Seluruh tubuh Dion kaku, tak bisa bergerak. Ia bisa merasakan hawa panas melilit di bagian-bagian tertentu di tubuhnya. Dia hanya bisa memandang Linda dan Pak Warno berlari menuju dirinya. 

Dion bisa mengenali aura ini. Tentu saja, Dirinyalah yang memagari desa agar tidak dimasuki oleh makhluk ini. Pasti sosok itu ingin membalas dendam pada dirinya.

.

Pak Warno datang terlebih dahulu daripada Linda. Mulutnya tak lelah membaca aji-aji yang akan digunakan untuk membebaskan muridnya. Tangan Pak Warno terangkat tepat di atas gumpalan api berekor itu. Dia mundur sambil menarik Pulung Gantung menjauh dari Dion. 

Berhasil, Pak Warno berhasil melepaskan Pulung Gantung dari Dion. Ke dua tangannya mencengkeram erat makhluk itu lalu dibawanya ke arah botol beling.

Saat hampir semua tubuhnya masuk ke dalam botol, makhluk itu memberontak. Pak Wano kembali terpental. 

Sosok itu bebas dan menuju ke arah Dion. Ingin segera menyelesaikan orang yang menghalangi keinginannya mempengaruhi warga Desa Ponjong untuk bunuh diri. Makhluk itu lagi-lagi membelit tubuh Dion, kali ini ekornya membelit leher, bukan seluruh tubuh.

Dion merasa tercekat, napasnya satu-satu. Dalam hati dia merapal doa, berharap dia masih bisa selamat.

Linda masih terdiam dalam pikirannya. Ia sadar betul tentang keinginan untuk tidak menggunakan cuthik  ini lagi. Ia tidak ingin semakin kuat. Di sisi lain, dia sadar. Saat ini, dialah yang mampu membasmi Pulung Gantung itu. Nyawa Dion bergantung kepada keputusannya.

Pak Warno mencoba caranya sekali lagi. Saling tarik-menarik antara Pak Warno dan Pulung Gantung membuat tenaga Dion habis. Tubuhnya melemah. Seperti tanpa tulang, tubuh dengan massa 60kg itu ambruk.

Ketika otaknya tidak bisa mengambil keputusan, badannya bergerak sendiri menyelamatkan Dion. Ia berlari menuju Dion. Dengan sekuat tenaga, ia mengayunkan ranting berwarna cokelat itu. Akan tetapi, si Pulung Gantung lebih cepat darinya. Makhluk itu segera melesat ke atas, membuat Linda terpental sejauh 5 meter dari tempatnya berada.