak menyukai gagasan Ziang Chen tersebut. "Dengan sifatnya yang seperti itu, menurutmu apakah ia mau menerimanya begitu saja? Jika incarannya adalah posisi CEO, ia tidak akan membawa resume kepadaku melainkan pasangannya." Ziang Chen mengangguk setuju. Atasannya tersebut pastilah bisa memahami putrinya dengan baik.

***

Suasana perusahaan dimanapun itu bagi Su Li tidak memiliki banyak perbedaan. Karyawan yang berlalu lalang dengan menggunakan name tag dan membicarakan pekerjaan, satu dua orang yang membawa setumpuk berkas, hingga beberapa karyawati yang sedang bergosip di ujung pantry. Hanya saja, konsep perusahaan Liang Tech agak berbeda dengan Ubex Corporation tempatnya dulu mengumpulkan pundi-pundi kekayaan. Setiap divisi memiliki ciri khasnya masing-masing. Desain interior yang berbeda cukup menjelaskan bidang apa yang divisi itu kerjakan.

Tapak langkahnya yang mengikuti ketua HRD memasuki sebuah ruangan. Sebuah papan yang bertuliskan Investor Relation terpampang di atas pintu masuk. Tidak ada meja bersekat yang memisahkan karyawan satu dengan yang lain, konsep open space yang begitu apik. Ruangan yang tidak bisa disebut kecil itu dihuni oleh delapan orang karyawan yang terlihat sedikit sibuk sehingga tidak menyadari kedatangan mereka.

Tepukan tangan dari Tuan Shen mengalihkan atensi semua orang kepada mereka berdua. Perlahan semuanya mendekat dengan tampang bertanya-tanya. "Baiklah, karena semuanya terlihat sibuk. Saya akan mempercepat ini semua. Perkenalkan ini Nona Su Li, ketua Tim Investor Relation yang baru."

Su Li maju selangkah dan memperkenalkan dirinya. "Saya Su Li. Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik." Tepukan tangan menyambut kedatangan Su Li di hari pertamanya bekerja. Acara perkenalan dan formalitas berakhir dalam sepuluh menit, semuanya kemudian kembali tenggelam dalam kesibukan masing-masing. Su Li diberikan meja yang membelakangi kaca jendela besar menghadap delapan meja yang berada di kanan dan kirinya.

Ia memang diberitahu bahwa Ketua Tim sebelumnya mengundurkan diri karena suaminya pindah tempat bertugas. Pekerjaan yang ditinggalkan lumayan banyak. Untungnya ia memiliki anggota tim yang cekatan.

"Ketua Tim, ini laporan proyek kerja sama dengan Areva salah satu distributor kita di Perancis. Mereka menjadwalkan pertemuan besok siang."

Su Li yang sedang menganalisis laporan yang diserahkan kepadanya mengangguk mengerti. Setelah anggota timnya itu meninggalkan meja, Su Li memijat pangkal hidungnya. Entah mengapa rasanya ia telah dimanfaatkan oleh sang Ayah. Rasanya ia sangat jelas mengatakan bahwa tidak ingin berurusan dengan bidang keuangan, tetapi ia malah ditempatkan di Investor Relation dimana divisi ini bertanggung jawab untuk merilis dan menyajikan informasi tentang keuangan perusahaan kepada calon investor agar investasi dapat tetap terjamin.

Sepertinya satu kaleng minuman soda dapat menjernihkan kepenatannya. Ia pun beranjak keluar menuju vending machine yang berada di sebelah pintu darurat. Setelah air soda itu dengan lancar menuruni kerongkongannya, gadis berkemeja floral itu mengembuskan napas lega. "Akhirnya aku bisa hidup," gumamnya. Ia memutuskan untuk beristirahat di tangga darurat. Ketenangan adalah yang paling ia butuhkan sekarang. Sambil meneguk sodanya sedikit demi sedikit, Su Li berpikir mengenai petunjuk terakhir yang ia terima. Apa maksud dari foto itu? Mengapa harus perusahaan Ayahnya? Apakah pelakunya ada sini? Beberapa pertanyaan itu berseliweran di kepalanya.

Tegukan terakhir sodanya menandakan waktu untuk beristirahat sudah habis. Saatnya kembali menuju kenyataan, setumpuk pekerjaan sudah menantinya.

Baru saja ia melangkah masuk, sapaan dari anggota timnya membuat langkah Su Li terhenti. "Ketua Tim, ada telepon dari pihak Areva. Apakah anda bisa menerimanya?"

Su Li mengangguk dan bergegas menuju mejanya. "Bonjour, je suis Su Li en charge de ce projet à partir de maintenant." (Halo, Saya Su Li yang bertanggung jawab dengan proyek ini mulai sekarang.) Ia mencatatkan beberapa hal yang menjadi catatan poin penting yang harus disiapkan untuk pertemuan mereka esok hari.

Setelah beberapa saat, pembicaraan itu pun selesai. "Bien. Merci. A demain pour en parler plus." (Baik. Terima kasih. Sampai ketemu besok untuk kita bicarakan selengkapnya). Su Li kemudian meletakkan gagang teleponnya. "Xiao Lu bisa kau membantuku menyiapkan ini?"

Seorang pemuda menghampiri mejanya, memperhatikan beberapa catatan yang diberikan oleh Su Li. "Baik, akan saya siapkan." Su Li berterima kasih. Setidaknya ia bisa menyelesaikan pekerjaan lainnya dengan tenang. Walaupun sepertinya penyelidikannya akan sedikit tertunda. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top