CHAPTER SEVEN
"Xiao Lu, terima kasih untuk hari ini. Kau bisa ke kantor lebih dulu."
Pemuda itu mengangguk dan meninggalkan Su Li yang masih berkutat dengan ponselnya. Melihat tidak ada jadwal penting yang menunggunya, gadis itu memutuskan untuk mempelajari struktur perusahaan. Melalui jabatan dan juga privilege sebagai anak pemilik perusahaan, Su Li dapat mengakses semua informasi mengenai Liang Tech. Ternyata perusahaan sang Ayah sekarang sudah sangat berkembang. Titel perusahaan raksasa di Tiongkok itu bukanlah hanya isapan jempol belaka.
Ia menyesap dalam ice americano sambil membaca baris per baris kata yang ditampilkan oleh layar persegi di depannya. Senyum kecutnya tersungging kala menemukan sang Ibu sambung ternyata masuk ke dalam jajaran direksi. Seingatnya pun Wu Xia sebelumnya adalah salah satu karyawan di Liang Tech. Hanya saja ia tidak terlalu tahu jabatan apa yang wanita paruh baya itu emban saat itu.
"Su Li."
Ia mendongak, ternyata Ziang Wu yang menghampirinya. "Aku tadi melihatmu dari sana, sedang menunggu seseorang?" ujarnya sambil menunjuk beberapa meja dari tempat Su Li berada.
"Tidak. Baru selesai bertemu dengan klien."
"Boleh bergabung?"
Su Li mengangguk, Ziang Wu kemudian menarik kursi di seberangnya. "Bagaimana rasanya pulang?"
"Setiap mengawali pembicaraan denganku selalu pertanyaan ini yang disodorkan. Apakah topik ini sangat membuat penasaran?"
Ziang Wu terkekeh sambil memperbaiki letak kacamatanya. "Hanya mencari topik awal pembicaraan."
"Kau mengapa disini?"
Tidak mungkin pemuda itu menghabiskan waktu di kafe pada jam kerja. "Kau harus bertanggung jawab Nona." Su Li mengernyitkan dahinya bingung. "Karena Ayahmu, sekarang aku harus mengikuti kencan buta yang diatur Ayahku."
"Jadi kau bernasib sama sepertiku?" Su Li tergelak. Terkadang ia penasaran bagaimana sang Ayah dan sekretaris pribadinya itu bisa kompak dalam segala hal. "Selamat datang di kehidupan yang keras ini, Bro," candanya dengan masih diiringi gelak tawanya.
"Hentikan. Apa yang kau lakukan sekarang?"
Melihat Ziang Wu yang kepayahan merupakan salah satu hiburannya di penghujung hari seperti sekarang. Sambil meredakan tawa, Su Li memperbaiki posisi duduknya. "Mempelajari lingkungan kerja."
"Kau riset perusahaan Ayahmu?"
Su Li mengangguk. Memang tidak ada yang aneh jika ia ingin mengetahui mengenai perusahaan sang Ayah. Hanya saja ia masih berusaha menutupi apa yang sedang ia kejar saat ini. Su Li masih belum mempercayai siapapun.
Ziang Wu memperhatikan waktu di jam tangannya. "Aku masih memiliki waktu dua jam sebelum kembali, jadi kau bisa menanyakan apapun itu padaku." Tawaran Ziang Wu berhasil membuat Su Li tertarik. Memang akan lebih mudah jika mengetahui dari orang yang sudah lama berada di perusahaan.
"Sebentar, Tuan Ziang," ucapnya kemudian beranjak dari tempat duduknya. Pemuda itu sedikit bingung dengan apa yang akan dilakukan gadis muda itu. Ia memilih untuk mengabari koleganya bahwa ia ada sedikit urusan di luar jadi akan sedikit terlambat untuk kembali ke kantor.
Senyum tipis terpatri kala ia melihat kedatangan Su Li yang membawa se-nampan penuh di kedua tangannya.
"Kau tidak bermaksud membuat acara makan dessert kan?"
Su Li meletakkan nampan pesanannya di atas meja. "Dessert di sini ternyata sangat enak. Aku tidak pernah menemukan hal seperti ini di London. Jika tahu aku akan menetap lebih cepat."
Sepotong strawberry shortcake, sepiring pancake, dua buah croffle dan dua gelas affogato berjubel sesak di nampan yang Su Li bawa, Ziang Wu terkekeh. "Kau tidak takut dengan persen kalori setiap dessert itu Nona Muda?"
"Jangan mengejekku terus. Ini bayaranmu, dan ceritakan tentang Liang Tech sekarang." Su Li menyodorkan sebuah gelas berisi gelato yang disiram dengan espresso, "Kau masih menyukai affogato, kan?". Pemuda itu mengangguk sambil tersenyum, teman kecilnya itu ternyata tidak pernah lupa kesukaannya.
Berdasarkan cerita dari Ziang Wu, Su Li bisa mengambil kesimpulan bahwa terdapat beberapa orang pemegang saham terbesar di Liang Tech. Su Liang sebagai Founder dan CEO merupakan pemegang saham tertinggi, diikuti oleh beberapa jajaran direksi termasuk Wu Xia.
"Kau dan Wei Fang berada di posisi yang sama. Tetapi kau tidak perlu khawatir, Tuan Su pasti menunjukmu sebagai pewaris."
Dibandingkan dengan ucapan Ziang Wu, Su Li lebih tertarik kepada para jajaran Direksi yang membuatnya curiga. "Jika terjadi sesuatu dengan Ayahku dan belum ditentukan siapa pewarisnya, menurutmu dari mereka siapa yang akan paling diuntungkan?"
Sebenarnya Ziang Wu sedikit terkejut dengan pertanyaan yang Su Li lontarkan, ia tidak menyangka bahwa ketertarikan gadis muda itu bukan ke arah siapa yang akan menjadi pewaris Liang Tech. Pemuda itu berusaha menimbangnya dengan cermat. "Melihat kondisi perusahaan yang stabil dan besarnya pengaruh yang mereka punya, maka semuanya berpeluang besar."
Ziang Wu menyuap sesendok es krim vanila sebelum melanjutkan, "Tetapi ceritanya akan berubah jika salah satu diantara mereka bisa mengontrol yang lain. Kedudukan CEO tidak akan mudah tergantikan, Su Li. Pendapat para pemegang saham sangat berpengaruh. Selama aku bekerja, aku belum menemukan rasa tidak puas atas kepemimpinan Tuan Su dari pihak pemegang saham maupun direksi."
Su Li mengangguk paham, "Berapa lama kau sudah bekerja di Liang Tech?"
"Tiga tahun yang lalu. Segera setelah menyelesaikan program Master."
"Apakah selama periode tersebut ada sesuatu yang terjadi di perusahaan?"
Ziang Wu berpikir sejenak, "Selain kematian Ibumu, tidak ada kejadian luar biasa yang terjadi. Memang kuakui, setelah kematian Ibumu dan pernikahan kedua Ayahmu, perusahaan jadi sedikit repot karena mengubah struktur, tetapi setelahnya tidak ada hal spesial. Perusahaan tetap berjalan dengan baik bahkan berkembang pesat. Seperti yang kau lihat saat ini." Ziang Wu merasakan ada sesuatu yang janggal dari obrolannya bersama Su Li saat ini. Tetapi ia berusaha maklum karena menurutnya Su Li memang perlu mengenal satu persatu terkait apa yang gadis itu miliki saat ini.
***
Siulan teko listrik mengejutkan Su Li. Gadis berpiyama satin itu berjalan menuju dapur, menyeduh coklat panas favoritnya. Suasana malam yang sedikit berawan tidak melunturkan kemegahan dari The CCTV Headquarters pada malam hari. Su Li membawa tungkainya ke depan jendela balkon yang ia buka lebar tirainya. Nyalinya masih belum sebesar itu untuk membuka serta sliding kaca jendelanya. Suhu malam masih belum bersahabat. Sejak hari pertama ia menempati rumahnya, ia selalu berhasil dibuat kagum oleh bangunan gagah yang berdiri di antara gedung-gedung pencakar langit lainnya itu. Memiliki bentuk yang tidak biasa, seperti manifestasi sebuah bangunan dari video game yang terkadang ia mainkan saat kecil.
Tidak salah jika Wei Fang mengatakan bahwa pemandangan rumah ini spektakuler, gadis itu tidak melihat jika malam hari. Ribuan kerlip cahaya seperti turun berada di bawah. Ia merasa hidup di atas kerlip bintang. Sudut matanya menangkap keberadaan papan kaca penuh coretan tangan. Seirama dengan sesapannya, Su Li mulai berpikir apakah ini semua hanyalah jebakan sang Ayah untuk menggiringnya kembali ke Tiongkok? Hanya beberapa orang yang menyadari betapa licik sang Ayah jika menyangkut hal yang ia inginkan. Ia masih belum bisa menemukan apa motif yang menjadi alasan pembunuhan sang Ibu. Kematian mendadak tidak aneh bagi penderita penyakit jantung seperti sang Ibu. Beragam fakta mulai membombardir pikirannya, catatan rumah sakit pun tidak ada yang janggal. Perusahaan pun terlihat baik-baik saja. Wu Xia tidak akan mungkin menyiakan kesempatan begitu saja, apalagi wanita paruh baya itu termasuk ke dalam jajaran direksi. Bukankah akan lebih mudah sebelum ia kembali?
"Apakah ini hanya emosi sesaatku?" pikirnya. Bersama dengan tegukan terakhir cokelat yang sudah mulai mendingin itu, Su Li mengakhiri harinya dan beranjak untuk menyelami mimpi.
***
Perpaduan white skirt dengan celana kulot berwarna ivory menjadi pilihan busana kantor Su Li hari ini. Sepatu flat putih dengan detail pita kecil pun ia pilih sebagai penutup tampilannya.
"Ayah tidak akan menipuku lagi bukan?"
Suara tawa renyah Su Liang dari seberang panggilan terdengar. "Ayah benar ingin sarapan denganmu. Berhentilah berprasangka."
"Aku akan sampai dalam lima belas menit. Jika Ayah berbohong, maka hari ini aku akan resign."
"Ayah tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Perusahaan akan protes jika kehilangan karyawan berbakat sepertimu."
Su Li memutuskan panggilan sepihak, mulut manis Ayahnya tidak pernah berubah. Pantas saja pria paruh baya itu menikah dua kali!
Mengendarai Porsche Panamera biru metalik yang ia dapatkan sebagai hadiah kelulusannya saat sekolah menengah, Su Li membelah kota Beijing menuju restoran yang ayahnya pilihkan untuk sarapan. Tidak lama ia sampai pada titik lokasi yang Ayahnya kirimkan.
Sebuah bangunan seperti rumah tradisional China berdiri megah di depannya. Sebuah ukiran kayu dengan bahasa Hanzi tertulis King's Joy tergantung di sebelah pintu masuk. Ketika melangkah masuk, suasana klasik khas China itu semakin pekat. Restoran itu ternyata terdiri dari empat bagunan yang dihubungkan dengan pelataran berbentuk kubus memiliki ruang terbuka di bagian tengahnya. Pada pintu masuk ia sudah disambut oleh seorang pelayan yang membawanya masuk dan menghampiri Su Liang yang telah menunggu.
Ayahnya ternyata memilih meja di depan sebuah jendela besar yang menampilkan taman outdoor yang terdapat beberapa tanaman bambu yang tersusun rapi. Padahal menurutnya ia lebih menyukai meja outdoor di bawah pohon ginko besar yang tumbuh di tengah restoran.
"Ayah sekarang beralih menjadi vegetarian?" tanyanya ketika melihat menu yang disodorkan. Tidak ada menu berbahan dasar daging yang ia temukan.
"Seiring bertambahnya usia, kau akan menyadari bahwa kau akan lebih membutuhkan semangkuk sayuran daripada sepotong daging. Jangan khawatir kau pasti akan terkejut jika sudah merasakannya."
Su Li mengangguk patuh, ia kemudian memesan set yang sama seperti yang Ayahnya pesan.
"Bagaimana pekerjaanmu?" Su Liang menuangkan teh dan memberikannya kepada Su Li.
"Tidak ada masalah. Walaupun sepertinya aku terjebak. Bahkan setumpuk pekerjaan itu seperti tidak mengijinkanku untuk berdemo dan menolak."
Su Liang tertawa kecil, "Hanya posisi itu yang kosong. Jika kau ingin berpindah ke kantor Ayah, kita bisa membicarakannya."
Buru-buru Su Li mengibaskan kedua tangannya menolak. "Saya tidak tertarik, Tuan." Obrolan keduanya kemudian berjalan santai. Walaupun Su Liang mati-matian menahan diri membahas tentang pewaris. Ia tidak mau menghancurkan sarapan paginya. Perbincangan mereka terhenti kala pesanan mereka masuk.
Manik Su Li tidak percaya dengan apa yang ada di hadapannya saat ini. Semenjak kedatangannya, ia baru menyadari bahwa kuliner di Tiongkok tidak hanya memuaskan perut tetapi juga mata dengan tampilan yang begitu cantik. Membuatnya mendadak menjadi food blogger amatir yang mengoleksi ribuan gambar makanan di galeri ponselnya.
Kembali gadis itu merasakan serangan kejutan. Titel peraih bintang Michelin itu ternyata bukanlah hanya tempelan belaka. "Rasa makanannya sesempurna tampilannya. Ini enak sekali," ucapnya dengan manik yang berbinar.
Su Liang merasa puas dengan reaksi yang Su Li tunjukkan. Walau sedikit di sudut hatinya ia merasakan sedikit sesak. "Anak kita sudah tumbuh secantik ini," gumamnya lirih.
***
Pintu darurat menjadi tempat favoritnya beristirahat. Setelah proyek dengan investor Perancis itu selesai, Su Li mengira bahwa tugasnya sudah selesai. ia tidak menyangka bahwa ia harus menyelesaikan beberapa proyek besar lagi. "Apakah aku terlalu serius bekerja?" gumamnya. Ia merasa sedikit demi sedikit mulai teralihkan dari tujuan utamanya. Getar ponselnya membuat dirinya beranjak. "Ada apa?" tanyanya sambil berjalan keluar. Xiao Lu memberikan kabar bahwa mereka diminta untuk menemui Su Liang sekarang. Ketika keluar, ia berpapasan dengan seorang pria. Wajahnya tidak terlihat dengan jelas karena pria itu menunduk sambil menerima panggilan.
"Aku akan segera kesana."
Percakapan itu saja yang sempat ia dengar sebelum pria itu menghilang di balik pintu. Su Li terdiam, kemudian ia berbalik cepat menuju pintu tangga darurat tersebut. Derap langkah lirih yang menaiki tangga terdengar olehnya membuat jantungnya ikut berpacu. Untung saja ia menggunakan sepatu flat hari ini, jadi bisa dengan cepat memacu langkah. Suara pintu terbuka membuatnya kembali mempercepat langkahnya.
"Sial," umpatnya pelan. Ia kehilangan jejak, ia tidak dapat menemukan pria itu ketika berhasil mencapai lantai yang sama. Su Li yakin bahwa pria itu adalah orang yang memberikan instruksi untuk membunuh ibunya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top