CHAPTER FORTY THREE

WARNING⚠️

[Ziang Wu!]

Bentakan Huo Yan dari seberang telepon berhasil membuat Ziang Wu tersadar. Ziang Wu menaruh kembali foto yang ia temukan ke dalam tas istrinya.

“Ada denganku,” ucapnya saat melihat map merah  yang berisi laporan milik Huo Yan terselip di antara berkas miliknya. Ziang Wu baru ingat jika di bandara Swiss, Huo Yan memintanya untuk memeriksa lagi apa yang sudah dikerjakan oleh pemuda itu.

Helaan lega dari Huo Yan dapat Ziang Wu dengar dengan jelas.

[Hampir saja.  Seingatku terakhir kali membukanya waktu di Jenewa.]

“Apakah ada hal lain?” tanya Ziang Wu lagi. Ia benar-benar tidak memiliki mood  untuk meladeni Huo Yan.

[Kau benar-benar tidak ingin menginap di rumahku?]

Tanpa menjawab, Ziang Wu memutuskan panggilan itu sepihak. Ia yakin bahwa Huo Yan pasti sedang memakinya saat ini, tetapi ia tidak peduli. Sebenarnya ia masih terkejut dengan fakta yang baru saja ia temukan.

Sebenarnya, Ziang Wu tidak masalah jika sang Ayah ingin mencari pasangan lagi. Karena ia pun sadar bahwa tidak memiliki waktu sebanyak dulu setelah menikah. Prioritasnya berubah menjadi sang Istri. Jadi, jika sang Ayah menikah lagi, akan ada yang mengurus serta menemani sang Ayah di masa tua. Hanya saja, kenapa harus Wu Xia? Istri dari atasan sekaligus sahabat lamanya. Selain itu, pernikahannya dengan Su Li membuat hubungan itu semakin runyam.

Ziang Wu menyambar jaket dan juga kunci mobilnya, ia tidak bisa hanya berdiam diri. Pemuda itu kemudian memacu sedan kesayangannya membelah jalanan malam Beijing. Tujuannya hanya satu, rumah Ayahnya. Ia sengaja untuk tidak menghubungi sang Ayah terlebih dahulu.

Sesampainya di rumah sang Ayah, Ziang Wu hanya berdiam di dalam mobil. Entah bagaimana segala amarah dan juga rasa penasarannya luruh begitu saja. Pemuda itu hanya menatap rumah bercat putih itu dalam diam. Lampu kamar Ayahnya di lantai dua masih menyala, walau bagian yang lain sudah padam. Ziang Wu menebak saat ini sang Ayah pasti sedang membaca seperti kebiasaannya sejak dahulu.

Sampai lampu di lantai dua itu padam, Ziang Wu masih bergeming dari tempatnya. Ia memutuskan untuk kembali ke rumah. Sepanjang perjalanan ia berpikir, tidak mungkin Su Li menghindarinya jika hanya terkait dengan skandal perselingkuhan yang dilakukan oleh sang Ayah. Pasti ada alasan lain yang membuat Su Li sampai bersikap seperti itu.

Sesampainya di rumah, Ziang Wu kembali mencari tas kerja Su Li. Pemuda itu mulai mencari dengan perasaan yang campur aduk. Pencariannya terhenti kala ia menemukan sebuah flashdisk yang menurutnya mustahil milik Su Li karena sang Istri bukanlah tipikal seseorang yang suka menggunakan diska lepas seperti itu.

Ziang Wu kemudian membuka isi flashdisk tersebut di komputer yang ada di atas meja. Pemuda itu membuka file audio yang berada di urutan atas.

“Apakah kau sudah memastikan wanita itu rutin meminum obat itu?”

Ziang Wu terkesiap, ia sangat mengenali suara pria yang berada di dalam rekaman itu. Sekitarnya tiba-tiba menjadi senyap. Bahkan ia bisa mendengar jantungnya bertalu menggila, “Bagaimana bisa?” gumamnya pada diri sendiri. Dengan gemetar ia kembali memutar ulang rekaman tersebut.

“Apakah kau sudah memastikan wanita itu rutin meminum obat itu?”

“Sudah, Tuan.” Terdengar suara wanita yang bergetar menjawab pertanyaan pria tersebut.

“Minggu ini kau harus memberinya dosis yang lebih tinggi. Kita harus melumpuhkannya segera.”

“Baik, Tuan.”

“Kau akan mendapatkan bayaran yang bagus jika berhasil tanpa ketahuan, Bibi Lim. Jangan sesekali kau berani mengatakan hal ini dengan siapapun.”

Rekaman itu berakhir. Ziang Wu menatap nanar layar komputer tersebut dengan dada naik turun. Kedua tangannya mengepal kuat. Ia tidak pernah menyangka jika apa yang Su Li cari selama ini ternyata lebih dekat dari dugaan mereka. Terlebih lagi, dalang semua ini adalah orang-orang terdekatnya. Dibandingkan dengan rasa marahnya pada sang Ayah, rasa khawatir akan kondisi sang Istri lebih membebani hatinya.

Su Li dari awal tidak mudah mempercayai orang lain. Sedari kecil, ia selalu dikelilingi oleh orang-orang yang ia anggap bisa dipercaya. Sejak kematian sang Ibu dan Ayahnya menikah lagi, Su Li mulai kehilangan  kepercayaan dengan orang di sekitarnya. Kecuali pada Bibi Lim dan juga Ayah mertuanya.

Kali terakhir Su Li bercerita ketika bertemu dengan Bibi Lim dapat ia lihat binar bahagia yang dipancarkan iris kecokelatan Su Li. Ziang Wu tidak dapat membayangkan bagaimana hancur perasaan sang Istri saat ini. Tidak heran jika Su Li ingin pergi menjauh sekarang. Pemuda itu memejamkan matanya, mencoba meredam amarah dan juga kecewa yang memenuhi dada.

***

Kemilau senja terpantul cantik di permukaan kanal Otaru yang membentang di depan restoran. Su Li menyesap tehnya perlahan. Sesekali ia memperbaiki juntaian rambut yang menutupi wajahnya akibat angin yang bertiup. Suasana tenang di kota kecil seperti Otaru di mana ia berada saat ini sangat sulit ia dapatkan jika kembali ke Beijing. Urusannya memang sudah selesai kemarin. Hanya saja ia memilih menetap hingga dua hari lagi. Ternyata ia membutuhkan waktu yang lebih lama dari perkiraannya.

Canal cruise yang menjadi salah satu daya tarik dari kota pelabuhan Otaru terlihat sedang berlayar. Kemarin Su Li sudah mencobanya. Pemandangan malam Otaru sangat spektakuler. Bangunan-bangunan dengan gaya kuno di sepanjang kanal dengan lampu jalanan yang berpendar lembut membuat kota pelabuhan itu menjadi kental dengan suasana romantis jika matahari terbenam. Andai ia bisa menikmati semua itu bersama dengan Ziang Wu. Sekali lagi dadanya terasa nyeri saat mengingat sang Suami. Apakah hubungan mereka akan berakhir hanya sampai di sini?

“Nyonya, angin malam semakin kencang. Apakah anda tidak ingin kembali ke hotel?”

Su Li mengalihkan pandangannya dari kanal. Wanita itu kemudian mengangguk. “Baiklah, mari kembali untuk beristirahat sebelum kita kembali menjelajah kota ini.”

Nona Lin hanya tersenyum. Ia merasa lega melihat Su Li yang berangsur membaik setelah mereka sampai di Otaru karena atasannya itu terlihat begitu tertekan dan murung beberapa hari terakhir.

Langkah Su Li terhenti kala melihat siluet seorang pemuda yang sedang menatapnya dari seberang jalan. Ia mengerjapkan mata, untuk memastikan bahwa apa yang ia lihat bukanlah hanya khayalannya semata.

Pemuda yang sedang bersandar pada salah satu tiang lampu itu tersenyum, sebuah koper berada di sisi kanannya, dengan tangan membawa sebuah paper bag. Walau menggunakan topi, Su Li sangat yakin bahwa pemuda berjaket hitam itu adalah suaminya. Ziang Wu menyusulnya.

Kala lampu penyebrang jalan berubah menjadi hijau, Su Li mempercepat langkahnya hingga setengah berlari. Persetan dengan semua ketakutannya, ia sangat merindukan sosok pemuda yang saat ini sudah berdiri tegak dengan dua tangan yang terentang siap menyambutnya dalam pelukan.

Ziang Wu menangkap tubuh mungil istrinya dengan sempurna. Mendekap erat sosok yang selama beberapa hari ini selalu memenuhi pikirannya. Hatinya menjadi begitu lega saat bisa kembali mencium aroma manis ceri bercampur vanilla kesukaannya.

***

“Jadi Tuan Ziang, bisa kau jelaskan padaku sekarang. mengapa kau ada di sini.”

Su Li melipat kedua tangannya di depan dada sambil memandang Ziang Wu lurus. Saat ini keduanya sudah berada di kamar hotel yang Su Li tinggali. Kedatangan Ziang Wu benar-benar kejutan untuknya. Terlebih lagi, sang Suami bisa menemukan keberadaannya secara akurat. Walaupun Su Li yakin ada campur tangan sang Sekretaris, hanya saja ia ingin mendengar penuturan langsung dari sang Suami.

“Aku bertanya pada Nona Lin. Seharusnya kau pulang kemarin. Jadi jangan salahkan aku jika menghubungi Nona Lin untuk menanyakan alasan mengapa kau belum sampai di Beijing kemarin.”

Su Li akui mengunjungi Otaru adalah perjalanan di luar agenda yang sudah dirancang oleh Nona Lin.

Ziang Wu berjalan mendekati sang Istri. “Aku merindukanmu. Sangat merindukanmu.”

Menurunkan kedua lengan Su Li perlahan dan menariknya dalam pelukan. “Apakah hanya aku yang menderita di sini?” ucapnya lagi dengan suara memelas.

Pelukan Ziang Wu berhasil membuat Su Li luluh, wanita itu kemudian membalas pelukan sang Suami tak kalah erat. “Aku juga merindukanmu,” ucapnya setengah berbisik tetapi mampu menerbitkan senyum tipis di wajah tampan Ziang Wu.

Ziang wu kemudian mengangkat wajah Su Li dengan tangan kanannya, kemudian menunduk untuk melumat bibir merah muda yang sejak tadi menggodanya. Lumatan halus itu perlahan menjadi penuh gairah. Su Li membuka mulutnya sehingga Ziang Wu dapat mengakses dengan bebas rongga mulut istrinya tersebut. Su Li menepuk pelan dada Ziang Wu saat ia merasa pasokan oksigennya mulai menipis.   

“Apa kau memikirkanku akhir-akhir ini?” tanya Ziang Wu setengah berbisik tepat di telinga sang Puan, membuat Su Li meremang. Gigitan halus Ziang Wu pada daun telinganya membuat gelenyar pada seluruh tubuhnya menjadi. Kedua tangan pemuda itu juga tidak mau diam. Menyentuh dan memberikan remasan halus pada bokong Su Li. Membuat Su Li kehilangan fokusnya.

“Jawab, Sayang,” desak Ziang Wu lagi saat Su Li tidak menjawab pertanyaannya. Gigitan kecil Ziang Wu berpindah ke leher jenjang sang Istri. Menghisap kuat meninggalkan jejak keunguan. Su Li yang terlena dengan seluruh afeksi dan sentuhan yang ia terima hanya mampu mengangguk.

“Aku … ju-ga merindukanmu,” ucapnya tersendat. Sebuah desahan lolos saat jemari panjang Ziang Wu berhasil masuk dan menggoda salah satu pusat tubuhnya. Perlahan ia bergerak mengikuti langkah Ziang Wu.

Pemuda itu kemudian membalikkan tubuh Su Li. Sontak membuat Su Li menunduk malu. Bayangan keduanya terpantul pada cermin besar yang berada di pojok kamar. “Jangan malu, Sayang. Kau begitu cantik saat ini.” Bisikan Ziang Wu membuatnya semakin gila. Napas hangat yang membelai telinganya membuat pusat tubuhnya berdenyut.

Perlahan Su Li mengangkat wajahnya. Menatap lurus cermin besar yang menampakkan bagaimana tubuhnya yang berhasil dikuasai oleh sang Suami. Blouse cokelat yang tadi ia kenakan sudah tersingkap ke atas dada. A-line skirt putih yang tadi ia kenakan sudah teronggok mengenaskan di ujung kakinya.

Tak lama kemudian blousenya pun bernasib sama. Wajah SU Li total memerah melihat tampilan dirinya. Ini pertama kali ia melihat bagaimana Ziang Wu melucuti semua pakaiannya, hanya menyisakan sepasang dalaman hitam berenda yang terlihat kontras dengan kulit putihnya.

“Kau sangat cantik, Sayang,” ucap Ziang Wu lagi. Pemuda itu menahan kedua tangan Su Li yang berusaha untuk berbalik. “Bagaimana jika kita mencoba sesuatu yang baru?”

“Apa itu?” cicit Su Li. Bagaimana kulitnya yang bergesekkan dengan tubuh Ziang Wu benar-benar mengacaukan seluruh kinerja otaknya. Padahal sang Suami masih lengkap berpakaian.

“Apakah aku boleh melakukannya seperti ini?”

Su Li tersentak kala merasakan sesuatu yang mengganjal di sela kedua kakinya. Ia tidak sadar kapan Ziang Wu mengeluarkan miliknya. Gesekan yang Ziang Wu lakukan sukses membuat desahan lolos dari bibir merah muda itu.

“Untuk apa bertanya jika kau sudah melakukannya, Tuan Ziang?” tanya Su Li dengan susah payah. “Sampai kapan kau akan menggodaku?” ucap Su Li lagi dengan sedikit kesal karena sang Suami hanya menggodanya saja.

“Kau begitu tidak sabar, Nyonya Ziang,” balas Ziang Wu kemudian menyatukan tubuh mereka. Desahan Su Li mendominasi di tiap hujaman yang Ziang Wu berikan. Su Li merasa kedua kakinya sudah tidak mampu menahan bobot dirinya, tetapi pelukan Ziang Wu membuatnya tetap dapat berdiri tegak. Gelombang itu perlahan memenuhi setiap saraf tubuhnya seirama dengan gerakan Ziang Wu yang semakin cepat.

Sebuah sensasi yang baru Su Li rasakan kala akhirnya ia bisa mencapai puncak ledakan bersama dengan Ziang Wu yang memeluknya erat. Wajah memerah dengan penuh peluh itu terpantul sempurna dari cermin. Dua insan itu menikmati sisa pelepasan dalam diam, hanya terdengar deru napas memburu sambil saling menikmati aliran oksitosin dalam darah.

“Kau ingin mandi bersama?” tawar Ziang Wu memecah keheningan.

***

Su Li tidak pernah menyangka akan menghabiskan malam yang panjang dengan pasangannya. Sejak dahulu, kehidupannya hanya dipenuhi oleh tugas dan pekerjaan sehingga ia tidak pernah memiliki waktu untuk sekedar memikirkan bagaimana ia harus menghabiskan waktu dengan pasangannya. Bergelung berbagi kehangatan satu sama lain jelas tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Ziang Wu selalu memberikan pengalaman baru baginya. Rasa aman dan rasa cinta yang tercurah tidak berkesudahan. Ketulusan yang mampu meruntuhkan benteng kokoh yang selama ini ia bangun. After care yang diberikan Ziang Wu setelah mereka selesai melakukan pergulatan panas selalu membuat hatinya menghangat.

Ziang Wu akan membungkusnya dengan pelukan dan juga tepukan halus di punggungnya setelah pemuda itu membersihkan seluruh bagian tubuh sang Istri.

“Apa kau masih kedinginan?”

Su Li menggeleng sambil tersenyum melihat wajah khawatir sang Suami. Ajakan mandi bersama itu ternyata hanya kedok Ziang Wu untuk berpindah lokasi. Ia begitu heran dengan stamina yang dimiliki oleh Ziang Wu. Jika saja ia tidak menggigil akibat air dingin yang tidak sengaja keluar dari shower, mungkin sekarang mereka masih bergelut saling berbagi kehangatan satu sama lain.

“Peluk aku.”

Ziang Wu menyusul Su Li ke dalam selimut. Memeluk sang Istri sambil sesekali mencium pucuk kepalanya dengan penuh sayang. “Sayang, aku ingin mengatakan sesuatu.”

Su Li mendongakkan kepalanya. Kedua bola mata bulat yang menatapnya itu membuat Ziang Wu gemas. Pemuda itu mengecup pucuk hidung Su Li yang sedikit memerah.

“Apa kau menghindariku karena Ayahku?”

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top